text
stringlengths 1
7.56k
| title
stringlengths 3
169
| page_num
int64 1
770
| extraction_method
stringclasses 3
values |
---|---|---|---|
LUBAN6 KUNCI NANG LEONG
r ~ ~
Sambil memperbaiki ikatan sarungnya, Nang
Leong dengan setengah hati mengintip lubang kunci itu.
Di sebelah kanannya seorang lelaki pendek berhidung
pesek berdiri cemas sambil berulang meremas tangannya
dan mencuri-curi pandang ke wajah Nang Leong yang
lugu itu. Lelaki itu terlihat panik, berbicara cepat seraya
mengguncang-guncangkan bahu Nang Leong,
terus
mendesaknya untuk segera saja mendobrak pintu kamar
itu. Akan tetapi, Nang Leong tampak ragu, hanya sesekali
mengangguk sekadarnya. Matanya merah, rambutnya
acak-acakan, ia sesungguhnya masih mengantuk.
"Pak Leong, saya takut sekali. Tadi saya mendengar
suara-suara dari dalam seperti bunyi derit meja, gesekan
kursi, dan juga benda-benda terjatuh. Jangan-jangan itu
maling Pak Leong. Va, saya yakin itu maling. Tolonglah
Pak, saya benar-benar takut kalau pencuri itu keburu
mengambil kotak uang di balik lemari. Ayolah Pak, dobrak
saja pintunya!" ujar Pan Gembul tak sabar.
"Ah, " Nang Leong menyela dengan rasa enggan.
Ia sebenarnya jengkel. Bagaimana tidak, Pan Gembul,
pemiliki toko roti itu tidak peduli malam telah larut, tiba
tiba saja menggedor pintu ruang pos jaga, yang juga kamar
35
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 42 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
istirahatnya. Baru sedikit saja terbuka, duda yang tinggal
sendirian itu tanpa pennisi lagi segera menerobos masuk.
Tubuhnya yang tambun membuat Nang Leong terguling
eli lantai. Bukannya menolong, si gendut tak tahu diri itu
terus saja menyerocos bahwa kamar pribadinya sedang
disatroni maling.
"Ayolah Pak, ayo, bantu saya menangkap maling
itu./I
Meskipun Nang Leong telah berusaha mengelak
elengan berbagai alasan, tetap saja Pan Gembul bersikukuh
memohon bantuannya.
"MengapaBapakmenyuruhsayamenangkapmaling
itu? Bukankah ada satpam yang bertugas di bawah?" tanya
Nang Leong ketus. Sebenarnya, ia baru saja tertidur dan
bermimpi tentang wanita-wanita cantik memakai rok mini
yang berlenggak-lenggok di trotoar di depan rumah susun,
ketika ketukan yang kencang itu membangunkannya.
"Saya juga sedang tidak enak badan, jadi sebaiknya Bapak
telepon saja polisi," sergah Nang Leong.
Namun, lelaki berwajah lebar itu bersikeras
memaksanya untuk menolong. Berkali-kali dia membujuk,
tentu saja dengan iming-iming hadiah. Terus terang,
sebenarnya Nang Leong memang berkeberatan membantu.
Pedagang itu terlalu pelit dan sering kali berlagak tuan
besar saat mereka berpapasan di jalan. Selain itu, kupingnya
yang besar sebelah, entah kenapa membuat Nang Leong
semakin tidak menyukainya. Menurutnya, jika telinga
seseorang tidak sama ukurannya, pastilah memiliki hati
yang culas dan tidak bisa dipercaya.
36
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 43 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Namun, ketika Pan Gembul menawarkan selembar
uang dua puluh ribu rupiah sebagai imbalan, Nang Leong
mengerutkan dahi sejenak. Dengan uang sebanyak itu,
pikirnya, ia bisa mentraktir si Kerti, pembantu di sebelah
yang telahlama merampassebagianhatinya. Sudahberbagai
rayuan maut dilancarkannya, namun gadis pujaannya
itu masih dingi-dingin saja. Ketika teringat akan sikap si
Kerti, tanpa sengaja Nang Leong mengerutkan dahi untuk
kedua kalinya. Pan Gembul, mesti gugup, dengan sigap
mengulurkan tambahan uang lima puluh ribu. Nang Leong
berulang kali mengedipkan matanya, tidak percaya dengan
kenyataan itu. Lantaran ingin memastikan, ia pentangkan
matanya yang sipit itu lebar-lebar, dahinya.terlihat seakan
akan berkerut lagi. Pan Gembul salah menduga, cepat
cepat ia merogoh sakunya. Kali ini uang seratus ribuan
bergambar mawar dengan setengah terpaksa diselipkan
ke tangan Nang Leong. GiIiran Nang Leong dengan sigap
.menyelipkan semua uang itu ke saku bajunya.Tanpa pikir
panjang lagi ia meraih pentungan karet yang tergeletak di
atas meja.
Sejenak Pan Gembul tampak lega sewaktu Nang
Leong mulai mengintip ke daJam kamar. Ia yakin penjaga
keamanan rumah susun ini akan sanggup meringkus
maling itu. 1a sungguh tidak percaya dengan si Tito,
satpam kerempeng yang sebetulnya mendapat giliran jaga
malam ini. Pikimya, satpam itu tentulah belum memiliki
pengalaman Sementara itu, Nang Leong telah lima tahWl
bertugas dan selama ini aman-aman saja. Lagi pula, badan
Nang Leong yang kekar itu mengingatkannya pada Mike
Tyson. Sekali pukuI, batinnya, pasti maling sialan itu akan
37
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 44 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
terjungkal.
"Seminggu lalu, sama seperti hari ini, ada suara
suara yang mencurigakan di kamar ini. Saya tidak berani
masuk, jangan-jangan maling itu membawa golok atau
celurit. Setelah ditemani tetangga, saya baru berani.
Sungguh mati Pak Leong, jendela kamar saya sudah
terbuka. Saya yakin maJing itu kabur melalui jendela,"
bisik Pan Gembul.
Anehnya, pada waktu itu tidak ada barang yang
hilang. Bahkan, jendela tidak sedikit pun mengalarni
kerusakan.
Nang Leong mengingat kisah itu. Selama berhari
hMi cerita tentang maling di kamar Pan Gembul terus
menjadi gunjingan penghuni rumah susun. Tetangga yang
ikut masuk ke dalam kamar sewaktu kejadian itu berhari
hari masih memendam kejengkelarmya. "Mau apa lelaki
sombong itu! Datang dengan panik dan mengganggu kita.
Dia,bilang ada pencuri, tetapi kamarnya aman-aman saja.
Jangan-jangan ia hanya mengarang cerita sensasi, sekadar
pamer rumahnya yang bagus dan perabotannya yang
mahal-mahal," tandas salah seorang tetangganya yang
tingal seblok dengan Pan Gembul.
***
Pan Gembul menelan ludah, tetapi tercekat di
pangkal lidahnya. Matanya masih khawatir dan melihat
ke sekeliling seakan mencari komplotan pencuri lainnya
yang mungkin saja sedang mengendap-endap mengawasi
mereka. Tangarmya yang gemetar dikepalkan seolah-olah
menggenggam sisa keberaniarmya. Berkali-kali dengan
38
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 45 |
pymupdf
|
Antoiogi Cerpen
gugup la mengibaskan rambutnya yang disisir dengan
rapi itu. Nang Leong melirik, tidak suka pada sikap Pan
Gembul itu. 1a merasa konsentrasinya terganggu karena
Pan Gembul terus saja mengocehkan hal-hal yang tidak
perlu di kuping kanan Nang Leong.
Jika memang benarada malingdi kamar PanGembul,
Nang Leong ragu untuk meringkusnya. Sesungguhnya, ia
sendiri takut berhadapan dengan penjahat, apalagi kalau
betul-betul bersenjatakan golok. Meskipun dirinya sudah
cukup lama bekerja sebagai tenaga pengaman, sejatinya
ia belum pernah sekali pun menangkap seorang pencopet
atau pencuri. Hanya suatu hari secara kebetulan saja ia
memergoki seorang anak yang kedapatan mengantongi
sebungkus kacang di warung dekat rumah susun itu.
Sehari-hari, saat ia mendapat giliran jaga, Nang
Leong hanya duduk-duduk di dalam pos satpanmya,
bersenandung kecil sembari mengikuti lagu dari siaran
radio.Pada pukul enam sore Nang Leong dengan semangat
berdiri di depan pintu gerbang, merapikan seragamnya,
menyisir rambutnya dengan jari kemudian menggoda
wanita-wanita yang baru pulang dari kantor. Hanya pada
waktu-waktu seperti itulah Nang Leong merasa dirinya
benar-benar menjadi seorang lelaki sejati. 1a semakin
sumringah bila salah seorang dari wamta-wamta itu
melempar senyum padanya. 1a tidak peduli, apakah senyum
itu sebuah balasan bahwa mereka menyukai Nang Leong
alau cuma senyum sims yang menyiratkan kejengkelan.
Sewaktu kedl dulu, Nang Leongingin sekali menjadi
seorang polisi, seperti ayalmya. Setiap kali ayalmya akan
berangkat kerja, Nang Leong diam-diam memasuki kamar
39
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 46 |
pymupdf
|
l()p~llg N~ngsih
orang tuanya dan perlahan membuka laei lemari di dekat
tempat tidur. 1a menyentuh senjata itu lalu mengangkatnya
dengan hati-hati. Pistol itu terasa berat, namun tidak
menghalangi niat Nang Leong untuk memegang dan
meraba-raba semua bagiannya. 1a kagum dengan bentuk
senjata yang kukuh itu, sarna seperti perasaan bangganya
terhadap sosok ayahnya yang tinggi dan tegap. Nang Leong
membayangkan suatu hari ia akan merniliki pistol dan juga
berhasil menembak seorang penjahat seperti yang pernah
dilakukan oleh ayahnya.
Sebagaimana biasa, suatu hari Nang Leong dengan
penuh semangat berangkat ke sekolah. Namun, pagi itu
tasnya terasa lebih berat. Oi tikungan , tidak jauh dari
rumah, Nang Leong sempat hendak memeriksanya. Hal
itu diurungkannya, ia menduga pastilah ibu memberikan
beka1 rna kcm siang dengan lauk pauk yang banyak.
Kemudian, sewaktu bel istirahat dengan riangnya ia
membuka tasnya di hadapan semua teman-temannya
sambil berjanji akan membagikan bekal makanannya. Akan
tetapi, seketika kelas. itu geger, anak-anak panik berlarian
seraya menunjuk-nunjuk penuh ketakutan ke arah Nang
Leong yang kebingungan.
Rupa-rupanya, Nang Leong
tidak sengaja membawa pistol ayahnya ke sekolah. Tanpa
pikir panjang, sambi] memohon kepada teman-temannya
agar tidak melaporkarmya ke guru, ia bergegas pulang.
Lalu menyelinap diam-diam ke kamar tidur ayahnya,
beruntung ibunya sedang di dapur. Sambil menarik napas,
Sl'g~rC\ senjata it'u ia kembalikan ke dalam laei. Belum
sempat meninggalkan kamar, ayahnya menerobos masuk.
Nang Leong tercekat, tangannya pura-pura sibuk merogoh
40
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 47 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
las sekolahnya. Sementara itu, ayalmya tampak bingung
memeriksa seluruh isi kamar, termasuk lemari dan juga
tidak ketinggalan kolong tempat tidur. Setengah putus asa
ayalmya menarik laci.
"Lho, kokada disini?" ujarayalmya setengah takjub,
namun terdengar gembira. "PadahaI tadi pagi kucari-cari
tidak ada," tambalmya. Sewaktu hendak berangkat kerja
ayah Nang Leong memang sempat kebingungan mencari
pistolnya. Lalu dengan tergesa-gesa pergi ke kantor karena
mengira senjatanya itu tertinggal di sana.
***
Nang Leong menyentuh permukaan pintu dengan
sangat perlahan, sementara itu napas Pan Gembul tertahan
di dekat telinganya. Nang Leong merasakan jantungnya
berpacu, menduga-duga apa sekiranya yang akan terjadi.
Seorang pencuri mungkin saja tengah menggasak isi lad
pedagang itu. Atau jangan-jangan, ia tengah bersiap-siap
menyambut dirinya dengan tebasan golok. Nang Leong
bergidik ngeri oleh bayangan pikirannya.
Pan Gembul yang tak sabar semakin sering
menggosokkan kedua belah tangannya. Nang Leong
bertambah ragu dan ciut nyalinya. Sekali lagi ia
menempelkan matanya di lubang kunci itu, pikirannya
menerawang terkenang pada suatu peristiwa di masa
kecilnya.
Saat berusia sepuluh tahun, Nang Leong mengalarni
kejadian yang tidak pemah dilupakannya. 1a terpaksa
bersembunyi di kamar mandi rumahnya. Melalui celah kecil
di pintu, Nang Leong melihat ayahnya sedang berhadapan
41
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 48 |
pymupdf
|
ropeng Nengsih
dengan seorang lelaki asing yang wajahnya bertopeng.
Nang Leong beserta kedua orang tuanya baru saja
pulang dari rumah kakek di desa. Saat mereka membuka
pintu kamar tidur, ibunya memergoki laki-Iaki itu tengah
mengaduk-aduk isi lemari. Ayah Nang Leong dengan
penuh kewaspadaan mendekat dan memerintahkan agar
pencuri itu menyerahkan diri. Di tengah situasi mencekam
ini, Nang Leong segera diselamatkan ibunya ke kamar
mandi pribadi yang ada di ruangan itu.
Lelaki itu berdiri membelakanginya dan Nang
Leong dengan jelas melihat ayahnya yang menatap
pencuri itu dengan raut wajah tegang. Mereka mengatakan
sesuatu, tetapi Nang Leong tidak bisa mendengar dengan
jelas. Sesaat kemudian tampak ayahnya mengatupkan
bibir rapat-rapat dan otot rahangnya seketika mengeras.
Ia mundur perlahan ke arah meja dan tangannya terlihat
berusaha menemukan pistolnya. Padahal, ia ingat bahwa
kemarin malam, tentu setelah puas menimang-nirnangnya.
" Ah, kenapa aku lupa mengembalikannya ..." keluh Nang
Leong.
Pencuri itu menggeleng sedikit lalu bergerak maju
seakan hendak menyudutkan ayah. Nang Leong melihat
pisau yang digenggam oleh pencuri itu berkilat-kilat. Nang
Leong bertambah cernas, bagaimana jika ayah tertusuk oleh
pisau itu, laIu maling itu menyandera ibu, dan mengancam
akan membunuhnya? la semakin erat memegang pegangan
pintu, bersiap untuk keluar bila terjadi sesuatu terhadap
ayahnya.
Belum usai Nang Leong membatin, terdengar suara
gaduh dari luar. Segera ia mengintip melalui celah kecil
42
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 49 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
pada pintu. Ia terkejut melihat kedua lelaki itu tengah
bergumul. Pisau itu sempat terlepas, tetapi segera diraih
kembali oleh pencuri itu. Keningayah berdarah, Nang Leong
mendengar ibu memekik. Seseorang berteriak kesakitan
dan kian banyak suara benda yang terjatuh. Menyaksikan
ayahnya berdarah-darah, urunglah niat Nang Leong untuk
keluar. Malahan, tangannya kian kuat berpegangan pada
gagang pintu. Ia terus mengintip dan mencoba membuka
matanya lebar-lebar, tidak dirasakan air matanya menetes.
Pintu kamar mandi itu berderak, Nang Leong tersentak
lalu mundur selangkah.
"Mereka bertarung di depan pintu ini. Bagaimana
jika pencuri itu masuk dan menemukanku?" Nang
Leong kian panik, ia merapatkan tubuhnya yang gemetar
ke dinding, berdoa dalam hati semoga piJ;ltu itu tidak
terbuka.
Sebuah pekik panjang mengakhiri kegaduhan itu.
Sejenak suasana hening, hanya terdengar isak ibunya.
Jantung Nang Leong berdetak kencang, ia bertanya-tanya
apakahyang telah terjadi. Ia mengintip, kemudian terkesiap.
la mellhat ayahnya terkapar di lantai, darah mengucur dari
dadanya. Sejenak Nang Leong hdak percaya, benarkah
ayah tewas begitu saja? Tangannya menyentuh daun pintu,
Nang Leong mulai terisak. Kemudian, dari lubang ktmci,
ia melihat m aling itu berdiri terpaku, tutup kepalanya
terlepas. Wajah maling itu begitu dingin. Matanya tajarn
seolah ia telah sering melakukan pembunuhan. Ada guratan
luka di pipinya, pastilah karena pertarungan tadi. Nang
Leong bertambah ngeri, telinga kanan lelaki itu terpotong
43
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 50 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
rata, tapi tidak terlihat tetesan daralmya.
Maling itu sesaat menoleh ke belakang, ke arah
kamar mandi. Nang Leong memejamkan matanya,
tubuhnya lunglai terkulai di lantai.
***
Terdengar suara benda yang pecah dari dalam
ruangan. Larnunan Nang Leong seketika buyar. la
mernandang Pan Gernbul, yang juga memandangnya. Pan
Gernbul sernakin kuat rneremas jari-jarinya.
"Aduh, barang-barangku, habislah sudah," batin
Pan Gernbul pasrah.
Keduanya berkeringat dingin dan menelan
ludah bersarnaan. Nang Leong kernudian rnernalingkan
wajalmya, perpura-pura rnengintip ke dalarn. 1a rnencoba
rnenyernbunyikan rasa takutnya, narnun tangannya yang
rnemegang gagang pintu gernetar dengan hebat.
Pan
Gembul
rnengerutkan
kening,
berusaha
n1t'nepis kecemasannya, kemudian bertanya, "Apa yang
terjadi di dalarn Pak?"
Nang Leong rnenatap wajah lelaki itu, hampir
seperti rnenerawang. Napasnya terengah ingin sekali
berterus terang pada Pan Gembul bahwa ia tidak sanggup
meringkus maling itu. Nang Leong merasa keberaniannya
sernakin berkurang, tubuhnya kian lemas saja. Nang Leong
benar-benar ketakutan, keringatnya kian deras rnengucur,
kakinya gemetaran dan pandangannya rnulai mengabur.
Seandainya saja ia bukan penjaga kearnanan, ia tentu akan
rneninggalkan tempat itu segera dan kernbali tidur di
44
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 51 |
pymupdf
|
Anto\ogi Cerpen
kamarnya.
"Pak Leong, ada apa?" suara Pan Gembul menya
darkarmya.
Nang Leong terkejut dan segera menyembunyikan
wajahnya yang pias itu. Ia membetulkan sarung yang
melorot dan tiba-tiba mengambil uang dari sakunya. Vang
itu basah oleh keringat. Pan Gembul tidak mengerti dan
berulang kali memandangi wajah satpam kekar itu. Dalam
hati ia mendesak Nang Leong agar segera saja mendobrak
pintu dan meringkus maling yang tengah beraksi dalam
kamarnya. 8aginya, setiap detik sangat berharga.
Pan Gembul sangat heran ketika Nang Leong
dengan tiba-tiba menyodorkan uang itu padanya.
"Pak Leong tidak jadi menolong saya?" tanya Pan
Gembul cemas. Lelaki itu menggosok-gosokkan tangan
dan matanya, menatap penuh harap.
Penjaga keamanan itu diam saja.
"Ayolah Pak, ayo tolong saya," pinta Pan Gembul
Jengan nada memelas.
Nang Leong terus menunduk. Ia mendengarkan
suara-suara di dalam kamar. Ia mendengar lagi beberapa
benda yang terjatuh dan bunyi derit benda yang tergeser.
"Pak Leong". Pan Gembul mengeluarkan dua
lembar seratus ribuan dan menjejalkarmya ke dalam tangan
Nang Leong.
Tanpa berkata-kata, Nang Leong menerima uang
itu. Ia menarik napas berat seakan telah memutuskan
pilihan yang sangat sulit. Ada lagi suara gaduh dari dalam
kamar. Satpam itu memegang pentung karetnya semakin
erat. Sekali tendang, pintu itu terkuak. "Jangan bergerak,
45
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 52 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
nanti saya tembak!/I pekik Nang Leong. La berdiri heran
mendengar ucapannya yang meluncur begitu saja dari
mulutnya.
Namun, kamar itu kosong. Hanya ada benda-benda
berserakan, sebuah cangkir pecah, dan taplak meja yang
kusut. Angin mendesir, Pan Gembul dan Nang Leong
saling pandang, menoleh bersama mencari arah datangnya
hembusan itu. Mereka tercekat. Jendela kamar telah terbuka
sebagian.
