text
stringlengths
1
7.56k
title
stringlengths
3
169
page_num
int64
1
770
extraction_method
stringclasses
3 values
LUBAN6 KUNCI NANG LEONG r ~ ~ Sambil memperbaiki ikatan sarungnya, Nang Leong dengan setengah hati mengintip lubang kunci itu. Di sebelah kanannya seorang lelaki pendek berhidung pesek berdiri cemas sambil berulang meremas tangannya dan mencuri-curi pandang ke wajah Nang Leong yang lugu itu. Lelaki itu terlihat panik, berbicara cepat seraya mengguncang-guncangkan bahu Nang Leong, terus mendesaknya untuk segera saja mendobrak pintu kamar itu. Akan tetapi, Nang Leong tampak ragu, hanya sesekali mengangguk sekadarnya. Matanya merah, rambutnya acak-acakan, ia sesungguhnya masih mengantuk. "Pak Leong, saya takut sekali. Tadi saya mendengar suara-suara dari dalam seperti bunyi derit meja, gesekan kursi, dan juga benda-benda terjatuh. Jangan-jangan itu maling Pak Leong. Va, saya yakin itu maling. Tolonglah Pak, saya benar-benar takut kalau pencuri itu keburu mengambil kotak uang di balik lemari. Ayolah Pak, dobrak saja pintunya!" ujar Pan Gembul tak sabar. "Ah, " Nang Leong menyela dengan rasa enggan. Ia sebenarnya jengkel. Bagaimana tidak, Pan Gembul, pemiliki toko roti itu tidak peduli malam telah larut, tiba­ tiba saja menggedor pintu ruang pos jaga, yang juga kamar 35
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
42
pymupdf
Topeng Nengsih istirahatnya. Baru sedikit saja terbuka, duda yang tinggal sendirian itu tanpa pennisi lagi segera menerobos masuk. Tubuhnya yang tambun membuat Nang Leong terguling eli lantai. Bukannya menolong, si gendut tak tahu diri itu terus saja menyerocos bahwa kamar pribadinya sedang disatroni maling. "Ayolah Pak, ayo, bantu saya menangkap maling itu./I Meskipun Nang Leong telah berusaha mengelak elengan berbagai alasan, tetap saja Pan Gembul bersikukuh memohon bantuannya. "MengapaBapakmenyuruhsayamenangkapmaling itu? Bukankah ada satpam yang bertugas di bawah?" tanya Nang Leong ketus. Sebenarnya, ia baru saja tertidur dan bermimpi tentang wanita-wanita cantik memakai rok mini yang berlenggak-lenggok di trotoar di depan rumah susun, ketika ketukan yang kencang itu membangunkannya. "Saya juga sedang tidak enak badan, jadi sebaiknya Bapak telepon saja polisi," sergah Nang Leong. Namun, lelaki berwajah lebar itu bersikeras memaksanya untuk menolong. Berkali-kali dia membujuk, tentu saja dengan iming-iming hadiah. Terus terang, sebenarnya Nang Leong memang berkeberatan membantu. Pedagang itu terlalu pelit dan sering kali berlagak tuan besar saat mereka berpapasan di jalan. Selain itu, kupingnya yang besar sebelah, entah kenapa membuat Nang Leong semakin tidak menyukainya. Menurutnya, jika telinga seseorang tidak sama ukurannya, pastilah memiliki hati yang culas dan tidak bisa dipercaya. 36
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
43
pymupdf
Antologi Cerpen Namun, ketika Pan Gembul menawarkan selembar uang dua puluh ribu rupiah sebagai imbalan, Nang Leong mengerutkan dahi sejenak. Dengan uang sebanyak itu, pikirnya, ia bisa mentraktir si Kerti, pembantu di sebelah yang telahlama merampassebagianhatinya. Sudahberbagai rayuan maut dilancarkannya, namun gadis pujaannya itu masih dingi-dingin saja. Ketika teringat akan sikap si Kerti, tanpa sengaja Nang Leong mengerutkan dahi untuk kedua kalinya. Pan Gembul, mesti gugup, dengan sigap mengulurkan tambahan uang lima puluh ribu. Nang Leong berulang kali mengedipkan matanya, tidak percaya dengan kenyataan itu. Lantaran ingin memastikan, ia pentangkan matanya yang sipit itu lebar-lebar, dahinya.terlihat seakan­ akan berkerut lagi. Pan Gembul salah menduga, cepat­ cepat ia merogoh sakunya. Kali ini uang seratus ribuan bergambar mawar dengan setengah terpaksa diselipkan ke tangan Nang Leong. GiIiran Nang Leong dengan sigap .menyelipkan semua uang itu ke saku bajunya.Tanpa pikir panjang lagi ia meraih pentungan karet yang tergeletak di atas meja. Sejenak Pan Gembul tampak lega sewaktu Nang Leong mulai mengintip ke daJam kamar. Ia yakin penjaga keamanan rumah susun ini akan sanggup meringkus maling itu. 1a sungguh tidak percaya dengan si Tito, satpam kerempeng yang sebetulnya mendapat giliran jaga malam ini. Pikimya, satpam itu tentulah belum memiliki pengalaman Sementara itu, Nang Leong telah lima tahWl bertugas dan selama ini aman-aman saja. Lagi pula, badan Nang Leong yang kekar itu mengingatkannya pada Mike Tyson. Sekali pukuI, batinnya, pasti maling sialan itu akan 37