Sesuatu bergerak di sudut, di balik guci cantik
yang besar. Keduanya seketika waspada, ketegangan
menyelirnuti ruangan itu.
"Keluar,/I teriak Nang Leong dengan suara parau
dan nada datar agar terkesan lebih berwibawa. Ia teringat
wajah dingin pencuri yang membunuh ayahnya. Pan
Gembul secepatnya memegang lengan Nang Leong ketika
sesuatu bergerak di balik guci. Nang Leong mundur
selangkah, bersiap-siap dengan tongkat karetnya. Tanpa
diduga, Nang Leong mengayunkan tangalmya kuat-kuat.
"Brakk, pyaarr. .. .. /1 Guci itu pecah berantakan.
Sebuah bayangan melompat, Pan Gembul menjerit.
Seekor kucing hitam melompat dan hinggap tanpa suara di
bantaran jendela. Sekilas sang kucing menoleh, matanya
menyala memandang kedua orang itu. Lalu ia terjun ke
luar, menghilang di kegelapan malam.
Nang Leong tertunduk lemas. Napasnya nyaris
putus. "Kucing itu, tidak punya telinga," bisiknya lirih.
46
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 53 |
pymupdf
|
KEMBAUKAN SAYAPKU
r p~ ~ ~
Sewaktu aku keci!, ibu sering mengucapkan
sesuatu yang tak pemah dimengerti. Ucapan itu sayup
sayup menampakkan kembali semua pemandangan masa
kecilku.
Setiap wanita dilahirkan dengan memiliki sepasang
sayap yang putih dan indah. Sepasang sayap itu akan
mereka gunakan untuk terbang ke khahyangan dan memikat
penghuni khahyangan yang akan menjadi dasar hidup
mereka di kemudian hari. Oleh sebab itu, kamu harus
menjaga sepasang sayap indah yang kamu miliki sebab
sayap yang sudah kau lepaskan sekali tak akan pernah bisa
tumbuh untuk yang kedua kalinya, ucap ibuku yang pada
waktu itu hanya bias membuatku bingung.
Sering aku tanyakan apa maksud ibu saat itu, tapi
ia tak mau mengatakanya padaku. Waktu pun bergerak,
walau perlahan, kami berdua tak pernah membicarakan
semua itu lagi. Tentang sepasang sayap yang tak pernah
kulihat di setiap sudu t tubuhku.
Perlahan aku mulai mengerti maksud ibuku. Makna
kata-kata yang d ulu membuatku kesal tak mengerti,
akhirnya telah mulai terkuak. Namun, aku tak akan pernah
bisa membuka arti kata-kata ibuku kalau bukan karena
Riyanti, taman sekelasku yang telah ku kenaI akrab sejak
47
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 54 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
kecil.
Bagiku, Riyanti adalah teman akrab yang tidak
akan pernah tergantikan. Sejak ked!, kami sudah terbiasa
bermain bersama-sama, demikian pula saat belajar di
sekolah kami selalu di kelas yang sama. Saat penjurusan
di bangku SMA pun kami memilih jurusan yang sama dan
mendapatkan kelas yang sama pula. Riyanti adalah sosok
yang cantik, periang, dan gemar menolong.
Setidaknya, aku masih berpikir dengan menjadi
teman akrab seseorang, kita akan benar-benar bisa
mengenalnya seratus persen. Hingga waktu itu, saat
dimana aku sadar bahwa di dunia ini tak ada yang paling
kita kenaI, selain diri kita sendiri.
"Kriiiiiiing...!" Bunyi bel memekakkan telinga itu
seketika menghentikan jantungku. Aku yang tengah asyik
dengan lamunanku, lekas-lekas membuang bungkus kedl
yang tadinya berisi jajanan ke tempat sampah. Tanpa ba,
bi, bu, aku lekas mengeluarkan buku pelajaran biologi
yang sejak tadi benggong dalam tasku. Kutata rapi meja
di hadapanku yang penuh dengan bulpoin, pensil, karet
penghapus, berikut penggaris yang tadi sibuk aku gunakan
saat menghitung belasan rumus turunan Einstein.
Kelas telah penuh saat Bu Ratrni memasuki ruangan
kelas. Guru yang terkenal dengan sifat keibuannya
itu sekaligus merupakan wali kelas yang senantiasa
melindungi kami dari cengkraman taring dan kuku para
sumirodon pembunuh.
"Selamat siang, semua! Hari ini, kita akan membahas
kondisi kelas, sebelum membahas pelajaran," ucap Bu
Ratmi sembari melemparkan senyum pada kami semua.
48
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 55 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
"Bagaimana keuangan saat ini, wahai bendahara?"
ucapnya pada bendahara.
"Sudah cukup, Bu. Tidak ada kebocoran yang cukup
berarti," sahut bendahara.
"Baiklah, kalau begitu apa ada masalah? Misalnya,
dengan beberapa orang guru?" tanya Bu Ratmi penuh
perhatian.
"Tidak ada, Bu!" ucap siswa di sekelasku kompak.
"Sekarang
kita
lagsung
saja...,
hai,
tunggu!
Kelihatanya ada satu penghuni yang tak menampakkan
batang hidungnya!" ucap Bu Ratrni sambil menatap bangku
nomor tiga dari depan.
"Itu, kalau tidak salah bangku Riyanti kan?" tanya
wali kelasku pada Rita, siswi yang duduk satu bangku
dengan Riyanti.
"Iya, Bu," jawab Rita
"Apa kamu tahu di mana dia sekarang? Tidak
biasanya kelas ini tak lengkap saat ibu mengajar," ucap Bu
Ratmi.
"Tadi Riyanti memberi tahu saya bahwa dia
berencana izin pulang untuk mengambil buku pelajaran
biologinya yang tertinggal," jawab Rita.
" Kalau begitu, kita lanjutkan saja pelajaran kemarin,
baik, sekarang buka halaman 2561" pinta Bu Ratmi.
Mendengar pernyataan Rita tadi, aku merasa sedikit
heran. Tidak biasanya Riyatni izin tanpa memberi tahuku.
Bukannya egois, tapi aku dan Riyanti memang selalu seperti
itu. Saat salah satu dari kami mendapat kesulitan, kami
berdua akan langsung membicarakannya. Sampai saat ini,
tidak ada rahasia Riyanti yang tidak kuketahui, begitu pula
49
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 56 |
pymupdf
|
10peng Nengsih
Riyanti yang hafal setiap rahasiaku.
"Kenapa,Yarn?Apaadamasalahdengarunu?Katakan
saja," ucap Bu Ratmi yang sedikit mengagetkanku.
"Tidak... ! Tidak ada apa-apa, Bu!" ucapku membalas
pertanyaannya dengan senyum kecil.
Sambil mendengarkan pelajaran dari Bu Ratmi, aku
tak henti-hentinya berpikir tentang Riyanti. Konsentrasiku
terbagi dua, satu menuju ke papan tulis yang penuh berukir
huruf-huruf dan satunya lagi menuju ke seorang ternan
terbaik yang kumiliki sejak kecil.
Setelah papan tulis dihapus dan ditulis ulang
sebanyak dua kali oleh Bu Ratmi, tiba-tiba ia membalikkan
tubuhnya yang tadi menghadap papan tulis dan langsung
berkata, "Apa Riyanti tak datang juga sejak tadi? Lima
mernt lagi bel pulang akan berbunyi, apa dia benar-benar
izan pulang ke rumah untuk mengambil sebuah buku?"
"Saya juga heran, Bu. Tadi dia cuma memberi tahu
saya seperti itu," jawab Rita.
Bu Ratmi hanya terdiam. Wanita paruh baya itu
lantas meminta kami untuk memasukkan semua peralatan
belajar kami ke tas masing-masing dan tak lupa turut
meminta kami semua untuk membersihkan kelas sebelum
berdoa.
Saat doa selesai dipanjatkan, bel pulang berbunyi.
Namun, semua itu justru semakin memperuncing rasa
kekhawatiranku. Saat siswa sekelasku mulai beranjak ke
Iuar dari ruangan kelas, aku segera bergegas menghampiri
Rita.
"Rita, tunggu sebentar! Apa tadi Riyanti cuma
berkata seperti itu padamu?/1 Tanyaku mencegat Rita yang
50
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 57 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
beranjak pergi dari kelas.
"Iya, memang cuma itu saja yang dia katakan
padaku," ucapnya sembari menmggalkan ruang kelas yang
mulai sepi.
Setiba di rumah, aku tak henti-hentinya memikirkan
Riyanti . Selesai berganti pakaian, aku segera mengambil
peralatan makan yang berjejer rapi di dekat meja makan.
Ibuku segera menyapaku, "Sudah pulang, ya!
Kenapa hari ini kamu langsung menuju meja makan?
Biasanya kan sepulang sekolah kamu menyapu kamarmu
terlebih dahulu?"
"Tidak, Bu l Saya hanya perlu memastikan sesuatu!
Bukan hal yang luar biasa," jawabku sambil menyantap
lauk yang tersedia.
Ibuku langsung menghampiriku dan duduk di kursi
meja makan yang sedang kosong. "Raut wajahmu tidak
seperti biasanya. Kali ini sedikit keruh. Kalau ada masalah
berarti, lebih baik langsung kamu bicarakan! Nanti hanya
akan mengganggu cairan darah di wajahmu, akibatnya
wajahmu bisa jadi keruh seperti air sungai di dekat pasar,"
ucap ibuku .
"Tidak, Bu! Benar, bukan masalah yang berarti.
Wajah saya jadi keruh karena memikirkan tugas yang
menumpu k. Saya bergegas makan semata-mata agar tugas
itu bisa secepatnya terselesaikan. Sungguh, cuma itu,"
ucapku disertai ekspresi yang kuharap bisa meyakinkan
ibuku.
"Bagaimana dengan kuncup bunga yang sering ibu
ceritakan padamu dulu? Saat menjelang mekar akan ada
banyak kendala yang menghalangi kesempurnaannya.
51
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 58 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
lbu tahu betul itu' Bangkai rusa yang telah susah payah
disembunyikan macan tutul di pepohonan lebat di tanah
Afrika sana, pasti akan tercium oleh hyena, ucap ibuku
sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Paman Arya jam 3 siang nanti akan datang. Jadi,
sebaiknya kerjakan tugasmu. Besok ia sudah berangkat
kembali ke Australia. Kalau kamu benar-benar ingin
bintang-bintang itu menerangi hidupmu, kamu harus
mengorbankan hal lain, meski kamu menganggapnya amat
penting," ucap ibuku ketika hendak benar-benar pergi dari
ruang makan.
Aku cepat-cepat menghabiskan makan siangku itu.
Tak bisa kubayangkan kalau ternyata Paman Arya besok
harus kembali ke Australia. Bagaimanapun, aku harus tahu
persyaratan untuk memperoleh beasiswa dari perguruan
tinggi di sana, mengingat kondisi ekonomi keluargaku.
Setelah kukerjakan semua tugas rumah dan tugas
sekolahku, kuamati jam dinding di karnarku. Ternyata, lima
belas menit lagi sudah pukul tiga. Aku segera mengangkat
gagang telepon rurnahku yang sedang nganggur. Kuputar
nornor telepon rumah Riyanti, tetapi tak ada jawaban sarna
sekali.
Bergegas aku pamit keluar kepada ibuku. Aku
berlari sekencang-kencangnya, rnengingat waktu sudah tak
hegitu mernberiku kesempatan lebih banyak. Begitu tiba di
rumah Riyanti yang tak begitu jauh dari rumahku, kulihat
tulisan "OIKONTRAKKAN" yang terparnpang begitu
jelas di pagar rurnahnya. Jantungku berdegub kencang
karena letih berlari dan juga karena rneliha t tulisan di
pagar rurnah Riyanti yang tarnpak begitu jelas. Oi bawah
52
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 59 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
tulisan itu tercatat nomor handphone seseorang. "Mungkin
ayah Riyanti," pikirku sambil mencatat nomor tersebut
ke lumdphol1e-ku yang berlayar hitam putih yang sudah
ketinggalan zaman.
Dengan sedikit lemas, aku berjalan pulang, begitu
sampai di rumah, ternyata pamanku yang sejak lama
menetap di Australia, telah datang. Bukannya aku yang
menyambut kedatanganya, malah ia yang menyambutku.
Dengan keramahanya, kami berdua asik berbincang
bincang tentang rencana studiku ke depan dan tentang
kisah hidup pamanku yang dulu mendapatkan beasiswa
belajar di Australia yang hingga kini menetap di sana
setelah memperistri seorang wanita kulit putih yang telah
memberikanya seorang anak Ielaki.
Aku kagum terhadapnya. Ibu sering bercerita
padaku bahwa tiap orang telah membawa karmanya sejak
lahir bersama gen warisan orang tuanya. Kalau karma bisa
di-copy layaknya gen, ingin ku-copy karma pamanku yang
menyebabkannya menjadi seperti ini lalu ku tanam ke
dalam diriku.
Berbincang-bincang dengan Paman Arya mem
buatku dapat menepis sedikit rasa kekhawatiranku
tentang Riyanti. Kami berbincang-bincang hingga burung
hantu mulai terdengar bernyanyi di bawah terpaan cahaya
bulan.
Malam itu sungguh sepi, aku berada di sebuah
lorong dan kulihat Riyanti yang berdiri di ujung lorong
itu. Kegelapan malam yang menyeruak akibat bulan yang
tertutup awan menghalangi pandanganku.
53
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 60 |
pymupdf
|
Topt:ng Nengsih
"Riyanti, itu kamu, kan? Tadi siang ke mana saja
kamu? Aku mengkhawatirkanmu. Apalagi saat tahu kalau
kamu sudah pindah rumah. Kenapa kamu tidak mau
memberitahuku sebelunmya? Nomor di bawah tulisan
" DIKONTRAKKAN" itu nomor lwndphone orang tuamu,
kan? Aku sudah SMS nomor itu, orang tuamu sudah
menerimanya, kan? Maaf. .., aku Iupa mengetik namaku di
sana," tanyaku panjang Iebar.
Awan yang menghalangi bulan mulai meninggalkan
dewi malam itu. Punggung Riyanti yang membelakangiku
mulai terlihat dengan jelas. Kulihat ia menggunakan baju
dan celana panjang berwarna putih
Perlahan, Riyanti mulai membalikkan wajahnya.
Wajah Riyanti sedikit mengejutkanku. Wajahnya teramat
pucat, bibirnya berwarna merah meski tak begitu tua.
Matanya perlahan-Iahan menunjukkan gejala aneh. Lensa
mata yang seharusnya berwarna coklat tua layaknya orang
Asia pada umumnya itu, perlahan-Iahan berubah menjadi
merah. Semakin memerah dan menjadi merah Iayaknya
darah segar yang baru mengucur deras. Mata itu, bahkan
mengeluarkan cairan darah yang amat merah, mungkin
lebih merah dari darah kebanyakan. Merah hati bercampur
hitam.
Aku amat terkejut melihat semua itu. Oi tambah
Iagi dengan sepasang sayap yang menyeruak keluar
dari punggung Riyanti. Namun, semua bulu-bulu yang
menyusun sayap berwarna putih berbalut abu-abu tanggal
dalam sekejap mata. Sayar itu lenyap seketika disertai
tangisan darah dari mata Riyanti, yang juga berwarna
merah.
54
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 61 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Wajahnya yang tadi tak menunjukkan ekpresi apa
pun itu, kini mulai menunjukan aroma kesedihan. Setiap
inci dari kulit Riyanti mengelupas. Kulihat belatung yang
berkerumun di bawah kulitnya yang mengelupas.
Aku berteriak. Seketika itu pula aku bangun dari
tidurku. "Hanya rnimpi," pikirku sambil mengusap
keringat yang bercucuran di setiap sudut wajahku. KuIihat
jam yang menunjukan pukul 2.30. Aku segera kembali
menutup mataku disertai denyut jantung yang kencang tak
berhenti.
"Apa sebetulnya yang terjadi pada temanku,
Riyanti? Tuhan, semoga dia baik-baik saja," ucapku dalam
hati sambil mencoba tidur kembali.
Hari ini, aku tak mendapatkan Riyanti di sekolah,
saat itu pelajaran sekolah baru mulai. Saat jam istirahat,
kutemui Bu Rahni, guru wah kelasku.
"Perrnisi, Bu. Maaf menggangu Ibu yang sedang
ishrahat." Saat itu, Bu Rahni hendak meneguk secangir
teh.
"Oh tidak apa-apa, Yani! Memangnya ada apa
dengan Riyanti?' sahutnya ramah.
"Saya sudah mengenal Riyanti sejak kami berdua
masih kecil dan saya rasa ini bukan Riyanti yang saya
kenai sejak lama. Kemarin saya berkunjung ke rumahnya
dan ternyata rumah yang selama ini dia tempati sudah
dikontrakkan. Saya juga sempat mengirim sms ke lumdplwne
yang tercantum di depan rumahnya tapi hingga kini belum
ada balasanya," terangku panjang lebar.
"Kalau hanya sehari, belum saatnya pihak sekolah
turun tangan. Barangkali, kemarin ia punya urusan
55
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 62 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Wajahnya yang tadi tak menunjukkan ekpresi apa
pun itu, kini mulai menunjukan aroma kesedihan. Setiap
inci dari kulit Riyanti mengelupas. Kulihat belahmg yang
berkerumun di bawah kulitnya yang mengelupas.
Aku berteriak. Seketika itu pula aku bangun dari
tidurku. "Hanya mimpi," pikirku sambil mengusap
keringat yang bercucuran di setiap sudut wajahku. Kulihat
jam yang menunjukan pukul 2.30. Aku segera kembali
menutup mataku disertai denyut jantung yang kencang tak
berhenti.
"Apa sebetulnya yang terjadi pada temanku,
Riyanti? T uhan, semoga dia baik-baik saja," ucapku dalam
hati sambil mencoba tidur kembali.
Hari ini, aku tak mendapatkan Riyanti di sekolah,
saat itu pelajaran sekolah baru mulai. Saat jam istirahat,
kutemui Bu Rahni, guru wali kelasku.
"Permisi, Bu. Maaf menggangu Ibu yang sedang
istirahat." Saat itu, Bu Rahni hendak meneguk secangir
teh.
"Oh tidak apa-apa, Yani! Memangnya ada apa
dengan Riyanti?' sahutnya ramah.
"Saya sudah mengenal Riyanti sejak kami berdua
masih kecil dan saya rasa ini bukan Riyanti yang saya
kenaI sejak lama. Kemarin saya berkunjung ke rumahnya
dan ternyata rumah yang selama ini dia tempati sudah
dikontrakkan. Saya juga sempat mengirim sms ke lumdplwne
yang tercantum di depan rumahnya tapi hingga kim belum
ada baJasanya," terangku panjang lebar.
"Kalau hanya sehari, belum saatnya pihak sekolah
turun tangan. Barangkali, kemarin ia punya urusan
55
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 63 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
keluarga yang tak harus diketahui oleh pihak sekolah,"
kata Bu Ratmi.
" Narnun, sebagai ternan dekatnya, saya arnat
rnengkhawatirkanya. Mengapa ia tidak rnengatakan apa
apa sebelumnya? Saya takut terjadi sesuatu pada Riyanti,"
ucapku penuh kekhawatiran.
"Yani, kau dan ternan-ternanmu semua rnasih sangat
bening' Kahan semua masih sangat mudah diwarnai.
Namun, ibu yakin, walau bening sekalipun, lapisan bening
yang sudah kuat tak akan bisa diwarnai. Jadi, jangan
khawatir! Kamu mengenalnya sejak keci!, kant' ucap Bu
Ratmi rnenenangkanku.
Pelajaran pun mulai berlangsung, tapi semua itu
makin sulit masuk ke otakku. Aku terus berpikir tentang
Riyanti dan tak henti-hentinya berharap semoga ia baik
baik saja.
Esoknya, kembali langkahku memasuki ruang kelas
dengan lunglai. Begitu memasuki ruang kelas, tiba-tiba
aku mendapat sarnbutan yang tak kusangka. "Hai, kenapa
- kaml! terlihat Iernas? Pagi-pagi rnestinya kan cerita, dong'"
ucap Riyanti yang membuatku langsung terkejut.
"Riyanti, ini kamu kan? Ya Tuhan, kamu bak
bail< saja, kan? Kamu pindah rurnah, ya? Mengapa tidak
rnemberi tahuku sebelumnya?" tanyaku penuh rasa lega.
"Maaf, ya. Aku sengaja ingin rnembuat kamu
terkejut Karnu ini memang suka mengheboh-hebohkan
segala sesuatu, ya, kan?" ucapnya lantas tertawa.
"Karnu jahat banget! Oh iya, aku berencana akan
ngelanjutil1 kuliah di Australia, lho! Kemarin aku tanya
sarna pamanku yang tinggal di sana seputar beasiswa dan
56
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 64 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
universitasnya, gimana? Kamu tertarik? Kalau urusan uang
kamu kan selalu siap," ucapku pada Riyanti.
"Ngawur, oh, boleh juga, nanti aku pikir-pikir dulu,
ya l Tapi aku punya rencana kuliah di universitas di ibu
kota. Sepertinya, aku bakalan lebih condong ke sana! Akan
tetapi, kalau kamu nanti kuliah di sana, jangan lupa sarna
aku, ya! Ucapnya sambil tersenyum lebar.
Kami berbincang-bincang riang amat lama. Semua
hal yang telah terjadi sebelumnya seolah lenyap begitu saja
dari benakku. Namun, satu hal yang membingungkannku
adalah wajah Riyanti yang tidak seperti biasanya.
Entah layu, entah kurang segar, entah lesu, aku tak bisa
menemukannya. Meskipun ia menyambutku dengan cerita
seperti biasanya, ada satu hal yang tak bisa kutemukan kali
1m .
" Kriiing ...'" bunyi bel yang memekakkan telinga itu
seketika menghentakkan jantungku. Aku yang tengah asyik
.dengan santapan kecilku seketika lekas-lekas membuang
bungkus santapanku itu ke tempat sampah. Tanpa ba, bi,
bu, aku lekas mengeluarkan buku pelajaran bahasa Iinggris
yang sejak tadi bengong dalam tasku. Kutata rapi meja di
hadapanku yang tadi penuh dengan bolpoin, pensil, karet
penghapus, berikut penggaris yang tadi sibuk kugunakan
saat menghitung belasan rumus turunan Pythagoras.
Seisi kelas terdiam saat Pak Oktav memasuki
ruangan kelas. Guru yang terkenal dengan sifathumoris tapi
tegas itu kadang kala dapat berubah menjadi Megalodon 3
pembunuh, terutama jika ada siswa yang tak mengerjakan
tugas pemberiannya.
57
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 65 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
"Good afternoon, students! Kelihatarmya kali ini
kalian tidak lengkap!" ucap pria berpostur tubuh tinggi itu
sambil melihat bangku kosong tempat Riyanti duduk.
"Bagaimana miss? Apa Anda tahu di mana gerangan
penghuni bangku kosong itu? Tanya Pak Oktav pada Rita
yang langsung membuat beberapa orang siswa tertawa.
"Tadi penghuni bangku kosong ini memberi tahu
saya kalau dia izin pulang untuk mengambil buku pelajaran
bahasa Inggrisnya yang tertinggal," jawab Rita.
"Lagi? Padahal baru hari ini dia sekolah. Masa
langsung izin? Pikirku.
Tak beberapa lama berselang, Riyanti menampakkan
batang hidungnya tepat di pintu masuk kelas. Tapi, satu
hal yang tak kumengerti adalah butiran-butiran air mata
yang mengalir deras di wajahnya, terutama pipinya.
"Per... perrnisi...per...rnisi, Pak! Ucapnya terisak
isak dan langsung menuju bangku tempat duduknya.
Riyanti langsung menutup wajahnya dengan lengan kiri
dan lengan kanannya yang ia rapatkan di atas meja.
Celagat Riyanti membuat Pak Oktav bertanya,
"What happened to you, miss?
Are you all-right?" Namun, Riyanti tetap menangis
terisak-terisak dan tak menjawabnya.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku bergegas
hendak menghampiri Riyanti, tapi ia sudah pulang
sepersekian detik setelah bel berbunyi. Segera kukirim
SMS padanya untuk mengetahui alamat rumah barunya.
Namun, tetap tak ada balasan.
Keesokan paginya, Riyanti kembali tidak masuk
sekolah. Kekhawatiranku kembali muncul melalui setiap
58
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 66 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
celah kulitku. Namun, aku kembali mencoba untuk menepis
semua itu, mengingat apa yang terjadi kemarin pagi.
Bel
istirahat
kembali
berbunyi,
Bu
Ratmi
memanggilku untuk berbicara empat mata di ruang guru.
"Maaf mengganggu kamu yang hendak makan, tapi ada
yang mau ibu bicarakan tentang Riyanti, ternan akrabrnu
itu," ucapnya padaku.
Aku beranjak dari tempat dudukku dan langsung
menuju ke ruang guru. Di meja Bu Ratmi, kami kembali
rnelanjutkan pembicaraan. "Ada apa dengannya, Bu?/I
tanyaku khawatir.
Sambi] menghela nafas panjang, Bu Ratmi kembali
berbicara, "Maaf Yani, ibu rasa kamu belum mengenal
Riyanti 100 persen. Dia sengaja merninta ibu rnenyampaikan
ini padamu dan tolong katakan pada teman-ternan
sekelasmu bahwa Riyanti pindah sekolah karena ayahnya
pindah tugas./I
"Pindah sekolah? Pindah tugas? Kenapa Riyanti
tidak memberi tahu saya? /lucapku penuh penasaran
bercampur terkejut.
"rtu bukan kenyataan yang ingin ibu sampaikan
padamu r Yang harus kamu ketahui adalah... ibu harap,
sebagai ternan terbaik dalam hidupmu, kamu sudah siap
mendengar semua ini" tambah Bu Ratmi.
"Langsung saja, Bu! Sebenarnya ada apa dengan
Riyanti?" sahutku tidak sabaran.
"Riyanti bukannya pindah sekolah dan ayalmya
tidak pindah tugas, tetapi Riyanti berhenti sekolah dan
pulang ke kampung halaman ayahnya di desa, di luar
pulau," jawabnya.
59
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 67 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
"Kenapa, Bu? Tanyaku menanggapi perkataan Bu
Rahni.
"Kau tahu, sembilan bulan lagi Riyanti akan melepas
masa mudanya!" jawabnya.
Betapa terkejutnya aku, jantungku terasa terbelah
dua disayat-sayat pedang serta ditikam tombak. Aku tak
dapat menahannya lagi, butiran air kini menguap lewat
indera penglihatanku walau sedikit.
"lbu tahu bagaimana perasaanmu..." ueap Bu
Ratmi yang langsung menghapus butiran air yang jatuh ke
pipiku.
Australia yang kering dan panas menyapaku. Sudah
tujuh bulan aku pindah kemari. Sejak semua itu berlalu.
Sejak aku mengerti makna kata-kata ibuku yang dulu kerap
membuatku bingung tak mengerti.
Dari jendela bis kota ini, kulihat jalan-jalan di
Brisbane yang dihiasi bangunan bergaya Eropa. Butiran
butiran pasir-pasir Viktoria kerap kali membuat dadaku
sesak. Butiran pasir yang terbang terbawa angin itu
memenuhi dadaku dengan kenangan yang ingin kubuang
jauh-jauh. Saat ini, aku tengah mengikuh jejak pamanku.
Entah ini merupakan karma pamanku yang ia copy dan
tanam seeara diam-diam kepadaku, atau memang bagian
dari karmaku.
Aku tak pernah bisa melupakan semua itu, saat arh
kata-kata ibuku itu ternyata diperlihatkan oleh Riyanh,
ternan akrabku sejak keeil. Tidak pernah bisa kuhilangkan
rasa sakit ini, rasa kehilangan ini, dan rasa kesepian ini.
Sebagai anak tunggal, aku tak pernah bisa menemukan
seorang teman yang mengerh diriku, selain Riyanh.
60
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 68 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Apakah semua ini merupakan pengorbanan yang
harus kulakukan untuk bisa mendapatkan kesempatan yang
kuinginkan? Kenapa harus Riyanti? Kenapa harus Riyanti,
teman yang mengajarkan segalanya padaku tentang hal-hal
seusiaku7 Kenapa hams dia? Ternyata benar apa kata ibuku,
"Kalau kamu benar-benar ingin jalan bintang-bintang itu
menerangi hidupmu, kamu hams mengorbankan hal lain,
meski kamu menganggapnya amat penting!" Mungkin,
kalau tahu akan begini, aku lebih memilih Riyanti daripada
semua ini. Riyanti, yang telah kuanggap saudara kandung
yang tak pernah ibu berikan padaku.
Andai aku bisa memutar waktu yang terus berjalan
ini, ingin segera kuputar kembalii saat-saat aku dan Riyanti
masih gadis-gadis keci!. Ketika hanya kami berdua dengan
kenangan di taman bunga yang indah, tanpa rasa pedih,
sakit, dan sendu. Andai aku bisa mempertanyakan semua
ini, ingin kukirim semua perasaan ini pada penggerak
semua kisah manusia. Ka1au aku bisa, ingin kubun uh
semua emosi yang bergejo1ak dalam diriku ini, walau aku
harus menjadi seperti robot yang hanya bisa berja1an lurus
satu arah sesuai program yang telah terpasang sejak mereka
diciptakan.
Kenapa Riyanti menyimpan semua rahasia itu
dariku? Ternyata mirnpi telah menunjukkan segalanya
padaku. Riyanti kini telah kehilangan sepasang sayapnya.
Menurut kabar yang kudengar, karena kesulitan ekonomi,
Riyanti rela menjual sayapnya kepada para iblis itu, iblis
kejam yang kerap kali memsak sayap perempuan bening
macam Riyanti. Setelah sepasang sayap Riyanti tanggal
seutuhnya, iblis itu pun 1enyap ke dalam surga, menyamar
61
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 69 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
sebagai bidadari.
Padahal, Riyanti selalu menunjukkan padaku bahwa
ia tak pemah mengalami kesulitan ekonomi. Ia selalu
bersikap seolah-olah ia lahir amat berkecukupan, bahkan
lebih. Mengapa rnanusia gemar hidup dalam sebuah
kepalsuan yang menyedihkan? Padahal, di balik semua
itu tak ada sesuatu yang lebih berarti ataupun berharga.
Kosong tanpa inti.
Saatini, Riyanti telah menjadi seorang manusia biasa,
tanpa sayap, namun berdua hati dengan benih, yang kelak
akan tumbuh entah menjadi malaikat bersayap sepasang
sepertinya, ataukah iblis seperti pencuri sayap ibunya.
Hanya waktulah yang akan menjawabnya. Sementara itu,
Riyanti yang kini hanya seorang manusia biasa, hanya
bisa memandang dunia khahyangan yang penuh berisi
malaikat dan dewa. Malaikat yang teIah berhasil memikat
dewa penghuni khaltyangan sana dan turut pula menjadi
penghuni khnhynngnn.
Sambil menunggu muncuInya apartemen sederhana
yang kutinggali di negara ini, tak terasa air dari mataku
kembaIi berurai, waIau hanya satu-dua detik.
"Are You all-right?" ucap pria buIe yang duduk di
sebelahku.
Aku hanya menjawab dengan senyuman, sambiI
kuseka air mataku lekas-Iekas.
62
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 70 |
pymupdf
|
B RU GTU B£RNAMA
PAN C AWAN
,. g. ~~.4~
"Pancawan, Pancawan...!"
Sudah berhari-hari aku disibukkan dengan ulah
konyol burung kesayanganku. Setiap pagi ia akan datang,
mencariku di teras rumah. Ia akan naik ke bahu kananku
dan bersungut-sungut meminta segenggam kecil jewawut
kering ... makanan kesukaannya. Pancawan, itu namanya.
Aku memungut nama itu dari cerita-cerita lama yang ditulis
oleh ayahku. Ia menulis sebuah kisah tentang perjalanan
Rama dan Sita di sebuah desa kecil bemama Pancawati.
Ayahku berkata desa itu sangat indah, seindah surga
dengan hamparan taman bunga seolah tak bertepi yang
membuat Sita terlena. Entah mengapa, akhirnya nama itu
kuangkat menjadi nama seekor burung dara hitam yang
hba-tiba bersungut di depanku pada suatu senja. Padahal,
nama itu sarna sekali tidak mewakili perawakannya yang
hitam seperti arang dapur.
Pancawan adalah seekor burung dara yang manja.
Ia memiliki sepasang mata berkilat emas dengan bintik
hitam di tengahnya. Bintik itu benar-benar hitam sehitam
bulunya. Ayahku yang juga penggemar batu mulia
selalu mengkhayal memiliki batu mata dara yang seperti
mata pancawan. Singkatnya, mata itu sungguh indah. Di
63
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 71 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
kepalanya menyembul jambul kecil seperti tanduk. Ia juga
memiliki lingkaran bulu putih di lehernya, yang kurasa
menandakan bahwa ia bukan burung sembarangan. Orang
berkata, jika memiliki dara dengan bulu menyerupai kalung
di lehernya, orang itu akan makmur.
Pancawan tidak pernah bersuara. Ia seekor burung
yang pendiam. Tampaknya, ia juga tidak punya kawanan
seperti burung dara pada umurnnya yang selalu terbang
dan hinggap berkelompok. Ia hanya terbang menyendiri
melanglang buana tanpa tujuan ketika hari menjelang sore,
Ialu kembali pulang ke pangkuanku ketika sore terbenam.
Aku tidak tahu ke mana ia pergi selama itu. Yang jelas
bagiku, ia pergi ke arah barat searah matahari berlalu.
Suatu hari, Pancawan tidak pulang ke rumah.
Sampai sesore itu ransurnnya masih tersisa banyak di
tempat biasa aku menebarnya. Sungguh aneh.
"Hari ini sungguh beruntung," tiba-tiba aku
mendengar nada yang tidak selaras dengan alur pikiranku.
Kata-kata itu datang dari ayah. "Kau tahu, Srinaya?
Akhirnya batu permata dara ini menjadi rnilik ayah!".
Permata kecil berwarna kuning dengan bintik
hitam itu terpendar dari cincin yang dikenakan ayah.
Mengingatkanku pada mata Pancawan.
"Ayah dapat dari mana?" aku menginterogasi.
Kecurigaanku timbul.
"Seorang ternan ayah membelinya dari seseorang,"
papar ayah. "Katanya permata ini langka. Hanya ada
sepasang. Kebetulan ayah mendapatkan salah satunya.
Entah yang lain dibawa siapa, tapi seandainya dua-duanya
ada di sini... "
64
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 72 |
pymupdf
|
Antoiogi Cerpen
Aku tidak menjawab. Permata itu begitu mirip mata
Pancawan, begitu mirip.
Selamaberhari-hariakuterusmenunggu kedatangan
Pancawan. Terhitung sudah lima hari berturut-turut ia
tiJak memakan ransumnya. Setiap hari aku membersihkan
ransum itu dan menggantinya dengan yang baru, namun
selama itu, tidak ada tanda-tanda dari burung dara hitarn
itu.
Kecurigaanku
makin kuat
ketika
mengingat
perkataan ayah bahwa batu mata dara hanya ada
sepasang.
Jangan-jangan Pancawan...
"Ah, tidak!" tukasku di sela renunganku. Pancawan
itu burung dan mana mungkin mata bunmg sengaja
dicongkel untuk hiasan cincin? Konyo!.
Tepat di hari ketujuh, tiba-tiba saja pagi itu aku
dikejutkan oleh teriakan adikku yang melengking tinggi.
Aku lari ke halaman dan kulihat ia sedang mendekap
seek~r merpati hitam legam yang terlihat tidak bertenaga.
Aku mendekat untuk memperhatikannya dengan lebih
seksama. Ada kalung buIu berwarna putih di lehemya.
Tidak salah lagi! ltu Pancawan'
"Kakak," panggil adikku. "Dia tidak punya mata!"
Benar! Kedua mata Pancawan telah lenyap. Aku
mendadak mual sekaIigus kasihan ketika menatap dua
cekungan bekas mata di kepalanya. Siapa, siapa yang
tega mencongkel mata Pancawan sehingga ia begitu
menJerita 7
Aku merebut Pancawan malang dari tangan adikku.
Dia protes berat karena ia yang menangkapnya (wajar
65
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 73 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
saja mudah karena Pancawan tidak bisa melihat), namun
aku tidak peduli. Aku masuk kamar ayah yang saat itu
kebetulan kosong dan merogoh laci tempat di mana ayah
menyimpan permata barunya. Kutemukan cincin permata
dara itu tertutupi kotak kaca di dalam laci yang kuncinya
kutemukan di bawah kasur. Cincin itu kugetok dengan
palu yang kudapat dari gudang. Aku tidak peduli cincin
itu dari emas, perak, atau seng. Yang terpenting adalah
menyelamatkan mata sahabatku, Pancawan yang telah
dicongkel seseorang! Sungguh kejam!
Batu itu akhirnya terlepas dari cangkokan cincin
aya h. Cincin itu hancur di lantai oleh hantaman paluku.
Dengan penuh kehati-hatian, aku memasang batu mata
dara yang berkilat-kilat itu ke cekungan yang ada di kepala
Pancawan.... dan ketika batu itu menempati posisinya, tiba
tiba batu itu bergerak-gerak. Ya, batu itu memang salah
satu mata Pancawan yang dicabut paksa. Kini satu mata
telah kembali ke sarangnya, tapi yang satu lagi aku tidak
tahu di mana. Mata kiri Pancawan masih hilang.
Segera setelah aku memasang mata kananya,
Pancawan merniringkan kepalanya ke arahku. Matanya
langsung menatapku dengan tanpa berkedip. Senyumku
yang semula berbinar mendadak harus berubah kusam
karena tanpa kusangka beberapa titik air mata keluar
dari sela-sela kelopak mata Pancawan. Titik-titik air itu
jatuh ke lantai dan betapa ajaibnya! Air mata itu berubah
menjadi semburan api!! Aku berlari ke luar karena
semburan api itu dengan sekejap malalap rumah. Adikku
syok berat, demikian pula tetangga. Mereka dengan cepat
datang membantu dengan membawa selang, ember, atau
66
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 74 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
semacamnya untuk memadamkan api.
Namun, Pancawan sudah terbang entah kemana.
Aku tidak pernah bertemu dia lagi sampai kini aku
tinggal di rumah sederhanaku yang baru dibangun di atas
reruntuhan bangunan lama.
Aku masih terus mencari-cari Pancawan. Aku ingin
minta maaf padanya. Ayah sendiri telah menjadi bagian
da ri orang-orang yang terlalu bernafsu untuk mendapatkan
matanya dan sebagai gantinya, seluruh milik kami harus
dijadikan bayaran.
Aku khawatir Pancawan mati terbunuh dan
dijadikan sup oleh orang-orang barbar. Ah, sungguh
burung buta yang malang. Aku tidak tahu ke mana ia
pergi, namun aku yakin pasti ke arah barat, ke arah barat. Ia
mungkin rnasih mencari siapa gerangan yang menyimpan
mata kirinya dan selama mata itu belum ditemukannya,
dia tidak akan pernah beristirahat.
Jika kalian menemukan seekor merpati hitam
dengan mata kiri yang hilang, aku mohon dengan sangat
jangan dijadikan sup. Biarkan dia mencari mata kirinya.
Atau, jika di antara kalian ada yang menyimpan mata kiri
Pancawan, aku mohon dengan sangat agar mengembalikan
kepadanya karena kalau tidak, kalian akan bernasib sarna
denganku.
Tegal Sibang, tengah malam di bulan Juli 2008
67
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 75 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
68
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 76 |
pymupdf
|
NASl60REN6
~ ~ R~
Sebagai seorang siswa, aku masih bisa menduduki
bangku-bangku kosong yang penuh coretan. Ditambah
sebuah kursi yang posisinya selalu goyang. Walaupun
begitu, banyak anak-anak yang putus sekolah dan tidak
dapat menikmati masa-masa SMA-nya brena biaya
pendidikan sekarang mahal. Syukurlah, aku tidak bem asib
seperti mereka. Aku masih punya ibu yang memberiku
kasih sayang sekaligus pencari nafkah layaknya seorang
ayah. Berjualan nasi goreng adalah sumber penghasilan
kami. Ibu tiJak punya keahlian lain selain memasak nasi
goreng. Akan tetapi, itu cukup untuk menghidupi karni
berdua.
Dulu sewaktu ayah masih hidup, kami hidup di
lingkungan keluarga yang keras, selalu ada perselisihan dan
rertengkaran. Karena perebutan warisan, ayah meninggal.