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
44
pymupdf
Topeng Nengsih terjungkal. "Seminggu lalu, sama seperti hari ini, ada suara­ suara yang mencurigakan di kamar ini. Saya tidak berani masuk, jangan-jangan maling itu membawa golok atau celurit. Setelah ditemani tetangga, saya baru berani. Sungguh mati Pak Leong, jendela kamar saya sudah terbuka. Saya yakin maJing itu kabur melalui jendela," bisik Pan Gembul. Anehnya, pada waktu itu tidak ada barang yang hilang. Bahkan, jendela tidak sedikit pun mengalarni kerusakan. Nang Leong mengingat kisah itu. Selama berhari­ hMi cerita tentang maling di kamar Pan Gembul terus menjadi gunjingan penghuni rumah susun. Tetangga yang ikut masuk ke dalam kamar sewaktu kejadian itu berhari­ hari masih memendam kejengkelarmya. "Mau apa lelaki sombong itu! Datang dengan panik dan mengganggu kita. Dia,bilang ada pencuri, tetapi kamarnya aman-aman saja. Jangan-jangan ia hanya mengarang cerita sensasi, sekadar pamer rumahnya yang bagus dan perabotannya yang mahal-mahal," tandas salah seorang tetangganya yang tingal seblok dengan Pan Gembul. *** Pan Gembul menelan ludah, tetapi tercekat di pangkal lidahnya. Matanya masih khawatir dan melihat ke sekeliling seakan mencari komplotan pencuri lainnya yang mungkin saja sedang mengendap-endap mengawasi mereka. Tangarmya yang gemetar dikepalkan seolah-olah menggenggam sisa keberaniarmya. Berkali-kali dengan 38
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
45
pymupdf
Antoiogi Cerpen gugup la mengibaskan rambutnya yang disisir dengan rapi itu. Nang Leong melirik, tidak suka pada sikap Pan Gembul itu. 1a merasa konsentrasinya terganggu karena Pan Gembul terus saja mengocehkan hal-hal yang tidak perlu di kuping kanan Nang Leong. Jika memang benarada malingdi kamar PanGembul, Nang Leong ragu untuk meringkusnya. Sesungguhnya, ia sendiri takut berhadapan dengan penjahat, apalagi kalau betul-betul bersenjatakan golok. Meskipun dirinya sudah cukup lama bekerja sebagai tenaga pengaman, sejatinya ia belum pernah sekali pun menangkap seorang pencopet atau pencuri. Hanya suatu hari secara kebetulan saja ia memergoki seorang anak yang kedapatan mengantongi sebungkus kacang di warung dekat rumah susun itu. Sehari-hari, saat ia mendapat giliran jaga, Nang Leong hanya duduk-duduk di dalam pos satpanmya, bersenandung kecil sembari mengikuti lagu dari siaran radio.Pada pukul enam sore Nang Leong dengan semangat berdiri di depan pintu gerbang, merapikan seragamnya, menyisir rambutnya dengan jari kemudian menggoda wanita-wanita yang baru pulang dari kantor. Hanya pada waktu-waktu seperti itulah Nang Leong merasa dirinya benar-benar menjadi seorang lelaki sejati. 1a semakin sumringah bila salah seorang dari wamta-wamta itu melempar senyum padanya. 1a tidak peduli, apakah senyum itu sebuah balasan bahwa mereka menyukai Nang Leong alau cuma senyum sims yang menyiratkan kejengkelan. Sewaktu kedl dulu, Nang Leongingin sekali menjadi seorang polisi, seperti ayalmya. Setiap kali ayalmya akan berangkat kerja, Nang Leong diam-diam memasuki kamar 39
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
46
pymupdf
l()p~llg N~ngsih orang tuanya dan perlahan membuka laei lemari di dekat tempat tidur. 1a menyentuh senjata itu lalu mengangkatnya dengan hati-hati. Pistol itu terasa berat, namun tidak menghalangi niat Nang Leong untuk memegang dan meraba-raba semua bagiannya. 