Beliau meninggal karena ilmu hitam, itu menurutku. Akan
tetapi, oleh karena fitnah, orang-orang meyakini bahwa
ibukulah pembunuhnya. Kami terusir dari kampung dan
mengungsi ke kota. Tidak ada pilman lain, malam itu
juga warga kampung datang bergerombol, mengancam
akan membakar rumah jika karni tidak angkat kaki dari
kampung.
Di kota, hidup karni sangat sederhana. Untungnya,
69
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 77 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
nasi goreng kami bisa beradaptasi dengan warga sekitar.
Bahkan, ada beberapa yang memesan nasi goreng untuk
acara keluarga. Dalam segala kesulitan, hidup kami bisa
berlangsung dan aku bisa sekolah.
Hidup memang seperti jalan, kadang lurus dan
kadang menikung. Aku tidak paham apa yang terjadi di
luar sana sehingga para pedagang menaikkan harga semua
barang. Ibu hampir putus as a, beras, ntinyak goreng, atau
minyak tanah semua mahal. Harga per kilonya melambung
tinggi hingga tak terjangkau oleh kami. Semakin hari
semakin sedikit pelanggan yang datang berbelanja.
Penghasilan kami berkurang setiap harinya. Sampai
sampai ibu tidak sanggup membayar uang sekolahku lima
bulan terakhir. Ibuku menerima surat untuk menemui
kepala sekolah dengan maksud membahas masalah itu.
Aku tahu, ibu tidak bisa berbuat apa-apa, pasrah. Sampai
akhirnya ibu datang ke sekolahku.
Mataku terus mengawasi ibu yang dihadapkan
dengan kepala sekolah di ruangan pribadinya. Di antara
deretan jendela, mataku mengintip. Kulihat Bapak Kepala
Sekolah berbicara dengan tenang dan ibuku hanya mangut
mangut. Ketika ibu ke luar dari ruangan, aku meraih
tangan ibu. Ibu menatapku seolah-olah tidak akan terjadi
apa-apa.
"Pak Kepala Sekolah mengatakan apa kepada ibu?
Apa aku akan di-skor atau aku akan dikeluarkan dari
sekolah' Jawab Bu ...?" Aku bertanya dengan wajah gelisah
dan mata berkaca-kaca, hanya untuk menantikan satu
jawaban.
70
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 78 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
fuu yang sedang menatapku tidak memberi
jawaban atas pertanyaanku. Hanya gelengan kepala yang
ia perlihatkan kepadaku. Tangan halus ibu yang masih
kupegang kim memeluk tubuhku erat-erat. Hatiku hanyut
oleh ketulusan cinta seorang ibu, sekan-akan aku tak ingin
lepas dari dekapannya. Kehangatan itu sekejap terhenti
ketika seseorang menyentuh bahu ibu rnemberi isyarat,
apakah ibu masih ingat padanya. Itu Pak Rahdi, pemilik
toko di dekat sekolahku. Sepertinya ibu masih ingat lelaki
pemiIik toko itu. Ibu menepuk-nepuk bahu Pak Rahdi, tak
menyangka akan berternu dengan ternan lama. fuu dan
Pak Rahdi saling bertukar cerita hidup rna sing-rna sing.
fuu bercerita semua yang menimpa kami akhir-akhir ini.
Pak Rahdi paham apa yang dirasakan ibuku. Pak Rahdi
sepertinya ingin membantu.
Beliau menawarkan suatu
pekerjaan, ibuku diikutkan dalam usahanya di toko. Setiap
harinya ibu harus rnengantarkan nasi goreng ke tokonya.
Itu mungkin membantu kami lebih mudah berjualan
karena satu-satunya toko di daerah itu hanya toko Pak
Rahdi dan strategis dengan sekolah. Banyak siswa yang
suka berbelanja ke sana.
Sudah tiga bulan ibu bekerja sarna dengan Pak
Rahdi. Sepertinya, penghasilan kami mulai stabil. Aku pun
tak pernah dipanggil karena masalah uang pembayaran
sekolah. Jika ada waktu luang, aku sering menghantarkan
nasi goreng ke toko Pak Rahdi. Maksudku, ingin bantu
bantu ibu tanpa harus memnggalkan waktu belajar.
"Menyelam sambi! minum air" pepatah ini yang sering
menyertaiku tiap harinya.
71
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 79 |
pymupdf
|
Topeog Neogsih
Memang benar kata orang. Hidup ini penuh
dengan kejutan. Kemarin hidup kami masih tenang-tenang
saja, tetapi hari ini gelombang telah menghantamnya
dan kami hampir tergoyahkan. Kepercayaan yang telah
diberikan oleh Pak Rahdi, warga-warga, dan semua
pelanggan kami dihapus oleh satu masalah. Masalah
itu muncul ketika seorang siswi keracunan setelah
mengkonsumsi nasi goreng di toko Pak Rahdi. Dengan
segera siswi itu dilarikan ke rumah sakit. Sisa nasi goreng
dan muntahannya masih diperiksa di laboratorium rumah
sakit. Dua hari pemeriksaan terbukti bahwa nasi goreng
kami mengandung racun. Dengan beberapa tuduhan dan
bukti-bukti yang ada, hari itu juga polisi datang ke rumah
kami. Sebagai tanda penangkapan, polisi memperlihatkan
selembar kertas kepada ibu. fuu yang merasa tak bersalah,
hanya merespon dengan setitik air mata. Akan tapi, aku
yang tidak dapat menerima semua itu.
"Ibu... Ibu... Bu ... kita tidak bersalahkan? Pak polisi
tolong lepaskan Ibu saya...!" dalam kepanikan aku terus
mengucapkan kata-kata itu sambil menarik-narik tangan
ibu dari jangkauan para polisi. Sampai akhirnya ibu
masuk ke dalam sebuah mobil dan menjauh dari sudut
pandanganku.
"Ibu...!!" itu jeritan terakhirku setelah terengah
engah mengejar mobil yang membawa Ibuku. Aku tidak
bisa menolong ibu. Berontakanku tak berarti bagi beberapa
orang polisi itu.
Berita siswi keracunan itu dengan cepat kHat
menggelegarkesegala arah dan terdengarolehtelinga semua
orang. Seribu mata tertuju padaku dan siap memperolok
72
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 80 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
serta mempermalukan diriku. Ketika istirahat di kantin,
teman-teman menutup matanya dan menoleh kepadaku.
Seolah-olah aku penyebar virus berbahaya. Oi rumah pun
begitu. Thu-ibu yang sedang bersantai ria yang memadati
gang sambi] menyuapi anaknya langsung memondong
anaknya masuk, ketika aku melintas di depanya.
"Tidak ada yang mau menerima aku. Cobaan apa
lagi ini Tuhan.... ? Kenapa aku harus menanggungnya
seorang
~iiri? Terlalu banyak cobaan yang engkau
berikan. Tabahkanlah hatiku," kata-kata itu sering orang
lontarkan jika tak tahan dengan cobaan dan sekarang aku
menirukanya.
Oua jamberlaludaridetakanjamdingding. Bayangan
itu serasa melekat erat di ujung pelupuk mataku. Kesedihan
masih mewarnai ruang hatiku. Aku tidak percaya, siswi itu
keracunan oleh nasi goreng kami. Namun, aku tak tahu
harus berbuat apa untuk mengungkap kebenaran yang aku
yakini.
Oalam kegelisahan, hatiku terketuk oleh sesuatu.
Tersentuh melakukan sesuatu. Bisikan itu membuatku
berhasrat untuk memohon kepada Tuhan. Aku mengadu
semuanya kepada Tuhan. Setelah itu, pikiranku terasa
lebih ringan dari sebelumnya.
Tuk... htk. .. tuk, aku mendengar seseorang sedang
mengetuk. Namun, bukan hatiku yang terkehtk melainkan
pintu rumahku. Cepat-cepat kubuka pinht rumah dan
kudapati Pak Rahdi berdiri menungguku dengan membawa
kantung putih berisikan makanan unhtk orang sa kit, sekilas
aku sudah tahu maksudnya. Aku menyetujui ajakan Pak
Rahdi menjenguk siswi yang keracunan itu.
73
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 81 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
Sesampainya di suatu
ruangan serba
putih
beraromakan alkohol segar, kulihat dia terbaring dengan
kondisinya mulai membaik. Ketika aku menatap matanya
dengan penuh kesedihan, dia menyalurkan ke arah
mamanya dengan tatapan yang sama. Seakan-akan dia
berbuat suatu kesalahan dan ingin dimaafkan. Perlahan
tapi pasti, siswi itu bercerita suatu hal yang terjadi. Di
hadapanku, Pak Rahdi, keluarganya, dan dua orang polisi
yang kebetulan menjenguknya, dia mengatakan bahwa
dia ingin bunuh diri karena tak sanggup ditinggal pergi
oleh kekasihnya yang memilih gadis lain. Waktu itu, dia
pergi ke toko Pak Rahdi hendak membeli nasi goreng dan
berbarengan dengan itu dia campurkan racun tikus kedalam
nasi. Namun, baru setengah dari racun itu tertuang karena
ada orang lain yang berbelanja. Mungkin karena itu, dia
masih dapat ditolong dan hidup sampai sekarang.
Kesaksian dari gadis itu membuat ibuku terbebas
dari hukumanya.
"Maaf, Ibu Mirah. Anda sekarang dibebaskan karena
terbukti tidak bersalah,"
Ibu yang tadinya hanya termanggu seakan tersentak
oleh ucapan polisi itu. Ibu dengan spontan mengucapkan
terima kasih dan tidak tanggung-tanggung mencium
tangannya. Sinar senyum ibu tak bisa dikalahkan sinar
bulan purnama pada malam itu.
Di bawahbayang-bayang sinar bulan,ibu memangku
tubuhku. Rasanya, masa-masa indah sewaktu aku berumur
lima tahun terulang kembali. Namun, waktu itu ada ayah
di sampingku. Sementara itu, sekarang aku hanya bisa
melihat ayah di atas sana. Jauh. Tak bisa kuraih lagi.
74
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 82 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
"Apakah kamu bahagia?" tanya ibu.
"Tentu saja. Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar
lagi se lain bersama Ibu..."
"Apakah kamu lapar? Mau nasi goreng buatan
Ibu?"
"Mau... mau... sangat mau," jawabku sambil
mengganggukkan
kepala,
memperjelas
kerinduanku
kepada nasi goreng buatan ibu. Yang pasti rasanya...
~Vlluuueenak. Nyus ... muantap. Enak tenan. Pokoknya, top
bangets ... !!!
75
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 83 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
76
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 84 |
pymupdf
|
T£RlMA KASIH AYAH
r~~~
Entah kenapa hubunganku dengan ayah tidak
seperti hubungan ayah dengan anaknya. Kalau biasanya si
anak biasa bercanda tawa dengan ayahnya, tapi aku jarang
sekali melakukan hal itu. Mungkin lebih tepatnya lagi, aku
tidak akrab dengan ayahku. Sebenarnya, aku sendiri kurang
begitu mengerti tenta~g hal ini. Mungkin, karena sifatku
yang pemalu atau mungkin aku takut pada ayahku.
Sejak kecil aku sering dimarahi oleh ayah. Sedikit
kesalahan yang aku
lakukan bisa membangunkan
emosinya. Bahkan, tidak jarang ia melampiaskan emosinya
lewat tangan. lbu yang kasihan pada diriku selalu berusaha
untuk menenangkan ayah. Akan tetapi, malah dia yang
menjadi bidikan amarahnya. Luka-Iuka itu kurasa telah
membekas yang mengeringkan air keceriaan pada diriku.
"Greng... greng," suara itu tak asing lagi kudengar.
"Bunyi motor ayah," pikirku dalam hati.
Ternyata memang benar ayah dan ibu datang.
Mereka datang untuk menjengukku. Di lubuk hati yang
terdalam, sebenamya aku bahagia bisa bertemu dengan
mereka. Maklum, sejak kecil aku sudah jauh dari orang tua.
Aku tinggal dengan nenekku di desa, sedangkan kedua
orang tuaku mencari nafkah di kota.
77
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 85 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
"Bu... Bu... mana oleh-olehnya?" aku bergegas
menghampiri ibu yang membawa tentengan plastik di
tangan kanannya.
"Nih Ibu bawakan jajan kesukaarunu, ayo tebak?"
"Onde-onde ya bu? Horeeee...I" tanpa basa-basi aku
segera menyantapnya.
"Emm... enakkkk. Besok, besok bawakan lagi ya
BU.I"
"Enakmu. Kapan-kapan gantian dong ngasi oleh
olehnya," celetuk ibuku.
"Ya deh nanti aku yang traktir, tapi ..."
"Tapi apa?" Tiba-tiba suasana menjadi sepi.
"Tapi bohong," jawabku sin~kat.
"Ha.ha.ha.hi.hi.hi.hi" kami semua terbahak-bahak.
Termasuk nenekku yang ada di sana juga ikut tertawa.
Giginya yang ompong ikut menghiasi tawanya.
Suasana malam itu terasa begitu hangat. Meskipun
di s.atu sisi, ada hawa dingin melintas di hatiku. Seperti
biasa, ayah masih menunjukkan sikap dinginnya padaku.
Sebaris kalimat pun tidak keluar dari mulutnya. Ia
langsung menuju kamar. Beberapa saat kemudian suara
ngorok sudah berkumandang dari dalam kamar.
"Cilll17n17 kabar di sekolah nak?" tanya ibuku sembari
mengunyah onde-onde.
"Biasa saja Bu, tidak ada yang istimewa. Oh, ya, aku
ditunjuk oleh sekolah untuk mewakili lomba membuat
puisi, tapi sampai sekarang puisinya belum jadi. Belum ada
ide. Kira-kira ibu bisa bantu aku tidak buat puisi?"
"Jangan ng177Pur kamu. Mau bikin ibu stres ya? Tamat
SO saja ibu adak. Kalau ada lomba membuat sayur piecing
78
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 86 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
ibu jagonya," jawab ibuku dengan nada bangga.
"Ya, tapi dengan catatan dewan jurinya aku
sendiri."
" Ha ... ha... ha... haa," lantunan canda tawa kembali
menghangatkan suasana.
Tanpa terasa langit semakin gelap. Sang bulan
yang tampak lelah bersinar di malam itu, kini telah
ditemani bintang-bintang yang menjaga setiap insan dalam
tidurnvCl.
Malam begitu cepat berlalu. Sang fajar hari telah
menyapa. Saatnya aktivitas dimulai oleh setiap orang.
Begitu pula aku harus segera pergi ke sekolah.
"Bu aku parnit dulu ya," sapaku saat hendak pergi
ke sekolah.
Eitttt, entl7r dulu Nak, kok seni sekali bajumu, ada
motif posisinya lagi?
"Ibu ngeledek nih ceritanya. Baju ini kan sudah tiga
tahun. Jadi, maklumlah begini keadaannya."
"Kenapa tidak bilang sama ayah saja? Ayahmu kan
tukang jahit hebat," kata ibuku sembari menunjuk ayah
y<1 I1(; SctCll itu seLiClng mengclap motornya yang sudah
berumur itu.
"Mana mungkin ayah mau Bu. Kayak tidak tahu
ayah saja ibu ini."
"Kalau tidak dicoba, bagaimana bisa tahu," bujuk
ibuku.
"Ah ..ngeri Bu. Agus berangkat dulu ya l Nanti aku
terlambat lagi."
"Ya, hati-hati di jalan Nak!"
"Ayah, aku parnit duJu, ya?"
79
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 87 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
"Ya," sahut ayahku masih dengan sikap dinginnya.
Oari dulu ayah selalu bersikap dingin padaku.
Sikap dinginnya itu adalah makanan sehari-hari untukku
dan tidak pernah aku memikirkannya. Akan tetapi,
minggu-minggu ini pikiranku terusik oleh sikap dingin itu.
Pikiranku berontak untuk mencari jawabannya.
"Apa aku ini anak yang tidak dikehendaki oleh ayah
sehingga ayah tidak sayang padaku?" pikirku dalam hati.
1ni pula yang menyebabkan sampai sekarang aku
belum bisa melahirkan sebait puisi pun. Padahal, lomba
puisi sudah semakin dekat.
Suatu saat aku berjalan di sebuah ladang yang
sangat gersang. Matahari seakan berada beberapa meter di
atas kepalaku. Tubuhku bermandikan keringat dan cacing
cacing dalam perutku terus berunjuk rasa. Oi sana aku
melihat ayahku sedang menggali lubang.
"Sedang apa Ayah di sini?" tanyaku keheranan.
Namun, ayahku tidak menjawab. Oia terus saja menggali
lubang.
"Yah..., Yah ... , Yah," aku menggoyang-goyangkan
badannya.
Tiba-tiba ayah mendorongku hingga aku jatuh
tengkurap. Saat aku membalikkan badan, ayahku sudah
menghilang.
"Ayahhh...'" aku menjerit. Tiba-tiba saja aku berada
di atas tempat tidur. Bajuku basah oleh keringat. Napasku
terengah-engah.Ternyata aku sedang bermirnpi. Kemudian
aku beranjak dari tempat tidur hendak mengambil air.
"Pyanggg...," gelas yang aku pegang terjatuh.
Pecahannya berserakan kemana-mana.
80
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 88 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
"Sebenarnya, apa yang terjadi?" pikirku dalam
hati.
Perasaanku menjadi tidak enak sejak itu. Sepertinya,
aku merasakan firasat buruk. Namun, mudah-mudahan ini
hanya perasaanku saja.
Beberapa hari telah berlalu. Sebait puisi pun belum
juga tercipta. Perasaan tidak enak semakin menghantuiku.
Di sekolah aku tidak bisa fokus mengikuti pelajaran. Materi
yang disampaikan lalu-lalang saja di telingaku.
"Teng... teng... teng!" bel sekolah berdendang,
tanda pelajaran sudah usai. Para siswa bersiap-siap untuk
pulang.
Langit tampak mendung di siang itu. Aku
mempercepat langkah menuju rumah supaya tidak
kehujanan. Betapa kagetnya aku saat memasuki halaman
rumah. Orang-orang berpakaian serba hitam memenuhi
setiap sudut rumah. Dalam benakku muncul seribu satu
tanda tanya. Apa yang terjadi?
"Gus... Gus... Gus!" teriak seorang wanita yang tak
asing lagi di mataku sambil berlari ke arahku. Ternyata,
wanita itu adalah ibu. Dengan erat ibu merneluk tubuhku.
" Nak, ayahmu sudah pergi untuk selamanya."
Samar, suara itu terdengar karena diiringi isak tangis.
"Ibu bohong!" teriaku histeris.
"Tenangkan hatimu nak!"
"Ayahhh...," aku berlari ke dalam rumah. Sesuatu
tertutup kain putih terlentang di hadapanku. Pelan aku
membukanya.
" Ayah... ,"
aku memeluknya. Tetap saja ayah
menunjukan
sikap
dinginya.
Aku
tidak
pernah
81
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 89 |
pymupdf
|
rop~ng N~ngsih
mempedulikan sikap dinginya, tapi kali ini sikap dinginya
membuat air mataku mengalir. Ayah telah pergi ke tempat
yang jauh dan tak akan pernah kembali lagi.
Seminggu setelah ayahku pergi ke tempat yang jauh,
suasana duka masih menyelimuti hatiku. Menurut kabar
yang aku dengar, temyata ayahku mengidap penyakit
kanker darah. Akan tetapi, tak seorang pun yang tahu
termasuk ibuku. Kami mengetahuinya dari dokter sesaat
sebelum ayahku meninggal di rumah sakit. Temyata,
selama ini dia menahan penyakitnya seorang diri.
"Lagi ntzkirin ayah, ya, nak?" sapa ibuku di suatu
malam ketika aku duduk sendiri di serambi rumah.
"Ya, Bu. Aku tak menyangka secepat ini akan
berpisah dengan ayah. Padahal, aku lebih ingin merasakan
kasih sayang seorang ayah. Hal itu jarang aku rasakan.
Selama ini, hubunganku dengan ayah terasa jauh. Aku
hanya ingin bisa bercanda tawa dan akrab dengan ayah.
Hanya itu saja Bu."
"Ibu mengerti perasaanmu, Nak. Namun, apa boleh
buat, semua ini sudah mejadi kehendak Yang Maha Kuasa.
Kamu harus merelakan kepergian ayahmu," sahut ibuku
samhil mengusap-ngusap dahiku.