1a kagum dengan bentuk senjata yang kukuh itu, sarna seperti perasaan bangganya terhadap sosok ayahnya yang tinggi dan tegap. Nang Leong membayangkan suatu hari ia akan merniliki pistol dan juga berhasil menembak seorang penjahat seperti yang pernah dilakukan oleh ayahnya. Sebagaimana biasa, suatu hari Nang Leong dengan penuh semangat berangkat ke sekolah. Namun, pagi itu tasnya terasa lebih berat. Oi tikungan , tidak jauh dari rumah, Nang Leong sempat hendak memeriksanya. Hal itu diurungkannya, ia menduga pastilah ibu memberikan beka1 rna kcm siang dengan lauk pauk yang banyak. Kemudian, sewaktu bel istirahat dengan riangnya ia membuka tasnya di hadapan semua teman-temannya sambil berjanji akan membagikan bekal makanannya. Akan tetapi, seketika kelas. itu geger, anak-anak panik berlarian seraya menunjuk-nunjuk penuh ketakutan ke arah Nang Leong yang kebingungan. Rupa-rupanya, Nang Leong tidak sengaja membawa pistol ayahnya ke sekolah. Tanpa pikir panjang, sambi] memohon kepada teman-temannya agar tidak melaporkarmya ke guru, ia bergegas pulang. Lalu menyelinap diam-diam ke kamar tidur ayahnya, beruntung ibunya sedang di dapur. Sambil menarik napas, Sl'g~rC\ senjata it'u ia kembalikan ke dalam laei. Belum sempat meninggalkan kamar, ayahnya menerobos masuk. Nang Leong tercekat, tangannya pura-pura sibuk merogoh 40
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
47
pymupdf
Antologi Cerpen las sekolahnya. Sementara itu, ayalmya tampak bingung memeriksa seluruh isi kamar, termasuk lemari dan juga tidak ketinggalan kolong tempat tidur. Setengah putus asa ayalmya menarik laci. "Lho, kokada disini?" ujarayalmya setengah takjub, namun terdengar gembira. "PadahaI tadi pagi kucari-cari tidak ada," tambalmya. Sewaktu hendak berangkat kerja ayah Nang Leong memang sempat kebingungan mencari pistolnya. Lalu dengan tergesa-gesa pergi ke kantor karena mengira senjatanya itu tertinggal di sana. *** Nang Leong menyentuh permukaan pintu dengan sangat perlahan, sementara itu napas Pan Gembul tertahan di dekat telinganya. Nang Leong merasakan jantungnya berpacu, menduga-duga apa sekiranya yang akan terjadi. Seorang pencuri mungkin saja tengah menggasak isi lad pedagang itu. Atau jangan-jangan, ia tengah bersiap-siap menyambut dirinya dengan tebasan golok. Nang Leong bergidik ngeri oleh bayangan pikirannya. Pan Gembul yang tak sabar semakin sering menggosokkan kedua belah tangannya. Nang Leong bertambah ragu dan ciut nyalinya. Sekali lagi ia menempelkan matanya di lubang kunci itu, pikirannya menerawang terkenang pada suatu peristiwa di masa kecilnya. Saat berusia sepuluh tahun, Nang Leong mengalarni kejadian yang tidak pemah dilupakannya. 1a terpaksa bersembunyi di kamar mandi rumahnya. Melalui celah kecil di pintu, Nang Leong melihat ayahnya sedang berhadapan 41
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
48
pymupdf
ropeng Nengsih dengan seorang lelaki asing yang wajahnya bertopeng. Nang Leong beserta kedua orang tuanya baru saja pulang dari rumah kakek di desa. Saat mereka membuka pintu kamar tidur, ibunya memergoki laki-Iaki itu tengah mengaduk-aduk isi lemari. Ayah Nang Leong dengan penuh kewaspadaan mendekat dan memerintahkan agar pencuri itu menyerahkan diri. Di tengah situasi mencekam ini, Nang Leong segera diselamatkan ibunya ke kamar mandi pribadi yang ada di ruangan itu. Lelaki itu berdiri membelakanginya dan Nang Leong dengan jelas melihat ayahnya yang menatap pencuri itu dengan raut wajah tegang. Mereka mengatakan sesuatu, tetapi Nang Leong tidak bisa mendengar dengan jelas. Sesaat kemudian tampak ayahnya mengatupkan bibir rapat-rapat dan otot rahangnya seketika mengeras. Ia mundur perlahan ke arah meja dan tangannya terlihat berusaha menemukan pistolnya. Padahal, ia ingat bahwa kemarin malam, tentu setelah puas menimang-nirnangnya. " Ah, kenapa aku lupa mengembalikannya ..." keluh Nang Leong. Pencuri itu menggeleng sedikit lalu bergerak maju seakan hendak menyudutkan ayah. Nang Leong melihat pisau yang digenggam oleh pencuri itu berkilat-kilat. Nang Leong bertambah cernas, bagaimana jika ayah tertusuk oleh pisau itu, laIu maling itu menyandera ibu, dan mengancam akan membunuhnya? la semakin erat memegang pegangan pintu, bersiap untuk keluar bila terjadi sesuatu terhadap ayahnya. Belum usai Nang Leong membatin, terdengar suara gaduh dari luar. Segera ia mengintip melalui celah kecil 42
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
49
pymupdf
Antologi Cerpen pada pintu. Ia terkejut melihat kedua lelaki itu tengah bergumul. Pisau itu sempat terlepas, tetapi segera diraih kembali oleh pencuri itu. Keningayah berdarah, Nang Leong mendengar ibu memekik. Seseorang berteriak kesakitan dan kian banyak suara benda yang terjatuh. Menyaksikan ayahnya berdarah-darah, urunglah niat Nang Leong untuk keluar. Malahan, tangannya kian kuat berpegangan pada gagang pintu. Ia terus mengintip dan mencoba membuka matanya lebar-lebar, tidak dirasakan air matanya menetes. Pintu kamar mandi itu berderak, Nang Leong tersentak lalu mundur selangkah. "Mereka bertarung di depan pintu ini. Bagaimana jika pencuri itu masuk dan menemukanku?" Nang Leong kian panik, ia merapatkan tubuhnya yang gemetar ke dinding, berdoa dalam hati semoga piJ;ltu itu tidak terbuka. Sebuah pekik panjang mengakhiri kegaduhan itu. Sejenak suasana hening, hanya terdengar isak ibunya. Jantung Nang Leong berdetak kencang, ia bertanya-tanya apakahyang telah terjadi. Ia mengintip, kemudian terkesiap. la mellhat ayahnya terkapar di lantai, darah mengucur dari dadanya. Sejenak Nang Leong hdak percaya, benarkah ayah tewas begitu saja? Tangannya menyentuh daun pintu, Nang Leong mulai terisak. Kemudian, dari lubang ktmci, ia melihat m aling itu berdiri terpaku, tutup kepalanya terlepas. Wajah maling itu begitu dingin. Matanya tajarn seolah ia telah sering melakukan pembunuhan. Ada guratan luka di pipinya, pastilah karena pertarungan tadi. Nang Leong bertambah ngeri, telinga kanan lelaki itu terpotong 43
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
50
pymupdf
Topeng Nengsih rata, tapi tidak terlihat tetesan daralmya. Maling itu sesaat menoleh ke belakang, ke arah kamar mandi. Nang Leong memejamkan matanya, tubuhnya lunglai terkulai di lantai. *** Terdengar suara benda yang pecah dari dalam ruangan. Larnunan Nang Leong seketika buyar. la mernandang Pan Gernbul, yang juga memandangnya. Pan Gernbul sernakin kuat rneremas jari-jarinya. "Aduh, barang-barangku, habislah sudah," batin Pan Gernbul pasrah. Keduanya berkeringat dingin dan menelan ludah bersarnaan. Nang Leong kernudian rnernalingkan wajalmya, perpura-pura rnengintip ke dalarn. 1a rnencoba rnenyernbunyikan rasa takutnya, narnun tangannya yang rnemegang gagang pintu gernetar dengan hebat. Pan Gembul rnengerutkan kening, berusaha n1t'nepis kecemasannya, kemudian bertanya, "Apa yang terjadi di dalarn Pak?" Nang Leong rnenatap wajah lelaki itu, hampir seperti rnenerawang. Napasnya terengah ingin sekali berterus terang pada Pan Gembul bahwa ia tidak sanggup meringkus maling itu. Nang Leong merasa keberaniannya sernakin berkurang, tubuhnya kian lemas saja. Nang Leong benar-benar ketakutan, keringatnya kian deras rnengucur, kakinya gemetaran dan pandangannya rnulai mengabur. Seandainya saja ia bukan penjaga kearnanan, ia tentu akan rneninggalkan tempat itu segera dan kernbali tidur di 44
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
51
pymupdf
Anto\ogi Cerpen kamarnya. "Pak Leong, ada apa?" suara Pan Gembul menya­ darkarmya. Nang Leong terkejut dan segera menyembunyikan wajahnya yang pias itu. Ia membetulkan sarung yang melorot dan tiba-tiba mengambil uang dari sakunya. Vang itu basah oleh keringat. Pan Gembul tidak mengerti dan berulang kali memandangi wajah satpam kekar itu. Dalam hati ia mendesak Nang Leong agar segera saja mendobrak pintu dan meringkus maling yang tengah beraksi dalam kamarnya. 8aginya, setiap detik sangat berharga. Pan Gembul sangat heran ketika Nang Leong dengan tiba-tiba menyodorkan uang itu padanya. "Pak Leong tidak jadi menolong saya?" tanya Pan Gembul cemas. Lelaki itu menggosok-gosokkan tangan dan matanya, menatap penuh harap. Penjaga keamanan itu diam saja. "Ayolah Pak, ayo tolong saya," pinta Pan Gembul Jengan nada memelas. Nang Leong terus menunduk. Ia mendengarkan suara-suara di dalam kamar. Ia mendengar lagi beberapa benda yang terjatuh dan bunyi derit benda yang tergeser. "Pak Leong". Pan Gembul mengeluarkan dua lembar seratus ribuan dan menjejalkarmya ke dalam tangan Nang Leong. Tanpa berkata-kata, Nang Leong menerima uang itu. Ia menarik napas berat seakan telah memutuskan pilihan yang sangat sulit. Ada lagi suara gaduh dari dalam kamar. Satpam itu memegang pentung karetnya semakin erat. Sekali tendang, pintu itu terkuak. "Jangan bergerak, 45
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
52
pymupdf