"Tapi malam ini, kamu akan merasakan kasih sayang
seorang ayah," kata ibuku memulai lagi pembicaraannya
setelah beberapa menit terdiam.
"Maksud Ibu?" sahutku tidak mengerti.
Ibu lalu mengambil sesuatu yang terbungkus rapi
dengan kertas koran. Perla han dibukanya bungkus itu.
"Ini kan?" sahutku dengan nada agak terputus
putus. Satu stel seragam, seragam sekolah baru mengunci
82
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 90 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
pandanganku. Memang, sejak lama aku mendambakan
seragam sekolah yang baru. Akan tetapi, aku enggan
meminta karena tahu keadaan ekonomi keluarga kami.
"Seragam ini untuk siapa, Bu?" tanyaku keheranan.
"Ya untuk kamu, masak untuk ibu?" jawab ibuku
dengan sedikit senyum di bibirnya.
"Di mana ibu membelinya?" tanyaku sembari
mengambilnya dari tangan ibu.
"Ini
dari
ayahmu,
Nak.
Sejak
pulang
dari
menjengukmu itu, hap malam ayah meluangkan waktunya
untuk membuat seragam ini. Awalnya, ibu juga tidak
mengira ayahmu membuat seragam untuk kamu. Namun,
ayahmu pernah mengatakan pada ibu bahwa seragam ini
akan diberikan minggu depan, tepat di hari ulang tahunmu.
Hampir hap malam ayahmu sering membicarakan dirimu,
Nak. ia ingin kelak kamu menjadi orang yang berguna.
Sebenamya, diam-diam ayah begitu memperhatikanmu."
"Tapi, selama ini ayah selalu bersikap dingin
kepadaku, Bu?" tanyaku dengan penuh keingintahuan.
"Mungkin, ayahmu tahu hidupnya hdak akan lama
lagi dan ia melakukan ini semua agar kamu hdak terlalu
sedih saat ditinggalnya."
"Tapi, bagaimana mungin aku tidak sedih Bu, aku
kan anaknya!" sahutku dengan nada agak tinggi. Kini, air
mataku tak terbendung lagi dan mengalir dengan deras.
Tetes derni tetes terjatuh ke lantai. Tiap percikannya tersirat
rindu yang sangat mendalam.
Aku beranjak dan masuk ke dalam kamar. Sehelai
kertas dan sebuah pena kuambil. Tanganku mulai
menarikan pena di atas kertas.
83
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 91 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
Dingin yang dulu
Kini hangat kurasakan
Meski pagi sudah pulang
Dan petang sudah datang
Tak boleh kusesali
Besok akan datang lagi
Pagi yang lebih cerah
Bersama
Kita akan menyambutnya
"TERIMA KASIH AYAH"
Puisi yang tak kunjung tercipta kim lahir dengan mudah
lewat sentuhan jiwa. Sehelai kertas itu aku lipat sedemikian
rupa hingga menjadi pesawatmainan. Lewatjendela kamar
aku menerbangkanya, berharap angin akan membawanya
dan menyampaikan pesan itu untuk ayahku yang jauh di
sana.
84
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 92 |
pymupdf
|
Aku sering berpikir bahwa mestinya ibu tidak usah
membenciku. Akan lebih baik sekiranya jika ia mencintaiku.
Seperti ibu lain yang mencintai buah hatinya yang lahir dari
rahim mereka. Namun, ia berbeda. Ia malah membenciku.
Perseteruanku dengan ibu telah kumulai, bahkan
ketika usiaku baru empat bulan dalam kandungannya.
Tentu kalian bertanya-tanya, sebab pada waktu itu aku,
bahkan belum memiliki tangan untuk melawan. Aku hanya
segumpal daging yang tak bernyawa. Aku begitu karena
aku tak mau kembali pada-Nya tanpa melihat apa itu dunia
dan bagaimana aku harus menjalani yang namanya hidup.
Persoalan yang akan kuhadapi kelak, tidak aku pikirkan.
Seperti hari ini, ibu menghendaki supaya aku jangan
pernah nongol sarna sekali dari rahimnya. Ia menyorongkan
segala macam obat-obatan ke dalam perutnya untuk
mengodnm kepalaku, melubangi paru-paruku, melemahkan
Jantungku, dan meracuni pertumbuhanku di dalam
rahimnya.
"Tolong aku, Ibu, kasihani aku. Aku anakmu!" jerit
hatiku.
"Pantaskah aku panggil dia Ibu?" secerah cahaya
membuatku bergeming.
85
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 93 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
Benar kata cahaya itu. Mana ada seorang ibu yang
menegak berliter-liter cairan hijau dan asam dari pedagang
jamu asongan di pinggir jalan hanya demi meluruhkan
janin yang tidak diinginkanya? Ke mana pria bejat yang
menidurinya hingga membuatku ada?
Cadis belia itu menjerit. Setetes darah muncul
melewati sela-sela kaki putihnya. Ia pembawa aib
keluarga. Rasanya, itu alasan yang tidak mengharapkanku
ada. Aku berdoa agar aku selamat dari kematian tanpa
kelahiran. Agaknya, Tuhan mengerti mauku. Seorang tua
yang kupikir adalah calon nenekku menemukan gadis itu.
Terkagetlah ia mendapati putrinya berlumuran darah. Tak
lama, saudaranya datang dan membawanya ke rumah sakit
yang jauh beberapa blok dari "rumahku".
Mobil hitam berplat merah yang membawaku dan
calon keluargaku, berhenti di dekat ruang tunggu rumah
sakit. Catat, calon keluarga, jika aku lahir dan tidak dibuang
ke tong sampah di TPA daerah ini, seperti yang kulihat
di acara kriminal yang sering mereka tonton. Aku takut
mereka dapat ilham dari situ.
"Harusnya kau jangan bertindak bodoh seperti itu!
Sudah memalukan nama keluarga, kau ingin mati bunuh
diri pula? Mau masuk koran dan menyebarkan aib kami
lebih dalam lagi?" calon nenekku berbicara pada calon
ibuku setelah ia siuman.
"Tidak!" ia menggeleng lemah.
"Aku ingin membunuhnya bukan membunuh
diriku. Aku malah tidak mau melahirkan aib ini. Ibu pikir
aku mampu menahan orok ini di dalam perutku? Berhenti
sekolah, dijauhi ternan dan lelaki yang aku cintai," lanju tnya
86
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 94 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
sambil menahan sa kit.
"Cinta, cinta! Bodoh kau, bukan begini caranya!"
Kalimat terakhir ihl tidak kumengerti. Namun, aku
benar-benar bersyukur sebab aku selamat. Tak peduli apa
yang mereka bicarakan selanjutnya. Yang aku butuhkan
hanya tidur bukan mendengar omongan mereka yang jauh
dari penting.
Hari-hari di dalam perut gadis itu berlangsung aman
tanpa gangguan setelah insiden menyakitkan itu. Kini aku
genap berusia lima bulan dalam rahimnya. Hidup dalam
caci-makinya.
Padahal, siapa yang mengurungku di sini? Dirimu
dan pria yang katanya menyayangimu sampai maut
menjemput bukan? Maki saja dia.
Tiba-tiba pinhl kamar terbuka. Seorang wanita
paruh baya yang berpakaian merah dan menor mendekati
"kam.i" .
"Berapa bulan?" katanya.
"Lima bulan," jawab nenekku.
"Berbaringlah Nak, agar aku bisa segera menyelesai
kan hlgasku".
Calon ibuku menuruti kata-kata wanita
itu.
Sedikit ter-lihat takut. Aku pun ikut takut. Firasat buruk
menghantuiku. Apalagi saat cahaya memperingatkanku.
Wanita yang kuketahui bernama Nyonya Frida
mengambil sebuah botol minyak. Membukanya dan mulai
mengoleskan rninyak ihl perlahan ke perut ibuku. Ada
huruf cinta pada label botol. Aku tidak mengerti artinya.
Yang kutahu hanya aku harus menjerit berbarengan dengan
ibu.
87
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 95 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
" AAAaaaaaaaaaaaargh...
"Sakiiiiiiiiiiiiiiit. .. " aku menimpali jeritan gadis itu.
"Hey, hentikan. Aku belum waktunya lahir ke
dunia!" pikirku lagi.
Dan cahaya penjagaku berseru, "Kuat Nak, kau pasti
mampu. Kau tak akan dilahirkan, tapi akan digugurkan.
Diaborsi".
" Aborsi? Apalagi ini. Aku mau dibunuh lagi?"
Cahaya mengangguk. Aku melawan. Wanita menor
itu mengurut. Ibu menjerit.
Calon ibuku terus menjerit memekakkan telinga
siapa saja yang mendengar. Peluhnya bercucuran dan rasa
perih serta sakit membuat ia menautkan kedua alisnya.
Cahaya terus memudarkan cahaya demi menolongku.
"Sudah, cukup, hentikan! Aku sudah tak sanggup!"
seru ibuku kemudian. Betapa lega aku kemudian. Kurasa
naluri keibuan mulai muncul menggelitik hatinya.
SetE:lah ia berseru, wanita yang ternyata dukun aborsi itu
menghentikan urutannya.
"Sedikit lagi, Nak," kata wanita dukun itu.
II Aku tahu, tapi yang sedikit ini bisa membunuhku.
Thu, kumohon, aku tidak ingin mati bersama bayi sialan
ini."
"Kau macam-macam saja. Apa kau yakin?" nenekku
bertanya.
"Daripada aku mati!"
Hari itulah saat terakhir aku mendapat perlakuan
kejam. Heran, kalau tak mau aku lahir, kenapa kau tidur
dengannya. Apa ini salahku? Cercaku dalam makian
tertahan ketika aku mulai pulih dari derita menyakitkan.
88
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 96 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Kuharap ini terakhir dan berhasil membuatku menjebol
pertahanan kandungan sehingga aku melihat apa yang
selama ini ingin kulihat. Dunia dan wajah wanita yang
mengandungku.
Dua bulan.
Hari ini aku merasakan keanehan. Bukan dalam
diriku, tapi dalam diri cahaya. 1a mengeluarkan sinar.
Makin lama makin redup. Makin terlihat malas.
"Hey, ada apa dengan sinarmu?"
"Kau sudah harus pergi, Nak".
"Apa?"
"Ya, kau akan segera lahir ke dunia. Jangan lupa
terus berjuang, bagaimana pun keadaanmu saat lahir kelak.
Percayalah, aku tetap di sampingmu".
II Aku tidak mengerti. Namun, jika kau benar
benar pergi, aku tentu sangat terluka dan kesepian.
Bagaimanapun, aku ingin berterima kasih kepadamu dan
Tuhanku ."
Cahaya mengangguk.Cahaya memudar, tenggelam,
dan akhirnya menghilang. Saat itu aku merasa melesak.
Darah mengguyur kepalaku yang belum berambut. Di
selangkangan ibu, aku melihat dua wanita berseragam
putih. Tersenyum, namun mengemyitkan dahi. Ya, aku
lahir ke dunia'
"Kasihan anak ini, tanpa kaki sebelah. Lihat
kepalanya agak besar. Oh, tangannya tak seimbang!/I
Se1epas ucapan wanita berparas lembut yang
kupastikan adalah dokter itu, aku pun mengerti. Aku cacat.
Jadi, ini maksudnya aku harus percaya diri? Ah, sudahlah,
cukup aku lahir saja aku sudah bahagia bukan kepalang
89
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 97 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
rasanya.
Ibuku diusiI dari rumah setelah aku lahir. la makin
membenciku karenanya.
"Sudah tanpa ayah. Cacat pula! Benar-benar
memuakkan bayi ini." ltulah kata terakhiI yang aku dengar
dari sesosok nenek yang kupikir akan menyayangiku.
Ibu pergi dengan tangisan dan kemarahan serta
kebencian. Masih untung ia tidak membuangku. Aku
dirawat tanpa kasih sayang. Siapa bilang ibu tiri selalu
kejam? Ibu kandung yang melahirkan anak yang tak
diinginkan baru dinamakan kejam. la selalu rnemasakkan
makanan untukku. Namun, tidak peduli aku mau makan
atau tidak. Bersih atau kotor badanku. Sakit atau sehat? la
tak peduli.
la selalu pulang malam dalam keadaan mulut
bau alkohol. Banyak yang bilang ia berkubang di lahan
prostitusi. Entah apa itu, kosakataku tidak sampai ke situ.
Apa kau disekolahkan? Sudahlah, jangan ditanya,
kau pasti tahu bahwa aku mirip gelandangan. Namun, aku
punya hobibaru.Aku senangberkhayaldanmernbayangkan
ayahku. Aku menggarnbar ular dimana-mana.
Oi kamar, kubenturkan pandanganku pada langit
langit ruang sambi! terus berharap bahwa cahaya akan
meluncur dari cerobong asap layaknya sinterklas natal dan
menemuiku. Akan tetapi, biasanya di langit-langit karnar
aku hanya bisa menemui kecoak. Kau tahu, mahkluk ini
tidak pernah menjadi teman bagi manusia karena tidak ada
manusia yang sudi berteman dengan kecoak. Ibu juga tidak
suka dengan kecoak. la selalu rnencopot sandalnya jika ia
melihat seekor kecoak melintas dan memukul-mukulkan
90
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 98 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
sandalnya sampai binatang itu pecah tertampar sandal.
"Kenapa kau tidak melakukan protes?" tanyaku
padanya suatu hari.
" Apa yang bisa diprotesl " La balik bertanya dengan
nada sengit.
"Kalian selalu dibunuh tanpa salah."
"Karena kami kecoa."
"Begitukah?"
"Kau juga kecoa"
" Aku manusia."
"Bagi ibumu kau adalah kecoa."
"Kau menghinaku. Kau hanyalah kecoa. Aku ingin
membunuhmu karena kau menghinaku. Aku benar-benar
ingin membunuhmu. Sebab kecoa tidak boleh menghina
manusia."
Aku melesat memburu kecoak itu. Aku melompat
lompat dari tempat tidur ke meja. Kecoak dan aku saling
berkejaran sehingga menimbulkan suara berdebam-debam.
Ibumendobrakdaunpintukekamarkudanmenghantamkan
caci maki ke telingaku. Mulutnya menyemburkan badai
dan bau alkohol. Sebetulnya, aku ingin bilang padanya.
"Kenapa ibu selalu datang membawa badai
kepadaku? Namun, badai tidak pernah bisa disela oleh
pertanyaan apa pun. Ditamparnya aku dengan sandal
hingga terpelanting. Kecoak yang kuburu terbang ke luar
kamar. Ibu tidak pernah tahu bahwa aku selalu rindu
kepadanya. Aku orang yang rindu. Rindu kepada apa saja.
Kepada bintang-bintang, kepada kecoak di langit kamar,
kepada cahaya, cahaya yang telah menyelamatkanku, dan
kepada tangan ibu.
91
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 99 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
Aku rindu tangan ibu di atas dahiku dan kemudian
tangan ibu mengel us kepalaku sampai aku tidur. Tidak
pernah ia melakukan itu. Rasa rindu menjadi racun
menyumbat jalan darahku. Aku rindu pada ular yang
kugambar. Aku ingin menyapanya! Selarnat pagi ayah,
ini aku anakmu. Kulihat rambutmu telah banyak beruban.
Aku ingin menyabut ubanmu agar kau kelihatan lebih
muda. Atau kau ingin kubuatkan minuman?"
Ibu tidak pernah mengenalkan benda yang bisa
dipanggil ayah kepadaku.
Aku ingin seorang ayah, tapi, aih, aku tak ingin
pria botak itu mengaku jadi ayahku. Apa lagi pria gendut
bergelambir yang bau itu. Aku harap ia tampan. Agaknya,
ibu tak pernah berpikir untuk memberiku seorang ayah.
Maka, seperti yang telah kuceritakan tadi, aku membikin
sendiri ayahku.
Gambar itu kemudian berubah menjadi apa saja.
1a tidak hanya menjadi ayahku, tetapi dapat pula menjadi
guruku. Aku belajar tentang apa saja dari dia. Belajar
bagaimana menyalurkan kehendak dan memberontak.
"Kau harus selalu di sampingku, Ayah," kataku.
"Kau harus mengawasi aku. Banyak anak-anak yang
kehilangan jalan karena ditinggal ayahnya. Aku tidak mau
menjadi anak yang kehilangan jalan."
Kadang-kadang kupasang dasi pada lehernya.
1a
tampak seperti orang kantoran. Kadang-kadang
kupasang kumis di atas mulutnya. Ia tampak berwibawa
dan mirip seorang kepala negara. Anak-anak lain senang
melihat aku menggambar ayah di mana-mana. Aku terus
berjalan menyusuri tembok-tembok kota. Anak-anak yang
92
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 100 |
pymupdf
|
Antoiogi Cerpen
menguntitku makin banyak. Kukenalkan mereka pada
ayahku. Mereka tertawa.
Namun, tidak tiap orang suka melihat anak-anak
tertawa. Suatu hari, seseorang marah padaku karena aku
dianggap mengotori temboknya. Disemburnya aku dengan
macam-macam hujatan. Aku diam saja.
"Anak gila, di mana otakmu l" hardiknya.
Aku benci sekali kepadanya. Kupikir dialah yang
gila, aku menggambar ayahku, kenapa dia marah?
"Kamu boleh juga menggambar ayahmu sendiri.
Jangan marah-marah kepadaku./I Aku membalas hardikan
nya.
Ketika ia menghapus gambar yang kubuat, aku
tidak bisa mendiamkannya. 1a ingin memisahkanku dari
ayahku. Maka kutampar mukanya.
Aku senang sekali bahwa rupanya ia kapok
berurusan denganmu. Terhadap orang yang tidak mau
memahami orang lain, kita kadang-kadang memang harus
berlaku keras. ltulah yang aku ajarkan kepadanya.
Namun, orang itu rupanya cukup licik. 1a laporkan
pada ibuku.
" Anak gila, di mana otakmu?/I 1a menirukan orang
yang baru aku tampar.
" Aku menggambar ayahku. Kenapa kau memukul
k U.7"
1a menatapku seperti milihat onggokan sampah di
dekat perumahan. Aku mengobarkan kilatan petir lewat
tatapan tajamku. 1a menatapku terbelalak. 1a mendorong
tubuhku. Aku terus menatapnya. 1a terus mendorongku.
Tanpa rasa takut aku mundur agar dorongannya tak
93
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 101 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
menjatuhkanku. Aku sudah lemah, apa lagi berkaki
palsu sebelah. Tak mungkin aku menang melawan ibuku.
Lagipula ayah tidak akan mengizinkanku. Kuat-kuat
ditariknya aku ke pintu.
"Hei anak sial, sejak awal, aku sudah tak
menginginkanmu. Kau lahir ternyatamemangmenyusahkan
ibu. Sudah pincang, nakal pula."
"Kau menganggapku anakmu? Ibu? Kau hanya
wanita penghibur yang berdandan klasik demi menjerat
pria tua. Oi mana wajah ibu?"
"Kau melawanku?" Hardiknya.
" Pergi kau. Aku tidak butuh orang yang tak tahu
balas budi sepertimu!!!" Ibu menyeretku ke tengah jalan.
Melemparku seperti menggelindingkan bola.
"Buang dirimu di jalan bersama ular yang kau
gambar dan jangan kembali!"
Aku menatap ibu untuk terakhir kali. Tanpa kata
aku pun berlari. Aku tahu, ia tidak akan peduli padaku.
Aku tahu aku pun tak boleh mengharapnya lagi. Jadi,
kujejakkan langkahku di jalan setapak juga tanpa menoleh.
Aku akan mencari ayah yang kugambar.
Oi mana? Oi tengah hutan? Mungkin...
94
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 102 |
pymupdf
|
TOPEN6 N£N6SIH
~R~P~
Kontan aku terbangun, bibirku kering dan beberapa
bulir keringat dingin mulai mengalir di wajahku yang
pias.
Jam weker kecil dan bundar yang kubeli murah
di sebuah toko serba ada berdering nyaring di sebelah
bantalku. Buru-buru kutekan tombol di atasnya dan benda
berisik itu lekas diam dan membisu. Kuseka perlahan
keringat yang masih menempel di keningku dan kelebatan
bayang-bayang mengerikan masih terlintas di benakku,
sebuah tragedi yang kian rutin menyamar dalam mimpi.