Topeng Nengsih nanti saya tembak!/I pekik Nang Leong. La berdiri heran mendengar ucapannya yang meluncur begitu saja dari mulutnya. Namun, kamar itu kosong. Hanya ada benda-benda berserakan, sebuah cangkir pecah, dan taplak meja yang kusut. Angin mendesir, Pan Gembul dan Nang Leong saling pandang, menoleh bersama mencari arah datangnya hembusan itu. Mereka tercekat. Jendela kamar telah terbuka sebagian. Sesuatu bergerak di sudut, di balik guci cantik yang besar. Keduanya seketika waspada, ketegangan menyelirnuti ruangan itu. "Keluar,/I teriak Nang Leong dengan suara parau dan nada datar agar terkesan lebih berwibawa. Ia teringat wajah dingin pencuri yang membunuh ayahnya. Pan Gembul secepatnya memegang lengan Nang Leong ketika sesuatu bergerak di balik guci. Nang Leong mundur selangkah, bersiap-siap dengan tongkat karetnya. Tanpa diduga, Nang Leong mengayunkan tangalmya kuat-kuat. "Brakk, pyaarr. .. .. /1 Guci itu pecah berantakan. Sebuah bayangan melompat, Pan Gembul menjerit. Seekor kucing hitam melompat dan hinggap tanpa suara di bantaran jendela. Sekilas sang kucing menoleh, matanya menyala memandang kedua orang itu. Lalu ia terjun ke luar, menghilang di kegelapan malam. Nang Leong tertunduk lemas. Napasnya nyaris putus. "Kucing itu, tidak punya telinga," bisiknya lirih. 46
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
53
pymupdf
KEMBAUKAN SAYAPKU r p~ ~ ~ Sewaktu aku keci!, ibu sering mengucapkan sesuatu yang tak pemah dimengerti. Ucapan itu sayup­ sayup menampakkan kembali semua pemandangan masa kecilku. Setiap wanita dilahirkan dengan memiliki sepasang sayap yang putih dan indah. Sepasang sayap itu akan mereka gunakan untuk terbang ke khahyangan dan memikat penghuni khahyangan yang akan menjadi dasar hidup mereka di kemudian hari. Oleh sebab itu, kamu harus menjaga sepasang sayap indah yang kamu miliki sebab sayap yang sudah kau lepaskan sekali tak akan pernah bisa tumbuh untuk yang kedua kalinya, ucap ibuku yang pada waktu itu hanya bias membuatku bingung. Sering aku tanyakan apa maksud ibu saat itu, tapi ia tak mau mengatakanya padaku. Waktu pun bergerak, walau perlahan, kami berdua tak pernah membicarakan semua itu lagi. Tentang sepasang sayap yang tak pernah kulihat di setiap sudu t tubuhku. Perlahan aku mulai mengerti maksud ibuku. Makna kata-kata yang d ulu membuatku kesal tak mengerti, akhirnya telah mulai terkuak. Namun, aku tak akan pernah bisa membuka arti kata-kata ibuku kalau bukan karena Riyanti, taman sekelasku yang telah ku kenaI akrab sejak 47
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
54
pymupdf
Topeng Nengsih kecil. Bagiku, Riyanti adalah teman akrab yang tidak akan pernah tergantikan. Sejak ked!, kami sudah terbiasa bermain bersama-sama, demikian pula saat belajar di sekolah kami selalu di kelas yang sama. Saat penjurusan di bangku SMA pun kami memilih jurusan yang sama dan mendapatkan kelas yang sama pula. Riyanti adalah sosok yang cantik, periang, dan gemar menolong. Setidaknya, aku masih berpikir dengan menjadi teman akrab seseorang, kita akan benar-benar bisa mengenalnya seratus persen. Hingga waktu itu, saat dimana aku sadar bahwa di dunia ini tak ada yang paling kita kenaI, selain diri kita sendiri. "Kriiiiiiing...!" Bunyi bel memekakkan telinga itu seketika menghentikan jantungku. Aku yang tengah asyik dengan lamunanku, lekas-lekas membuang bungkus kedl yang tadinya berisi jajanan ke tempat sampah. Tanpa ba, bi, bu, aku lekas mengeluarkan buku pelajaran biologi yang sejak tadi benggong dalam tasku. Kutata rapi meja di hadapanku yang penuh dengan bulpoin, pensil, karet penghapus, berikut penggaris yang tadi sibuk aku gunakan saat menghitung belasan rumus turunan Einstein. Kelas telah penuh saat Bu Ratrni memasuki ruangan kelas. Guru yang terkenal dengan sifat keibuannya itu sekaligus merupakan wali kelas yang senantiasa melindungi kami dari cengkraman taring dan kuku para sumirodon pembunuh. "Selamat siang, semua! Hari ini, kita akan membahas kondisi kelas, sebelum membahas pelajaran," ucap Bu Ratmi sembari melemparkan senyum pada kami semua. 48
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
55
pymupdf