Gambaran sebuah jalan yang meremang..., langit
yang semerah darah..., dan sebuah bunyi debam di
kejauhan yang menggetarkan, disusul jeritan panjang yang
mengerikan, sebuah roda sepeda yang jerujinya sudah
berkarat menggelinding menjauh seolah menjauhi waktu
yang semu. Terdengar langkah-langkah bergegas, sebatang
pohon tua telah tumbang di ujung jalan, dikabarkan
menelan korban...
Adikku yang baru berusia lima tahun menaQgis.
Ibuku merintih seraya mengurut dada, kemudian merosot
pingsan saat beberapa orang mengangkut tandu yang
ditutupi daun pisang memasuki halaman rumah kami.
Saat itu aku hanya terpaku, dengan bibir melekuk bisu.
95
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 103 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
Mataku nanar menatap setiap gulir merah yang menetes di
ujung tandu, mengeluarkan bau anyir yang mengalahkan
aroma debu terkepul di antara langkah-langkah tetangga
yang berdatangan.
"Tabahlah, N ak. 1ni semuas u dah menjadi kehendak
Nya. Relakan kepergian bapakrnu dengan ikhlas...," bisik
Ketua Erte, Pak Pandet, sambil menepuk bahuku dengan
hrih.
Aku jatuh berlutut dan menangis sejadi-jadinya.
Kutatap bekas alur roda sepeda yang rnasih rnembekas di
halaman tandus. Tadi pagi ayah berangkat sambi! menuntun
sepeda tuanya dengan wajah ceria. Berharap ramalan
di koran bahwa hari ini adalah hari keberuntungannya
merupakan sebuah kebenaran. Ayah selalu berkata bahwa
nasib baik pasti akan datang bagi siapa saja yang tulus dan
mau bekerja keras. Adikku rnelambai pada ayahku dari
jendela, yakin sepenuhnya bahwa hari ini adalah nasib
baiknya sebab ayah telah berjanji akan rnernbelikannya
gula-gula kapas sepulang bekerja nanti. Aku sendiri tak
sabar menanti kepulangan ayah sebab selepas senja nanti
karni akan bercengkrarna bersama di teras dan ayah akan
rnendongeng lagi seperti biasa. Hari ini ia berjanji akan
rnenceritakan dongeng seorang tua yang sangat bijaksana
dan mencintai pepohonan dan karena budi baiknya pada
sesama makhluk hidup, orang tua itu akhirnya terlepas
dari penderitaan di dunia dan bisa rnencapai sorga.
Hanya ibuku yang sepanjang pagi itu resah karena
seekor cecak tenggelam dalarn secangkir kopi pahit yang
tidak habis diminum ayah.
<)6
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 104 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Sore itu adalah mirnpi buruk yang akan terus
menghantui hidupku.
Dan pagi ini, tepat setahun setelah hari kematian
ayah, mimpi buruk itu kembali mengusik tidurku, seperti
nyamuk-nyamuk di kamarku yang menyusupi celah
selimutku untuk berpesta dikakiku semalam suntuk.
Sepanjang pagi itu aku tak bisa berkonsentrasi pada
pelajaran di sekolah. Guru matematikaku menjelaskan
angka-angka hambar di papan tulis dengan suara seperti
mesin penyedot debu tua yang menyedihkan. Aku
merasa begitu gamang dan bimbang karena mimpi buruk
itu masih saja terbayang-bayang. Ketika aku terkenang
jenazah ayah dengan wajah yang lebur dan berdarah
darah, aku sepontan berteriak sehingga seisi kelas terkejut
dan menoleh memandangku.
"Maaf... Pak, saya merasa agak tak enak badan...,"
gumamku linglung. "Boleh say a pergi ke UKS? Saya merasa
pusing" lanjutku.
Guru tua itu memandangku sejenak dan barangkali
mengira wajahku yang pucat benar-benar disebabkan oleh
sakit kepala, akhirnya rnernpersilakanku untuk keluar
kelas.
Aku keluar kelas dengan linglung tetapi aku tidak
bergegas ke UKS. Aku tidak merasa pusing atau demam.
Dan aku yakin UKS tak menyediakan obat-obatan untuk
seseorang yang tercekam rasa hampa atau terkenang akan
kondisi ayahnya yang tewas secara mengenaskan.
Kuputuskan untuk duduk di bawah rindang pohon
ketapang di halarnan samping sekolah yang betul-betul
sunyi. Aku memejamkan mata, membiarkan warna gelap
97
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 105 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
menyejukkan kedua bola mataku. Kubiarkan seragamku
yang kusut dirayapi semut dan wangi pilu yang terbawa
udara menyusup masuk paru-paruku. Tiba-tiba aku merasa
mencium kembali aroma kretek murah yang biasa disulut
ayahku di waktu senggang dan asapnya yang menyesakkan
membuatku terbatuk. Sebenarnya, siapakah yang sedang
merokok.
Aku mebuka mata dan merasa diriku menjadi
semakin gila.
Pikiranku semakin oleng saja setiap
mengenang mimpi buruk itu. Lagipula, mengapa semua
ini harus dikenangkan?
Aku tahu, ada sesuatu yang selalu mengganjal sejak
kematian ayah. Ada sesuatu yang sebenarnya mernicu
kegalauanku sendiri sehingga aku tak bisa menghentikan
kenangan buruk yang melintas. Oi rumah, aku gemar
menata belasan foto ayah dalam bingkai yang kuderetkan
di atas meja belajarku atau kugantung di dinding kamar
yang kusam. Aku selalu berlama-Iama menatap figur
ayahku dalam cetakan-cetakan hitam putih dan kemudian
aku akan menyadari betapa tampan dan gagahnya sosok
ayahku itu. Seraut wajah penuh kerut, mata yang setenang
kolam hitam dengan pengetahuan dan kecerdasan
berenang-renang di dalamnya, serta selekuk bibir yang
sudut-sudutnya dihitamkan nikotin akibat kebiasaan
merokok yang dilakoninya sejenak remaja. Ayahku
berwajah sederhana, namun bersih dengan hidung yang
cukup lurus dan bagus. Banyak yang mengisahkan ayahku
aJalah idola semasa mudanya. Belum lagi dulunya ia
sempat mengikuti grup teater keliling yang mengadakan
pementasan kecil dari satu kampung ke kampung lainnya.
98
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 106 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Ayahku banyak digandrungi karena ketampanannya dan
kepandaiannya berakting. Walau sudah semakin tua,
aku bisa melihat sisa-sisa kejayaan masa muda itu ketika
ia membacakan dongeng untukku. Ayahku begitu hebat
menirukan sesosok raja buta yang serakah, pangeran yang
merindukan kekasihnya, bajak laut yang pengecuC atau
penyihir yang kesepian dan takut oleh maut. Ia seorang
narator, sutradara, sekaligus aktor yang piawai sehingga
setiap kisah dongengnya selalu mengasyikkan dan
imajinasinya selalu ramai oleh pertunjukan-pertunjukan
fantastis.
Ayahku memang cuma seorang tukang sapu di
sebuah rumah sakit kecil. Pendidikannya yang hanya
sampai sekolah menengah pertama membuatnya tak
punya banyak pilihan dalam mencari pekerjaan. Namun,
ayah seorang yang ulet dan penyabar. Sikapnya yang teguh
Jan bersahaja membuatnya sangat dicintai istri dan anak
anaknya. Meski kami hidup serba terbatas, ayah selalu
bertekad untuk menyekolahkan kedua putranya hingga
minimal tamat sekolah menengah atas.
Aku kembali termangu saat mengenang tawa
terakhir ayah dan lambaiannya dari balik pagar ketika
hendak bekerja, dua belas jam sebelum kematiannya, persis
setahun lalu.
Seekor kupu-kupu kemuning dengan beberapa
bintik merah melintas dan menari-nari di antara dedaunan
ketapang yang jatuh tertiup angin. Rerumputan meliuk
murung, sementara seekor semut madu bersusah payah
merambati duri-duri mawar, dan debu-debu halus
berlari mengitari pangkal batangnya. Mawar-mawar itu
99
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 107 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
mengingatkanku pada kisah seorang pangeran tampan
yang Jikutuk menjadi buruk rupa dan ia sehari-hari hanya
mengurusi kebun mawar di istana terpencilnya hingga
seorang gadis cantik datang membebaskannya dari segala
kesedihan.
Aku tersentak. Kisah itu kini agaknya mirip dengan
garis hidup ayah. Tidakkah ayah dulu begitu tampan
dan sewaktu muda ia pasblah segagah pangeran yang
bermahkota. Lantas ketika musibah itu terjadi, dahan
dahan kasar dan tajam itu tidak hanya merenggut nyawa
ayah, tetapi juga menghancurkan jasadnya sedemikian
rupa sehingga aku nyaris tak lagi mengenali wajahnya.
Ayahku serupa pangeran tampan yang dikutuk
menjadi buruk saat maut menjelang. Mungkin inilah
penyebab munculnya mimpi-mimpi buruk itu, mengapa
ayah harus meninggal dengan cara demikian? Dan mengapa
pula ia harus meninggal dengan ketampanan dan tubuh
yang tersisa-sisa? Siapa yang sebenarnya menyebabkan
kutukan ini7 Ayahku bukan penyamun yang dibenci dan
begitu tertangkap akan langsung dihajar atau dibakar
hidup-hidup. Ayahku orang baik, lantas mengapa nasib
tak baik berpijak padanya.
Bel istirahat berdentang tiga kali dan murid-murid
di kelas memekik kegirangan lantas bergegas meninggalkan
buku-buku relajaran. Aku tetap duduk di bawah pohon
ketapang, jemariku meremas daun kering dan rumputan.
Siang ini aku tak segera pulang. Guru matematika
tua yang menyebalkan itu memergokiku duduk-duduk
di bawah pohon saat pelajaran berlangsung, bukannya ke
UKS seperti yang ia kira pada mulanya. Guru itu akhirnya
100
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 108 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
tahu, aku tidak betul-betul sakit sehingga ia menghukurnku
unruk mengerjakan soal-soal tanbahan di laboratorium
kirnia dan aku tak diizinkan pulang sebelum soal-soal itu
selesai kukerjakan.
Aku mengetuk-ngetuk ujung pensilku dengan
ogah-ogahan. Soal-soal ini begitu rumit dan aku tak akan
sanggup mengerjakannya dengan kondisi tertekan begini.
Saat kulayangkan mataku melalui pinru yang terbuka lebar,
aku bisa melihat seorang siswi sedang asyik mengerjakan
sesuatu di kelas kosong yang terletak persis di seberang
laboratorium kimia. Siswi itu tampak sedang memahat
sesuatu di atas meja sambil bersenandung keci!. Aku jadi
ingin tahu apa yang sedang dilakukannya. Mungkinkah ia
sedang dihukum, sarna sepertiku?
Siswi iru mendongak dan ia melihat diriku yang
sedang menatapnya. Buru-buru aku menyibukkan diri
kembali dengan soal-soal rumit itu, meski kepalaku kini
berul-betul pening melihat angka-angka yang berderet dan
tak sanggup kupahami.
Tak dinyana, siswi iru beranjak keluar kelas dan
menghampiriku sambiI tersenyum.
"SoaI-soai itu sulit banget, yat'
Aku mendongak dan memandangnya dengan
heran.
"Aku bisa membantumu kalau kamu mau. Aku
paling ahli mengerjakan soal-soal model begini."
"Bukannya kamu sedang dihukum juga?"
"Dihukumt' Siswi itu memandangku bingung.
"Kalau kamu tidak sedang dihukum, Iantas
mengapa kamu berada di dalam kelas kosong itu sendirian,
101
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 109 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
padaha1 jam seko1ah sudah berakhir? Ku1ihat kamu sedang
mengerjakan sesuatu tadi".
"Oh, itu... ," sis wi itu agak malu-malu.
"Aku
cuma
sedang
menyelesaikan
topeng
buatanku."
"Oh... untuk tugas kesenian, ya?"
"Bukan," kata siswi itu menggeleng. "Aku memang
suka membuat topeng. ltu salah satu hobiku. Hasilnya
memang tak begitu bagus, sih, tapi... ehm, kamu bo1eh
melihatnya kalau mau..."
Siswi itu membuka tasnya dan mengeluarkan
sebuah topeng kayu tip is yang telah dipahat sedernikian
rupa. Topeng itu meniru wajah seorang wajah laki-laki
yang penuh kerut dengan mata hitam bulat dan hidung
1urus, serta sebuah senyum penuh wibawa. Aku merasa
tak aSing saat menyentuh setiap guratannya.
"Topeng
ini
mirip
wajah
ayahku,"
batinku
terperangah.
"Girmma menurutrnu?" tanya siswi itu memancing.
''In.i...bagus sekali," kataku tercekat. "Mirip dengan
wajah manusia sungguhan. Aku suka."
"Wah, terima kasih," siswi itu tampak berbinar.
"Baru kali ini ada orang yang memuji karyaku."
Aku menyentuh topeng itu dengan lembut dan
tiba-tiba aku merasa seperti sedang memandang ayah yang
sedang tersenyum. Hatiku dipenuhi rasa haru. Bagaimana
mungkin topeng ini bisa rnirip ayah? Bentuk hidungnya
sangat bagus dan setiap guratannya rnirip kerut di wajah
ayah yang masih bisa kuingat. Ah, aku seperti menemukan
kembali wajah ayahku yang dulu, seolah pangeran yang
102
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 110 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
dikutuk telah menjelma tampan kembali.
Siswi itu mengulurkan tangannya dan mengambil
topeng itu dengan wajah riang. Aku merasa agak kecewa
ketika topeng itu direnggut lepas dariku.
"Eh... namamu siapa? Murid kelas mana?" tanyaku
ingin tahu.
"Namaku Nengsih. Aku murid kelas VIII D,"
jawabnya sumringah. "Siapa namamu?"
"Dandi, kelas VIII A," sahutku.
"Oh ya, penawaranku tadi masih berlaku Iho. Mau
kubantu mengerjakan soa1-soa1 itu?"
"Wah, b01eh, kebetulan soa1 ini sulit sekali. Tapi
ka1au ketahuan..."
"Udrz/1, nggak apa-apa. Guru itu tak akan datang ke
sini dan tak akan tahu. Percayalah padaku."
Aku tertawa. Sementara Nengsih mu1ai menulis
rumus jawabannya, aku terus melirik topeng yang
tergeletak di samping tangannya. Ada segelintir hasrat
untuk memiliki topeng yang mirip dengan wajah ayah itu
dan kubayangkan akan sangat menyenangkan bila topeng
itu kupajang di kamar, di antara foto-foto ayah yang lain.
Wajah ayah yang tersenyumakan benar-benarhadir kembali
dalam kamarku, seperti dahu1u. Namun, bagaimana
caranya untuk mendapatkannya? Tentu Nengsih tak akan
memberikan karya kebanggaannya begitu saja.
***
Keesokannya, saat istirahat sekolah aku tak sengaja
menemukan Nengsih di kelasnya seperti tengah asyik
memperhcllus pahatan pada topengnya yang mirip wajah
ayah itu. Aku mengamatinya dari kejauhan dan beberapa
103
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 111 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
saat kemudian tiba-tiba ia keluar kelas meninggalkan
pekerjaannya begitu saja di atas meja.
Perla han, aku mengendap masuk ke kelas dan
mengambil topeng itu. Aku terpana. Topeng itu terlihat
lebih halus dan senyurrmya seperti hidup. Aku membalas
senyuman itu dengan bibir agak bergetar.
" Ayah"
"Kau menyukainya, ya7"
Aku tersentak dan menoleh. Jantungku melorot
cepat ketika kulihat Nengsih sedang bersandar di pintu.
Tanganku seketika membeku dan aku tak mampu bergerak
bahkan hanya sekedar untuk berkedip saja. Kali ini aku
benar-benar pencuri yang tertangkap basah dan dalam
kepanikan, kata-kata seperti 'maaf' dan 'tak bermaksud'
mulai berputar liar dalam tenggorokanku yang bergetar.
Nengsih menghela napas panjang. Wajahnya
menunduk dan kulihat alisnya saling bertaut saat ia
menghampiriku dengan ketukan sepatu yang berirama.
Aku rnerasa tegang tak karuan dan dengan gugup aku
mencoba menggerakkan bibirku.
"Sudahlah, aku tahu kamu sangat menyukai topeng
itu. Dan kamu juga sangat menginginkannya, bukan?"
Aku tak sanggup bicara.
Tiba-tiba Nengsih tersenyum. Matanya melembut
dan dengan tawa renyah ia berkata, "Kalau kau memang
menyukainya, tidak apa-apa. Topeng itu boleh buatmu.
Aku senang kalau karyaku bisa berharga bagi orang lain."
Aku merasa darah kembali mengaliri wajahku. Aku
menunduk dan mendekap topeng itu erat-erat dengan
jariku yang menghangat lantas dengan bisikan lemah aku
104
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 112 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
berkata, "terima kasih".
***
Topeng buatan Nengsih kini terpajang rapi di
sepetak LiinLiing kamarku yang selalu membisu. Aku
selalu tersenyum memandangi rupa topeng kayu itu dan
aku merasa mimpi buruk atas kenangan pahit itu tak lagi
mengganggu diriku. Aku merasa sangat bahagia seperti
seorang bocah yang terbangun di tengah cahaya dan warna
yang meniru rona pelangi di angkasa raya.
Meski begitu, masih ada sesuatu yang mengganjal
dan mengusik pikiranku. Mengapa Nengsih bisa membuat
topeng yang begitu mirip dengan wajah ayahku?
Mungkinkah ini cuma kebetulan belaka? Dan pada suatu
hari ketika aku datang ke kelasnya sambil membawa
sepotong cokelat untuk kubagi bersama, ia tak ada di sana.
Ketika kutanyakan pada Andrea, ketua kelas VIII D, ia
memandangku dengan tatapan aneh dan berkata, "Tidak
ada murid yang bernama Nengsih di kelas ini."
105
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 113 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
106
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 114 |
pymupdf
|
A PAK£T L£N6 KAP
p~p~~
Aku menginginkannya. Badannya tegap dengan
kulit agak kecokelatan, usianya sepuluh tahun di atasku.
Dewasa, matang, mapan, dan belum punya pacar. Paket
sempurna yang dikenalkan Kak Pram padaku.
Mereka masih terlibat obrolan semasa kuliah saat
. aku permisi meminjam kamar kecil. Leluasa aku menelusup
dalam kamar kostnya yang cukup luas. Bersih dan wangi,
nilai tambah lagi untuk makin menyukainya.
Beberapa hari setelah malam itu, seperti rencana
Kak Pram, aku dan dia makin akrab. Rentang usia kami
teriampaui, dia memenuhi semua harapanku tentang
hubungan yang serius. Pada awalnya, hubungan kami
saling mendukung. Kerap kali dia menernani dan
menunggui saat aku harus cunp-cunp sebagai Me atau
memberikan pertimbangan saat aku membuat artike1 untuk
majalah mingguan, tempatku bekerja sebagai kontribu tor.
Pun denganku, seringkali kusambangi kantornya demi
menemaninya makansiangatau membanhmya berm~gosiasi
dengan calon pembeli di showroom miliknya.
Aku terbiasa dengan sikapnya yang over posesif.
J
Padanya aku mesti mengubah kebiasaan ceplas-ceplrJsku.
Tidak ada celetukan asal juga berbicara denV'aD nada
J
tinggi.
107
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 115 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
"Bli gus ingin kamu jadi perempuan Bali yang
sanrun dan lembut, itu kodrat perempuan," belanya jika
aku mulai protes dengan aturan-aturan yang untuk remaja
seusiaku terasa berlebihan.
Aku menginginkarmya, tapisulitsekalimeyakinkan.
Aku juga mencintainya. Namun, aku mencintai kebebasan
dan kemerdekaan melakukan apa saja jika itu positif,
bersamanya aku tidak bisa mendapatkan itu. Aku seolah
menjadi pribadi yang lain, asing.
"Ya, Kak Pram juga merasakan kamu agak berbeda
sebulan terakhir ini," kata Kak Pram saat aku curhat di
kantornya suatu siang. Aku memberi tatapan memelas,
yang aku butuhkan bukan cuma pembenaran, tapi apa ·
yang harus kulakukan dengan hubungan ini.
"Tapi Dini harus realistis, kalau kamu pacaran
dan jadi kawin sarna dia, kamu aman lahir batin. Dengan
pekerjaarmya yang mapan, kalau nanti kamu mau jadi ibu
rumah tangga total pun tidak ada masalah. Kamu bisa tetap
hidup senang tapi keluargamu nggak kesulitan keuangan.
Masa depan yang sempurna kan? Kak Pram memilihkan
dia, karena nggak mau hidupmu kesusahan," Kak Pram
membetulkan posisi duduknya, masih tanpa mengalihkan
pandangan padaku.
"Tapi aku tidak pernah bercita-cita menikah muda,
tidak sekarang. Umurku 20 tahun, Kak. Aku mau mengejar
semua mimpi-mimpiku, rnelakukan hal-hal yang nanti
setelah menikah tidak akan bisa aku lakukan lagi. Aku
tidak pernah berpikir menikah dengan dia, belum saat
ini," tegasku emosional.
"Perempuan kodratnya menikah, dik. Aku dan
108
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 116 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
istriku kawin saat kami sarna-sarna masih kuliah. Waktu
itu umur kami masih 21 tahun ..."
"Tapi gara-gara hamil. .. " potongku sengit. Dan
aku berlalu cepat meninggalkan kantor Kak Pram.
Aku
harus
bicara
pada
Bli
Gus,
tentang
ketidaknyamanan ini. Kami kan sekarang pacaran, jadi
mestinya harus saling membuat nyaman. Toh, Bli Gus kerap
memintaku terbuka, jika ada yang tidak sesuai dengan
pikiranku.
Malam itu di kostnya, "Bli Gus tidak pernah
berusaha mengubah Dini, Bli Gus suka kamu yang seperti
ini kok, hanya Bli Gus ingin kamu lebih dewasa jadi saat
nanti mengenalkan kamu pada ternan-ternan dan keluarga
besar, mereka nggak punya alasan untuk menjatuhkan
kamu. Bli Gus serius sarna kamu, urnur Bli Gus sudah 30
tahun, bukan waktunya main-main lagi," jelasnya sembari
sesekali membelai rambutku.
"BIz Gus, maaf. Saya belum memikirkan hubungan
yang seserius itu, apalagi bertemu dengan keluarga besar
Bli Gus . Say a belum siap, tidak secepat ini," aku menunduk
dalam-dalam agar bisa beralih dari pandangan matanya.
"Kita bicarakan masalah ini lain waktu, Bli Gus
mandi dulu. Mau ikut?" ajaknya nakaI, sambil mengerling
genit. Aku lempar handuk padanya.
Dia memelukku dari belakang. Tercium aroma
parfum laki-laki yang dia beIi bersamaku minggu lalu.
8adannya masih tanpa baju, hanya berbalut handuk yang
tadi kulempar padanya. Aku merasa hangat. Kehangatan
yang selalu aku cari tiap kaIi pacaran. Seperti ini, dengarmya,
membuatku merasa lengkap. Aku tidak butuh apa-apa lagi,
109
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 117 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
hanya dia.
Ketika aku sadar, kami sudah berada di atas tempat
tidur. Tanpa sehelai baju, aku dan dia telanjang. Batinku
tak ingin melanjutkan, mengingatkan komitmenku untuk
tetap menjaga kesucian sampai menikah nanti. Aku mau
tetap perawan dan melakukan hubungan intim hanya
dengan suamiku kelak.
Tiba-tiba dia menarik bedcover, menutupkan padaku.
"Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat. Lain kali,
Dini harus berani menolak kalau Dini tidak setuju pada
apa yang dilakukan orang padamu. Diam dalam pikiran
sendiri, tidak akan bisa menjagamu," dia mengecup pelan
keningku. Memelukku sesaat. Lalu beranjak pergi.
Aku dan Bli Gus ...
Kami terpaut usia 10 tahun. Dia berkasta tertinggi
di Bali, sedangkan aku perempuan Bali biasa. Aku besar
dalam lingkungan Bali modern, aku tidak pernah paham
cara berbahasa Bali yang benar, hanya pandai mejejaitan
berkat ajaran Odah. Sehari-hari aku dan orang tuaku, juga
keluarga besarku, kami menggunakan bahasa pengantar
bahasa Indonesia. Bukan tidak menghargai budaya, hanya
bagi kami, kecintaan pada le1uhur bisa diwujudkan dengan
banyak cara.
Sementara Bli Gus, besar di bawah lingkungan kasta
yang sarat dengan feodalisme dan cenderung konservatll.
Ajiknya wafat ketika dia SMP. Dia anak tertua, dengan tiga
adik. Adik terkecilnya, berusia tiga tahun di atasku.
Dia pernahceri ta, jika nantimenikah, dia sepenuhnya
akan menetap di kampung. Sesekali di Denpasar hanya
untuk mengawasi usaha-usahanya.
110
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 118 |
pymupdf
|
Antoiogi Cerpen
Aku tidak yakin bisa berdampingan dengan
harapannya. Aku takut membayangkan hidup jauh dari
pusat keramaian Denpasar, bahkan aku sempat berniat
hijrah menuju Yogyakarta atau Jakarta. Melanjutkan kuliah,
bekerja dan mungkin menetap di sana.
Aku bukan ingin jadi perempuan hedonisme
atau gila-gilaan mengejar karier. Aku juga belum sempat
berimajinasi tentang kehidupan jauh dari segala akses,
hanya total mengerjakan urusan rumah tangga. Ruangku
hanya kamar tidur, dapur, kamar mandi, dansekolah anak
anakku. Tiap saat tertekan dikurung tradisi.
II Bli gus pernah memikirkan itu, sarna persis dengan
ketakutan kamu. Bli Gus juga tidak yakin apakah masih
bisa menemukan perempuan yang rela mengorbankan
kenyamanan demi membangun kehidupan baru yang jauh
dari apa yang dijalaninya. Tapi please, kita coba jalani dulu.
Bli Gus merasa lengkap dengan kamu, kita banyak berbeda.
Namun, spiritmu membuat Bli Gus optimis menjalani
hidup."
Akan tetapi, itu percakapan terakhir kami. Dia
menghilang tanpa didahului perpisahan. Teleponku tak
dijawabnya, SMS yang kukirim pun tak dibalasnya. Dia
seolah hujan, datang lalu reda dan menghilang entah kapan
kembali.
Aku kelelahan mencarinya. Sekretarisnya tidak
bosan bertanya keberadaan bosnya, serupa denganku, di
merengut kebingungan menangani urusan kantor. Aku
putus asa.
Sampai siang itu, pada sebuah rumah sakit. Aku
keluar dari poliklinik THT, sehabis memeriksa suaraku
III
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 119 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
yang hilang beberapa hari belakangan gara-gara jadwal
I1gemslku yang hampir hap hari. Aku nyaris melupakan
"Ienyapnya" Bli Gus, mencoba pasrah saja.
Namun, mataku menangkap sosok yang kukenal,
berjalan berlawan denganku, keluar dari poliklinik
kandungan. Bli Gus denganseorangperempuan paruh baya.
Bli Gus berhasil menemukanku yang berusaha sembunyi
di antara kerumunan. Oia bisu, melewahku tanpa sedikit
pun menoleh atau menyapa, seolah tidak pernah saling
mengenal. Padahal, dia masih pacarku.
Berhadapan dengan situasi itu, aku rnasih bisa
berjalan tenang. Masuk ke poliklinik kandungan, mencari
seorang dokter yang kukenal.
"Mereka konsultasi genetik, mereka berencana
menikah. Perempuannya juga konsultasi kesuburan karena
usianya yang sudah tigapuluh tahun. Kamu kenaI mereka?"
tanya dokter tampan yang kerap jadi narasumberku selama
In!. .
"Laki-Iakinya pacar saya, Ook" Tanpa memper
silakan dokter itu bertanya lebih jauh, aku pennisi pulang.
Dan aku tetap berjalan tenang, melewati koridor
dan aroma rumah sakit. Aku tidak suka aroma ini. Da aku
semakin bend rumah sakit kini. Tapi yang kupikirkan kini
bagaimana mengembalikan suaraku dan menyelesaikan
kontTak kerja ngemcku dengan sebaik-baiknya. Bli Gus
sudah terlalu lama pergi kalau dia masih mau kembali biar
dia yang mencariku.
Malamnya yang kunantikan datang. Lelaki yang
kurindukan "pulang", tapi raut gelisah sarat di wajahnya.
Berkali-kali dia mengubah posisi duduknya.
j 12
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 120 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
/lKapan Bli Gus kawin? Ada sisa undangan buat
saya?"
Wajahnya menegang, menangis. Entahlah, tapi
aku bergeming mendapati panorama itu. Hampa saja
kurasakan.
"Dia masih saudara Bli Gus, kami sarna-sarna
dijodohkan. Maaf./I Pembelaan yang tepat, dengankambing
hitam keluarganya, Bli Gus membuatku malas berdebat.
"Apa nggak bisa Bli Gus bicara sejak awal sarna saya,
kenapa saya harus tahu dengan cara semacam tempo hari.
BI/ Gus bisa bayangkan nggnk, bagaimana campur aduknya
perasaan saya? Akhirnya bisa lihat Bli Gus Iagi, tapi ada
perempuan lain, dan dia calon istrimu, padahal Bli Gus
masih pacarku. Bli Gus pengecut!" jeritku tertahan, aku
muak sekaligus putus asa. Kami sarna-sarna menangis, tapi
sedikit pun tak ada ibaku padanya. Aku marah.
Cinta BII Gus benar-benar paket Iengkap. Sayang,
.cinta, dan marah menjadi satu paket. Aku ingin merebutnya
kembali, bagaimanapun aku berhak, dia pacarku.
Pertengahan bulan Juni, hujan.
Pekerjaanku selesai dengan sempurna. Tamu-tamu
undangan kubiarkan menahan napas menanti kejutan
bagian demi bagian acara yang aku susun. Celotehanku
pun berjalan riang di atas panggung. Meskipun malam itu,
aku sebagai pembawa acara dan sekaligus pembuat konsep
resepsi pernikahan mantan pacarku. Aku tidak berminat
mencari tahu, alasan Bli Gus memilihku. Entah, dia ingin
memamerkan kebahagiaannya atau ingin membuatku
semakin benci, sekaligus terluka.
113
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 121 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
"Jangan nangis, Dik. Kamu yang menolak menikah
dengan dia, harusnya kamu siap dengan apa yang terjadi
hari ini. Dia tidak mungkin menunggu sampai kamu
siap, usia kita terus bertambah." Kak Pram yang kurninta
menemani malam itu hanya pasrah melihatku sesegukkan
di mobil sepanjang perjalanan pulang.
Entahlah, seberapa sakit kehilangan ini, apakah
lebih sakit atau sarna sakitnya dengan luka-luka akibatcinta
yang pernah aku alarni sebelumnya. Aku berharap Bli Gus
menunggu sampai aku siap, tapi sekarang kesempurnaan
masa depan yang pernah aku impikan beralih pada
perempuan lain.
Sesak rasanya mengingat, aku pemah tanpa sehelai
benang pun di hadapannya. Nyaris kehilangan keutuhan
keperempuanan yang mati-matian aku jaga dan kini laki
Iaki itu tidak akan pernah jadi suarniku.
Sepanjang pe~alanan pulang aku tak bisa menahan
tangis, tumpah semua yang kutahan. Apa masih ada cinta
paket Iengkap setelah ini?
114
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 122 |
pymupdf
|
lAKAKAKKU
~E.P~H"'~
Teeettt-teeeeettt-teeeeetttt!!!! !
"Waktu sudah habis! Letakkan pulpen kalian,
kumpulkan tesnya sekarangjuga!!" kata Bu Rika tajam. Dia
guru yang paling ditakuti murid satu sekolah, merangkap
dengan pelajarannya yang bernama II Matematika" . Bu Rika,
sekilas lalu, tampak sangat cantik, anggun, dan lembut.
Sebelum tahu kalau dia mengajarkan pelajaran "maut",
banyak murid cowok yang terkagum-kagum pada guru
yang satu ini. Namun, ternyata, oh, ternyata, semuanya
langsung berbalik seratus delapan puluh derajat tatkala
mereka sudah di dalam satu ruangan dan membahas sesuatu
yang, katanya sendiri, agung dalam ilmu pengetahuan,
yaitu matematika, sekali lagi, matematika.
Kriet. .. , salah seorang murid berdiri dari bangkunya
persis setelah perintah dari Bu Rika. Seorang cewek. Dia
berjalan dengan sangat mantap menuju meja guru, lalu
mt'nyerahkan kertasnya paJa Bu Rika yang tersenyum.
II Bagus. Kamu boleh pulang," kata Bu Rika, jelas
kagum pada cewek ini.
Si cewek hanya tersenyum keci!, kembali ke tempat
duduknya seraya membereskan barang-barang di atas
mejanya dan menunggu teman-temannya, satu persatu,
115
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 123 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
mengumpulkan tes mereka dengan wajah tidak rela dan
kesal.
"Ya ampun, bel, tadi itu soal-soalnya susah amat
ya.?"
"Yah ... gitu deh," jawab Bella, gadis yang tadi paling
pertama mengumpulkan tes, mengiyakan saja keluhan
temannya, Anita.
"Ah, bohong, kamu kan pintar" sanggah Anita.
"Kamu kan memang pintar brmget matematika, nggak heran
deh, kalau ntarnilaimu seratus, tems Bu Rika makin sayang
dengan kamu."
"Lho, kan tadi aku euma nyautin omonganrnu,"
ueapan Bella di putus oleh omelan panjang Anita.
"Halah, aku tahu kok kamu enmng pintar. Sudah
pintar, eantik, tinggi lagi, nggak kayak aku, eebol.
Keluargamu kaya lagi. Papamu dokter, mamarnu dosen
yang super jenius, kakakmu juga jenius, ketua OSIS pula,
dan well." Anita kelabakan karena dia ngomong sendiri,
bam sadar kalau Bella sudah berjalan jauh di depannya,
bahkan hampir meneapai motornya. "Wei, Bel, tungguin
aku dong!"
"Sari, An, aku pulang duluan," kata Bella, rnelajukan
motornya meninggalkan Anita yang bengong bego.
Rasain, pikir Bella jengkel. Tiap hari bisanya ngeluh melulu,
kirnil1 aku senang dipuji-puji begitu.
5emua selalu melihat keluarga Bella sebagai keluarga yang
sempurna. Ayahnya, seorang dokter yang terkenal, ibunya
dasen matematika di universitas negeri, kakaknya eakep,
jenius, dan ketua OSIS di sekalahnya. Sarna dengan dirinya,
yang disebut-sebut sebagai eewek Iuar bias a, rnemiliki
11 6
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 124 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
setiap unsur 3B, kombinasi maut yang mampu membuat
cowok mana pun terpana sekaligus rendah diri. Belum
lagi karena kekayaan keluarganya dan lain sebagainya,
sebagainya, sebagainya, bahkan kadang-kadang dilebih
lebihkan orang. Padahal, keluarganya tidaklah sesempurna
yang dibayangkan. Bella juga tidak suka karena kadang
kadang beberapa anak bigos sekolah selalu menyebarkan
gosip bahwa nilai-nilai matematika dan pelajaran lainnya
selalu bagus karena ibunya punya koneksi dengan kepala
sekolah. Enak saja, semua itu usahanya agar dia diakui.
Dia tidak mau dibanding-bandingkan dengan kakaknya,
Renaldo, yang selalu dipuji-puji siapa pun. Dulu, dia selalu
dikenal orang karena dia adik Renaldo, tapi dia sudah
tidak mau lagi dikenal karena dia hanyalah adik. Dia harus
dikenal karena dirinya sendiri, usahanya sendiri. Satu hal
lagi yang membuatnya merasa keluarganya tidak sempurna
adalah...
"Hei, Bel, udall pulang ya?" kakaknya menyapa
begitu dia masuk ke dalam rumah. Naldo sedang duduk di
sofa ruang keluarga bersama seseorang.
"Haaao..."
Bella menatap rniris gadis yang duduk di samping
Naldo. Dia sangat cantik. Bahkan melebihi Bella. Pacar
Naldokah? Bukan.
Cadis itu bernama Natalia. Dia menderita autisme
sejak kecil yang membuatnya mengalarni perkembangan
yang lambat dan merniliki kelainan. Dia baru kelas 5 SD
walaupun usianya sarna dengan Bella. Pasien ayahnyakah?
Bukan.
117
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 125 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
Gadis itu kakak kembamya.
"Hai," kata Bella tak acuh, bergegas rnelepaskan
sepatunya,ingin cepat-cepatmasuk kamar. Naldo menghela
napas, sudah biasa melihat pemandangan ini. Dia tahu
Bella tidak akan mempedulikan Natalia dan seperti bias a,
tidak akan mau menemani Natalia berlatih berbicara.
"Bella!" panggil Naldo sebelum adik bungsunya
kabur ke kamamya atau mungkin sesungguhnya lari dan
tidak ingin mengakui kenyataan di depan matanya.
"Bella, tunggu!"
Adiknya berhenti, menoleh dengan sangat enggan.
"Apar'
"Eeehhaaa... " Natalia berteriak ganjil dengan mata
begitu sedih menatap adiknya.
"Eeha...hhhemenginn aaku nghaattiiaan nngoo
mong"
"Baglls," Naldo mengelliS kepala Natalia dengan
sayang. "Ucaparunu rnakin bisa dirnengerti, Nat! Kamu
pintar!"
Bella, anehnya, menatap dengan tatapan penuh iri
begitu melihat Naldo mengelus kepala Natalia. Kemudian,
dengan senyllm mengejek dia berkata, "Apanya yang
pintar! Kak, jangan bercanda deh l Omongan nggak jelas
begitu dibilang pintar! Burung beD aja masih lebih pintar
ngomong daripada dia!"
Seketika wajah Natalia berubah murung. Meskipun
mentalnya agak terbelakang, seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangannya yang walaupun agak lambat, dia
bisa mengerti dan membedakan perlakuan yang diberikan
orang padanya.
118
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 126 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
"Bella, sudah berapa kali sill kakak bilang sarna
kamu)" tegur Naldo tegas. "Oia ini kakak kembarmu!
5audaramu l Mestinya kamu yang lebih ngerti dia daripada
kakak, kalian kan anak kembar! Mestinya kamu bantuin dia,
ngasih dia support, kenapa sih kamu tega ngomong begitu?
Emangnya dia pemah salah sarna kamu?"
Naldo
tidak
sampai
membentak
meskipun
sesungguhnya dia sudahkehilangan kesabaran menghadapi
sikap egois Bella.
"Ya, dia salah besar," jawab Bella tenang, matanya
berkaca-kaca. "Salahnya terlalu besar."
Ketiganya rnembisu. Saling pandang. Merurnbulkan
kesunyian yang pahit, menyebar perlahan dan pasti.
Lalu,
tanpa
berkata-kata
lagi,
Bella
pergl
merunggalkan Naldo dan Natalia.
Menangis.
Sejak kecil Bella merasa orang tua dan kakaknya tidak
pernah begitu memperhatikannya. BetuI, mereka hidup
ddlam satu keluarga. Betul, mereka hidup serumah. BetuI,
segal a keperluannya terpenuhi. Namun, dia kekurangan
perhatian dan kasih sayang. Segalanya mereka curahkan
untuk Natalia. Waktu, uang, pengobatan, perhatian, dan
kasih sayang. Bella tahu itu untuk kepentingan Natalia,
untuk kebaikannya agar kakaknya itu mampu melanjutkan
hidup. Akan tetapi, Bella kesal akan sikap orang tuanya
yang tak pernah mau mengakui bahwa mereka rnemiliki
seorang putri lagi selain dirinya. Sedari kecil Bella selalu
diajarkan agar tidak mengatakan bahwa dia memiliki
kakak yang cacat.
119
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 127 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
Bella iri sekaligus kesal pada orang tua dan
kakaknya. Di satu sisi dia senang melihat Natalia dikasihi,
di sisi lain, dia kesal melihat sikap orang tuanya yang terlalu
gengsi. Namun, dia juga kesal karena Natalia merebut
semua perhatian orang tua dan Naldo darinya. Apa pun
yang Bella lakukan, prestasi segemilang apa pun yang
diraihnya, hanya berarti secuil di mata orang tuanya.
Keluarga sempurnakah mereka?
"Apa-apaan sih inniiiii?" tangan Bella sampai
gemetar saking jengkelnya gara-gara membaca memo
yang ditinggalkan orang tuanya dan Naldo. Pulang dari les
malam, dia dikejutkan oleh memo imut yang terpampang
di depan kulkas. lsi memonya adalah dia harus menjaga
rumah dari malam ini sampai besok, hanya berdua bersama
Natalia.Je las-jelas ini bencana buat Bella .1m berarti d ia harus
menjaga Natalia semalaman. Uugghh, baru dibayangkan
saja sudah bikin pusing! "Mereka emang tega ninggalin aku
sendiri! Enak-enakkan kondangan sampai nginep segala di
Ubud. Sementara aku di sim, nelangsa! Aarrggghhhhh!