Antologi Cerpen "Bagaimana keuangan saat ini, wahai bendahara?" ucapnya pada bendahara. "Sudah cukup, Bu. Tidak ada kebocoran yang cukup berarti," sahut bendahara. "Baiklah, kalau begitu apa ada masalah? Misalnya, dengan beberapa orang guru?" tanya Bu Ratmi penuh perhatian. "Tidak ada, Bu!" ucap siswa di sekelasku kompak. "Sekarang kita lagsung saja..., hai, tunggu! Kelihatanya ada satu penghuni yang tak menampakkan batang hidungnya!" ucap Bu Ratrni sambil menatap bangku nomor tiga dari depan. "Itu, kalau tidak salah bangku Riyanti kan?" tanya wali kelasku pada Rita, siswi yang duduk satu bangku dengan Riyanti. "Iya, Bu," jawab Rita "Apa kamu tahu di mana dia sekarang? Tidak biasanya kelas ini tak lengkap saat ibu mengajar," ucap Bu Ratmi. "Tadi Riyanti memberi tahu saya bahwa dia berencana izin pulang untuk mengambil buku pelajaran biologinya yang tertinggal," jawab Rita. " Kalau begitu, kita lanjutkan saja pelajaran kemarin, baik, sekarang buka halaman 2561" pinta Bu Ratmi. Mendengar pernyataan Rita tadi, aku merasa sedikit heran. Tidak biasanya Riyatni izin tanpa memberi tahuku. Bukannya egois, tapi aku dan Riyanti memang selalu seperti itu. Saat salah satu dari kami mendapat kesulitan, kami berdua akan langsung membicarakannya. Sampai saat ini, tidak ada rahasia Riyanti yang tidak kuketahui, begitu pula 49
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
56
pymupdf
10peng Nengsih Riyanti yang hafal setiap rahasiaku. "Kenapa,Yarn?Apaadamasalahdengarunu?Katakan saja," ucap Bu Ratmi yang sedikit mengagetkanku. "Tidak... ! Tidak ada apa-apa, Bu!" ucapku membalas pertanyaannya dengan senyum kecil. Sambil mendengarkan pelajaran dari Bu Ratmi, aku tak henti-hentinya berpikir tentang Riyanti. Konsentrasiku terbagi dua, satu menuju ke papan tulis yang penuh berukir huruf-huruf dan satunya lagi menuju ke seorang ternan terbaik yang kumiliki sejak kecil. Setelah papan tulis dihapus dan ditulis ulang sebanyak dua kali oleh Bu Ratmi, tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya yang tadi menghadap papan tulis dan langsung berkata, "Apa Riyanti tak datang juga sejak tadi? Lima mernt lagi bel pulang akan berbunyi, apa dia benar-benar izan pulang ke rumah untuk mengambil sebuah buku?" "Saya juga heran, Bu. Tadi dia cuma memberi tahu saya seperti itu," jawab Rita. Bu Ratmi hanya terdiam. Wanita paruh baya itu lantas meminta kami untuk memasukkan semua peralatan belajar kami ke tas masing-masing dan tak lupa turut meminta kami semua untuk membersihkan kelas sebelum berdoa. Saat doa selesai dipanjatkan, bel pulang berbunyi. Namun, semua itu justru semakin memperuncing rasa kekhawatiranku. Saat siswa sekelasku mulai beranjak ke Iuar dari ruangan kelas, aku segera bergegas menghampiri Rita. "Rita, tunggu sebentar! Apa tadi Riyanti cuma berkata seperti itu padamu?/1 Tanyaku mencegat Rita yang 50
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
57
pymupdf
Antologi Cerpen beranjak pergi dari kelas. "Iya, memang cuma itu saja yang dia katakan padaku," ucapnya sembari menmggalkan ruang kelas yang mulai sepi. Setiba di rumah, aku tak henti-hentinya memikirkan Riyanti . Selesai berganti pakaian, aku segera mengambil peralatan makan yang berjejer rapi di dekat meja makan. Ibuku segera menyapaku, "Sudah pulang, ya! Kenapa hari ini kamu langsung menuju meja makan? Biasanya kan sepulang sekolah kamu menyapu kamarmu terlebih dahulu?" "Tidak, Bu l Saya hanya perlu memastikan sesuatu! Bukan hal yang luar biasa," jawabku sambil menyantap lauk yang tersedia. Ibuku langsung menghampiriku dan duduk di kursi meja makan yang sedang kosong. "Raut wajahmu tidak seperti biasanya. Kali ini sedikit keruh. Kalau ada masalah berarti, lebih baik langsung kamu bicarakan! Nanti hanya akan mengganggu cairan darah di wajahmu, akibatnya wajahmu bisa jadi keruh seperti air sungai di dekat pasar," ucap ibuku . "Tidak, Bu! Benar, bukan masalah yang berarti. Wajah saya jadi keruh karena memikirkan tugas yang menumpu k. Saya bergegas makan semata-mata agar tugas itu bisa secepatnya terselesaikan. Sungguh, cuma itu," ucapku disertai ekspresi yang kuharap bisa meyakinkan ibuku. "Bagaimana dengan kuncup bunga yang sering ibu ceritakan padamu dulu? Saat menjelang mekar akan ada banyak kendala yang menghalangi kesempurnaannya. 51
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
58
pymupdf
Topeng Nengsih lbu tahu betul itu' Bangkai rusa yang telah susah payah disembunyikan macan tutul di pepohonan lebat di tanah Afrika sana, pasti akan tercium oleh hyena, ucap ibuku sembari beranjak dari tempat duduknya. "Paman Arya jam 3 siang nanti akan datang. Jadi, sebaiknya kerjakan tugasmu. Besok ia sudah berangkat kembali ke Australia. Kalau kamu benar-benar ingin bintang-bintang itu menerangi hidupmu, kamu harus mengorbankan hal lain, meski kamu menganggapnya amat penting," ucap ibuku ketika hendak benar-benar pergi dari ruang makan. Aku cepat-cepat menghabiskan makan siangku itu. Tak bisa kubayangkan kalau ternyata Paman Arya besok harus kembali ke Australia. Bagaimanapun, aku harus tahu persyaratan untuk memperoleh beasiswa dari perguruan tinggi di sana, mengingat kondisi ekonomi keluargaku. Setelah kukerjakan semua tugas rumah dan tugas sekolahku, kuamati jam dinding di karnarku. Ternyata, lima belas menit lagi sudah pukul tiga. Aku segera mengangkat gagang telepon rurnahku yang sedang nganggur. Kuputar nornor telepon rumah Riyanti, tetapi tak ada jawaban sarna sekali. Bergegas aku pamit keluar kepada ibuku. Aku berlari sekencang-kencangnya, rnengingat waktu sudah tak hegitu mernberiku kesempatan lebih banyak. Begitu tiba di rumah Riyanti yang tak begitu jauh dari rumahku, kulihat tulisan "OIKONTRAKKAN" yang terparnpang begitu jelas di pagar rurnahnya. Jantungku berdegub kencang karena letih berlari dan juga karena rneliha t tulisan di pagar rurnah Riyanti yang tarnpak begitu jelas. Oi bawah 52
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
59
pymupdf
Antologi Cerpen tulisan itu tercatat nomor handphone seseorang. "Mungkin ayah Riyanti," pikirku sambil mencatat nomor tersebut ke lumdphol1e-ku yang berlayar hitam putih yang sudah ketinggalan zaman. Dengan sedikit lemas, aku berjalan pulang, begitu sampai di rumah, ternyata pamanku yang sejak lama menetap di Australia, telah datang. Bukannya aku yang menyambut kedatanganya, malah ia yang menyambutku. Dengan keramahanya, kami berdua asik berbincang­ bincang tentang rencana studiku ke depan dan tentang kisah hidup pamanku yang dulu mendapatkan beasiswa belajar di Australia yang hingga kini menetap di sana setelah memperistri seorang wanita kulit putih yang telah memberikanya seorang anak Ielaki. Aku kagum terhadapnya. Ibu sering bercerita padaku bahwa tiap orang telah membawa karmanya sejak lahir bersama gen warisan orang tuanya. Kalau karma bisa di-copy layaknya gen, ingin ku-copy karma pamanku yang menyebabkannya menjadi seperti ini lalu ku tanam ke dalam diriku. Berbincang-bincang dengan Paman Arya mem­ buatku dapat menepis sedikit rasa kekhawatiranku tentang Riyanti. Kami berbincang-bincang hingga burung hantu mulai terdengar bernyanyi di bawah terpaan cahaya bulan. Malam itu sungguh sepi, aku berada di sebuah lorong dan kulihat Riyanti yang berdiri di ujung lorong itu. Kegelapan malam yang menyeruak akibat bulan yang tertutup awan menghalangi pandanganku. 53
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
60
pymupdf
Topt:ng Nengsih "Riyanti, itu kamu, kan? Tadi siang ke mana saja kamu? Aku mengkhawatirkanmu. Apalagi saat tahu kalau kamu sudah pindah rumah. Kenapa kamu tidak mau memberitahuku sebelunmya? Nomor di bawah tulisan " DIKONTRAKKAN" itu nomor lwndphone orang tuamu, kan? Aku sudah SMS nomor itu, orang tuamu sudah menerimanya, kan? Maaf. .., aku Iupa mengetik namaku di sana," tanyaku panjang Iebar. Awan yang menghalangi bulan mulai meninggalkan dewi malam itu. Punggung Riyanti yang membelakangiku mulai terlihat dengan jelas. Kulihat ia menggunakan baju dan celana panjang berwarna putih Perlahan, Riyanti mulai membalikkan wajahnya. Wajah Riyanti sedikit mengejutkanku. Wajahnya teramat pucat, bibirnya berwarna merah meski tak begitu tua. Matanya perlahan-Iahan menunjukkan gejala aneh. Lensa mata yang seharusnya berwarna coklat tua layaknya orang Asia pada umumnya itu, perlahan-Iahan berubah menjadi merah. Semakin memerah dan menjadi merah Iayaknya darah segar yang baru mengucur deras. Mata itu, bahkan mengeluarkan cairan darah yang amat merah, mungkin lebih merah dari darah kebanyakan. Merah hati bercampur hitam. Aku amat terkejut melihat semua itu. Oi tambah Iagi dengan sepasang sayap yang menyeruak keluar dari punggung Riyanti. Namun, semua bulu-bulu yang menyusun sayap berwarna putih berbalut abu-abu tanggal dalam sekejap mata. Sayar itu lenyap seketika disertai tangisan darah dari mata Riyanti, yang juga berwarna merah. 54