Natalia memandangnya bingung dari sofa ruang
keluarga. Dia duduk di situ, tempat favoritnya di rumah,
seraya menonton kartun di televisi.
"Hadda happa, Ehha?" tanyanya pelan-pelan,
mengernyit dalam ketika berusaha mengucapkan kata-kata
barusan.
Bella tidak mengacuhkannya, dengan cuek berjalan
melewatinya, agak terburu-buru pergi ke kamarnya. Seusai
ganti baju, dia kembali ke bawah untuk makan malam. Dia
melihat Natalia sedang tertawa-tawa senang karena kartun
yang ditontonnya. Tawanya begitu polos seperti anak kecil
[20
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 128 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
yang tak bersalah, yang hanya tahu senang dan duka. Tapi
begitu melihat Bella turun, Natalia manghentikan tawanya
lalu berjalan dengan susah payah mendatanginya.
"Kkkhita mmakkarm yyuuk."
Sekejap, ingin rasanya Bella mengangguk menjawab
pertanyaan kakaknya seraya merangkulnya, namun semua
keinginarmya itu lenyap ketika Bella teringat lagi dengan
orang tuanya dan Naldo.
Dia merebut segalanya darimu.
Bella pun tidak menyahuti ajakan Natalia, berjalan
[urus ke meja makan, membiarkan Natalia bengong
sendirian.
Hubungan persaudaraan itu terlihat kaku. Natalia
mengekori Bella ke meja makan. Duduk berhadapan tanpa
berbicara apa-apa. Suasana meja makan begitu dingin,
senyap bagai kuburan. Bella ingin sekali berbicara tapi dia
gengsi. Natalia juga ingin berbincang dengan adiknya tapi
.takut. Alhasil, sampai selesai mencuci piring pun, mereka
masih diam.
"Masih nonton gak?" tanya Bella datar.
"Nggaakk," geleng Natalia agak ketakutan.
"Ya udah," Bella menyambar remot yang tergeletak
di atas sofa, memindahkan saluran TV ke acara favoritnya.
Bella duduk di ujung sofa, sementara Natalia duduk di
ujung lain. Sama-sama diam. Konsentrasi Bella tercurah
ke TV di hadaparmya, tidak mempedulikan Natalia sama
sekali.
Byiet. Sedang seru-serunya menonton, listrik tiba
tiba paJam. Bella yang memiliki kejadian traumatis akan
kegelapan, langsung mengejang begitu sekelilingnya
121
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 129 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
mendadak gelap.
Keringat dingin langsung mengucur melalui
pelipisnya. Bella gemetar. Dia teringat lagi sewaktu dia
terjebak di gudang gelap semalaman.
Byiet. Listrik menyala kembali. Namun, itu tidak
bisa memulihkan sIwek Bella dengan cepat. Jantungnya
masih berdegup kencang dan keringat dinginnya belum
juga berhenti mengalir.
Ada tisu yang membersihkan keringatnya. Bella
menoleh ke samping dan melihat Natalia. Mata cokeIatnya
bersinar begitu tulus mengamati Bella yang pucat pasi.
Pelan-pelan dan hati-hati, Natalia menarik Bella dalam
pelukannya.
"Hangarum thaakhhuut. .. " ujarnya menenang-kan,
"Hamu ghaak sendirian."
Tak disangkanya, Bella membalas pelukannya
seraya menangis keras-keras. Segala beban dan kepenatan
ia tumpahkan. Segala rasa benci dan iri hati musnah. Bella
merasa betul-betul tolol. Dia selalu membenci keluarga
dan kakaknya dan menganggap Natalialah penyebab
ketidaksempurnaan keluarganya. Justru, dialah yang
sebenarnya
menjadi
penyebab
ketidaksempurnaan
itu. Segaia keegoisannya telah menutup matanya dari
kenyataan. Dia tidak mau mengakui kalau saja Renaldo
tidak memberi saran pada orang tuanya, orang tuanya
mulai membuka diri. Mereka tidak lagi menyembunyikan
Natalia. Dirinya saja yang kelewat egois.
"Maafkan aku, Kak" bisiknya menyesal. "Maafkan
aku,"
122
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 130 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
Sejak peristiwa itu, sikap Bella pada Natalia berubah
total. Dialah kini yang paling semangat membantu Natalia
belajar bicara, Dia selalu siap menemani Natalia ke mana
pun, Dia tidak pernah merasa malu lagi akan cacat yang
diderita kakaknya. Bella kini sadar, kakaknya tidak pernah
merebut miliknya. Natalialah yang menyempumakan
keluarganya. Sungguh bersyukur Bella bisa memiliki kakak
seperti Natalia.
Saat ini dan seterusnya, Bella mau mengundang
teman-temannya bermain ke rumahnya. Dulu dia tak
pernah mau, malu kalau teman-temannya bertanya siapa
gadis cacat yang dilatih berbicara oleh Naldo. Namlill
sekarang, jika salah seorang temannya bertanya, siapakah
gadis yang memiliki kesulitan untuk berbicara dan dilatih
oleh Naldo dengan kesabaran dan pengertian yang begitu
tinggi, dengan bangga Bella menjawab, "Dia kakakku."
123
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 131 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
124
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 132 |
pymupdf
|
PULANG
r ~ ~
Menulis di daun ketapang, ia merasa menemukan
cara untuk berbicara atau setidaknya mengungkapkan
perasaan terdalamnya. 1a selalu menuliskan kerinduannya
di sana, seolah sudah pasti bahwa kakeknya akan membaca
semua surat yang ia buat itu. Daun-daun itu ia simpan
dalam kotak kecil mainan mungilnya dan duduk di atas
batu, tempat ia biasa rnenahan rasa gundah murungnya.
Apabila kotak yang kini berlubang di segala sisinya itu
telah terisi penuh dengan daun ketapang, tanpa keraguan
ia akan melemparkan isinya ke riak air. Lalu dalam angan
·dan inginnya, ia seakan menyaksikan tangan-tangan
menggapai menjulur meraih dedaunan itu.
Padasaatitulahiaselalumerasaharusmemperhatikan
tangan-tangan lemah yang mengambil surat ketapang itu,
mencoba menerka yang manakah tangan si kakek. Ada
tangan yang keriput, hanya tu1ang yang berba1ut kulit
seperti tangan kakek yang renta ketika mengambilkannya
sepiring nasi jika ia pu1ang bertandang. Ada juga tangan
kekar persis seperti bekas tangan si kakek pada alat bajak
dan kampak yang melapuk di batas kenangan masa
kecilnya. Dan se1alu di ujung angan-angannya itu, begitu
nyata mencekam matanya, bayangan tangan kakeknya
yang menggapai-gapai, sebelum akhirnya 1unglai dan
125
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 133 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
lenyap dalam pusaran arus yang berputar menderas itu.
1a selalu terbayang kejadian memilukan itu. Senja
yang gamang, dengan bayangan batang ilalang yang
ditelanjangi oleh cahaya matahari yang memerah. Ya, ia
tak dapat berbuat apa pun ketika si kakek yang tua dengan
memakai kain serba putih perlahan menyongsong arus
seotah tengah menyambut kelahirannya kembali. 1a hanya
memandang dari kejauhan, dari tepi sungai, ketika sedikit
demi sedikit kain putih si kakek lenyap dan menyatu
dalam riak gelombang, meninggalkan guguran daun
ketapang di atas tanah yang basah oleh air mata cucunya.
Ada yang aneh dengan daun itu, setiap kakek bergoyang
karena gelombang, sehelai daun melenggang jatuh. Baru
saat semua tubuh si kakek tenggelam, ia berbisik lirih 11 aku
ingin bicara denganmu, kakek." Sehelai daun ketapang
jatuh menyempurnakan tetes tangisnya.
Sejak kakek tenggelam di sungai, ia merasa kota
kecil itu penuh kain hitam, melilit gedung dan pohon
pohon, muram persis seperti kisah-kisah yang ditulisnya
di helai daun ketapangnya. Semula ia mencoba merapikan
perasaannya, berulang mencoba membagikan rasa pilunya
pada sahabat-sahabat, keluarga bahkan pada kekasihnya.
Sarna seperti orang kebanyakan, ia pun ingin menemukan
reaIitas kehidupannya kembali tapi apa mau dikata, tak
ada seorang pun yang kuasa menghiburnya. Hingga suatu
hari, akhimya ia memutuskan untuk bungkam, membisu,
dan dengan itu, pikirnya, mungkin ia akan menemukan
ketentraman. Baginya kebisuan ini sudah sangat sempurna,
dunia sudah terlalu letih dan tua dipenuhi kata-kata
pemanis yang sia-sia. Tak ada alasan lagi untuk bicara. Di
126
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 134 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
tulisnya di daun ketapang, bahwa setetes kata lagi pastillah
akan tak tertahankan oleh dunia yang renta ini. Ya, setetes
lagi pastillah tak tertahankan.
Kalau ibu dan kakak-kakaknya bertanya, kenapa
ia membisu. la akan menulis jawabannya di atas kertas
dan selalu dengan kalimat yang hampir sarna, "selain
keheningan, aku tak ingin apa pun." Oengan cara seperti itu,
ia merasa teIah menghukum dunia yang telah merenggut
kakeknya secara tiba-tiba itu. Pemah ia menulis, ia ingin
membuat gerimis jadi tangis, tapi cuma daIam pikirannya
dan tak mau itu sampai terbawa keluar serta diketahui
semua orang. Biarlahsemuanya ia simpansendiri.Termasuk
tentang rahasia daun-daun daIam kotak kecilnya.
Oi Iuar kebiasaannya, suatu petang bergerimis, ia
kern bali ke rumah. Ibu dan kakaknya, tentu saja heran.
Memang, selama ini ia seIaIu pulang tengah malam bahkan
tak jarang dini hari. Tidak seperti biasanya pula, tiba
tiba saja ia berkata, "Ibu, aku ingin minum teh hijau itu."
Tentu saja suaranya membuat keluarganya takjub, bahkan
cangkir di tangan ibunya nyaris jatuh. Sudah terbiasa
dengan kebisuan selama iru, mereka kini sarna sekali tidak
siap dengan kenyataan lain yang mengejutkan itu. Kakak
perempuannya tercekat dan IaIu bertanya, "ada apa?"
Tokoh kita terlihat seakan heran, pertanyaan itu
seperti mengusiknya dan seakan ditujukan pada orang
asing. Padahal, ia yakin sudah menghuni rumah ini sejak
lahir. Tatap matanya yang senyap, sekiIas tersinggung,
tapi kemudian muram kembaIi. Rupanya kakak dan
ibunya menangkap bahwa adiknya kini telah berubah,
bahwa adiknya kembali hangat seperti dulu. Memang,
127
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 135 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
sejak petang itu, sepatah dua patah kata, ia mulai meneoba
berkomunikasi dengan kakak dan ibunya. Akan tetapi, tak
ada yang memperhatikan bahwa matanya yang senyap
itu, kini justru semakin muram, serupa danau yang kelam.
Bibir bersuara tapi dunia dalam dirinya malahan kian tak
terduga bisunya.
Suatu hari, ketika satu keluarga itu sedang
menikmati makan malam bersama, ibu dan kakaknya
begitu menikmati sup masing-masing. tokoh kita euma
memandangi satu persatu orang di sana. Semuanya
menunduk. Menghabiskan sup sendiri-sendiri. Tokoh kita
tidak melahap habis makanannya seperti yang dilakukan
. oleh yang lain. Ia seakan telah kenyang oleh kebosanan dan
kebisuan selama ini. Sesekali kakak dan ibunya meneuri
pandang padanya dan sesekali tertangkap olelmya. Jelas
mereka ingin sekali membunuh kesunyian ini. Namun
sama sekali tidak ada yang memulai bieara.
"Kenapa kalian, apa kalian kehilangan lidah? Begini
cara kalian menyikapi aku?" Tokoh kita muak dengan
kebisuan di ruangan itu. Ia memandang tajam pada salah
satu anggota keluarganya.
"Bahkan menjawab pertanyaanku pun kalian tak
maul" la membanting mangkuknya. Seisinya tumpah ke
atas meja dan mengagetkan ibu dan kakaknya. "Jangan
kira aku Selama ini bisu! Tapi karena kalianlah aku tak
bisa bicara. "Ia bangkit dengan mengaeungkan tangannya
ke arah kakaknya dan mundur perlahan menuju pintu
keluar," Dan, jika kalian ingin kebisuan ini," la menarik
napas dan membuka pintu, "Aku akan buat kalian tak bisa
bicara selama hidup kalian!" Ia keluar meninggalkan ibu
128
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 136 |
pymupdf
|
Antologi Cerpen
dan kakaknya yang tertegun, seakan tak percaya akan ada
banyak kata yang keluar dari mulutnya.
Maka ia kembali memilih untuk bisu. Kakak
dan ibunya telah berulang membujuknya untuk bicara.
Membawa dokter untuk memeriksanya serta setengah
memaksanya untuk meminum aneka obat yang dianjurkan.
Berbagai orang pintar dan dukun pun dihadirkan, namun
tak seucap pun kata keluar dari mu1utnya. Mungkin, dalam
benaknya, ada banyak hal yang lebih penting selain bicara.
Ka1aupun ia membuka mu1utnya, yang keluar ada1ah desis
ataupun guram-guram tak jelas.
Begitu1ah, ia kini datang dan pergi sesukanya.
Bahkan berhari-hari tak puIang kerumah. Awa1nya, ibu dan
kakaknya cemas. Namun be1akangan, mungkin karena jemu
atau juga pasrah, mereka seo1ah tak 1agi memperdu1ikan
kehadiranya. Maka, ketika ia pu1ang, tak pernah sekalipun
ia berkata-kata. Ia me1epas lelalmya, menatap mata ibu atau
.kakaknya. Marah atau mengucapkan terima kasih hanya
1ewat senyap matanya. Apabila sudah waktunya untuk
makan atau pun tidur, ia hanya mengirim isyarat dengan
menepuk pundak dan atau mengerdip mata sesekali.
Sudah lima paket surat yang penuh terisi he1aian
daun yang ia kirimkan. Semuanya menyiratkan kerinduan
juga penyesa1an. Dan kesemuanya itu be1um dibalas.
Tel yel kin suatu hari akan ada balasan dari seberang yang
mengatakan kaIau kakeknya baik-baik dan tak kurang satu
pun. Ia menungu tiap sore, mencari botoI ataupun plastik
yang di da1amnya terisi surat balasan. Namun, jalan sungai
itu tetap sepi. Harapan untuk menemukan kabar semuanya
berakhir seperti percikan air yang segera hi1ang ke da1am
129
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 137 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
celah kering tanah. Keinginannya segera menguap. Dan
jika malam sudah melangkah ia kembali ke gubuk tua
peninggalan si kakek, lalu isaknya akan terdegar samar.
Suatu malam, ia terbangun lalu seperti biasa, di
atas batu kecil tepi sungai, ia menulis di daun ketapang.
Lama merenung, tak ada satu kata pun di goresannya.
la tengadah ke angkasa, ia merasa bintang paling terang
tiba-tiba menghilang dari pandangnya. Lalu berkelebat
kalimat, "Kek, sungai ini berakhir di langit ya?" Wajahnya
tiba-tiba cerah, matanya tiba-tiba terang seakan penuh
kilau kunang-kunang. Daun ketapang itu pun dengan
hening di lepasnya, arus sungai yang tenang perlahan
membimbingnya menjauh. Tiba-tiba saja ia merasa ingin
pulang.
130
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 138 |
pymupdf
|
IBUKU BIBIKU
rfV.UR~~
Malam ini ibu menangis lagi. Walaupun beliau
mencoba menyembunyikan deritanya padaku, namun
kesan pilu isak tangisnya itu sudah mampu membuat gadis
tolol seperti aku mengerh.
Mengerh akan beban batin yang beliau pikul saat
bapakku pergi dan tak kunjung pulang hingga sepekan.
Aku pun mengerh beban ekonorni yang tak kalah memeras
otak dan tubuh kurus ibuku hingga tak jarang membuatnya
jatuh sakit.
"Tapi di mana bapak?" tanyaku pelan, entah siapa
yang aku tanyai.
"Apakah beliau benar-benar sudah tidak peduli lagi
pada karni?" ucapku penuh kecewa.
Bahkan adikku, Seto tak hentinya menanyakan
sosok beliau yang sudah seminggu lebih tak muncul di
pandangannya.
Sungguh ma1ang ia, be1um genap 8 tahun usianya,
ia sudah harus hidup dalam tanya akan keberadaan
bapaknya selama ini.
Kini aku hanya bisa mencoba untuk berpikir positif
tentang figur bapakku itu.
"Bapakku seorang kepala desa dengan segudang
pekerjaan. Jadi, ia pasti sibuk," hiburku dalam hati. Tapi
131
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 139 |
pymupdf
|
Topeng Nengsih
aku tersentak kaget oleh pikiranku sendiri.
Aku mulai sadari bahwa bapakku bukanlah
pemulung, beliau juga tak pernah menjadi kuli pasar.
"Namun mengapa hidup keluargaku masih saja
begitu miskin7" celotehku kesal.
Fajar menyingsing, matahari pun terbit dengan
sempurna dan tampak awan putih bergumpal menghiasi
lagit yang membiru, bagai lukisan surga yang tak terni1ai
harganya.
Aku lekas bersiap mendandani tubuhku yang
sedang bersemangat untuk kemba1i ke SMP-ku tercinta
karena sudah hampir sebulan aku libur.
"lbu, aku berangkat," teriakku girang sambil
menggandeng tas 1usuhku dan bergegas meninggalkan
rumah.
Tak aku sadari 1angkah bersemangatku membawa
aku tiba di seko1ah lebih cepat dari hari-hari sebelumnya.
Aku dapati sahabatku, lsma berjalan pelan.
Melangkah lemas, cuek tak menyapaku.
"Hai, Isma," sapaku ramah sambi! tersenyum lebar
padanya. NamW1, ia hanya terdiam kaku.
"Kenapa?" tanyaku lemas.
lsma hanya bisa memalingkan wajahnya dan
rnembuang pandangan semunya itu hanya agar tak tampak
wajah meme1asku olehnya. Namun, tak aku sangka, tanpa
sungkan lsma tuturkan semua kebusukkan bapakku yang
ia dengar dari cerita orang-orang.
Ternyata mereka rnembenci bapakku yang seorang
koruptor.
"Bapakku koruptor?" ujarku sungguh tak percaya.
132
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 140 |
pymupdf
|
Anto!ogi Cerpen
Dalam benakku, sudah mulai aku mengerti semua
keadaan ini. Pantas seisi desa membenci tawaku dan tak
scgan tersenyum dalam langkah berat keluargaku.
Bahkansemuaorang tahu kemana perginya bapakku
selama ini. Bapakku yang hobinya menjelajahi kafe-kafe
mahal dan mulai lupa daratan hingga menelantarkan anak
istrinya yang lemah terlirih perih dalam menghadapi setiap
cobaan hidup yang semakin lama semakin berat saja.
Aku termenung tak berdaya menolak segala
kenyataan terperih ini. Begitu malunya aku, hingga tak
sanggup aku perlihatkan wajah tak berdosaku pada
mereka.
Aku hanya bisa terduduk rapidiatas bangkuku yang
rapuh, menunggu sampai dentangan bel memulangkan
diriku yang sudah tak bersemangat ini.
"Teng, teng, teng ... "
Sungguh lega perasaanku mendengar bel tanda
.pulang sekolah berdentang kencang. Segera saja aku berlari
segesit mungkin meninggalkan teman-temanku yang ketika
itu masih sibuk mengobrol. Aku harap kali ini mereka bisa
mencari topik lain yang lebih menarik daripada sekadar
menggosipkan keluargaku.
Aku percepat langkah lunglaiku agar aku lekas
tiba di rumah. Setibanya di rumah, segera aku buka pintu
dengan sedikit membantingnya menabrak dinding. Tapi
untuk yang kesekian kalinya aku dengar ibu menangis
lagi. Tak sanggup aku menambah pilu tangisnya dengan
menanyakan perihal kegundahan hatiku akan bapakku
yang seorang koruptor itu.
133
|
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
| 141 |
pymupdf
|
Subsets and Splits
No community queries yet
The top public SQL queries from the community will appear here once available.