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
61
pymupdf
Antologi Cerpen Wajahnya yang tadi tak menunjukkan ekpresi apa pun itu, kini mulai menunjukan aroma kesedihan. Setiap inci dari kulit Riyanti mengelupas. Kulihat belatung yang berkerumun di bawah kulitnya yang mengelupas. Aku berteriak. Seketika itu pula aku bangun dari tidurku. "Hanya rnimpi," pikirku sambil mengusap keringat yang bercucuran di setiap sudut wajahku. KuIihat jam yang menunjukan pukul 2.30. Aku segera kembali menutup mataku disertai denyut jantung yang kencang tak berhenti. "Apa sebetulnya yang terjadi pada temanku, Riyanti? Tuhan, semoga dia baik-baik saja," ucapku dalam hati sambil mencoba tidur kembali. Hari ini, aku tak mendapatkan Riyanti di sekolah, saat itu pelajaran sekolah baru mulai. Saat jam istirahat, kutemui Bu Rahni, guru wah kelasku. "Perrnisi, Bu. Maaf menggangu Ibu yang sedang ishrahat." Saat itu, Bu Rahni hendak meneguk secangir teh. "Oh tidak apa-apa, Yani! Memangnya ada apa dengan Riyanti?' sahutnya ramah. "Saya sudah mengenal Riyanti sejak kami berdua masih kecil dan saya rasa ini bukan Riyanti yang saya kenai sejak lama. Kemarin saya berkunjung ke rumahnya dan ternyata rumah yang selama ini dia tempati sudah dikontrakkan. Saya juga sempat mengirim sms ke lumdplwne yang tercantum di depan rumahnya tapi hingga kini belum ada balasanya," terangku panjang lebar. "Kalau hanya sehari, belum saatnya pihak sekolah turun tangan. Barangkali, kemarin ia punya urusan 55
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
62
pymupdf
Antologi Cerpen Wajahnya yang tadi tak menunjukkan ekpresi apa pun itu, kini mulai menunjukan aroma kesedihan. Setiap inci dari kulit Riyanti mengelupas. Kulihat belahmg yang berkerumun di bawah kulitnya yang mengelupas. Aku berteriak. Seketika itu pula aku bangun dari tidurku. "Hanya mimpi," pikirku sambil mengusap keringat yang bercucuran di setiap sudut wajahku. Kulihat jam yang menunjukan pukul 2.30. Aku segera kembali menutup mataku disertai denyut jantung yang kencang tak berhenti. "Apa sebetulnya yang terjadi pada temanku, Riyanti? T uhan, semoga dia baik-baik saja," ucapku dalam hati sambil mencoba tidur kembali. Hari ini, aku tak mendapatkan Riyanti di sekolah, saat itu pelajaran sekolah baru mulai. Saat jam istirahat, kutemui Bu Rahni, guru wali kelasku. "Permisi, Bu. Maaf menggangu Ibu yang sedang istirahat." Saat itu, Bu Rahni hendak meneguk secangir teh. "Oh tidak apa-apa, Yani! Memangnya ada apa dengan Riyanti?' sahutnya ramah. "Saya sudah mengenal Riyanti sejak kami berdua masih kecil dan saya rasa ini bukan Riyanti yang saya kenaI sejak lama. Kemarin saya berkunjung ke rumahnya dan ternyata rumah yang selama ini dia tempati sudah dikontrakkan. Saya juga sempat mengirim sms ke lumdplwne yang tercantum di depan rumahnya tapi hingga kim belum ada baJasanya," terangku panjang lebar. "Kalau hanya sehari, belum saatnya pihak sekolah turun tangan. Barangkali, kemarin ia punya urusan 55
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
63
pymupdf
Topeng Nengsih keluarga yang tak harus diketahui oleh pihak sekolah," kata Bu Ratmi. " Narnun, sebagai ternan dekatnya, saya arnat rnengkhawatirkanya. Mengapa ia tidak rnengatakan apa­ apa sebelumnya? Saya takut terjadi sesuatu pada Riyanti," ucapku penuh kekhawatiran. "Yani, kau dan ternan-ternanmu semua rnasih sangat bening' Kahan semua masih sangat mudah diwarnai. Namun, ibu yakin, walau bening sekalipun, lapisan bening yang sudah kuat tak akan bisa diwarnai. Jadi, jangan khawatir! Kamu mengenalnya sejak keci!, kant' ucap Bu Ratmi rnenenangkanku. Pelajaran pun mulai berlangsung, tapi semua itu makin sulit masuk ke otakku. Aku terus berpikir tentang Riyanti dan tak henti-hentinya berharap semoga ia baik­ baik saja. Esoknya, kembali langkahku memasuki ruang kelas dengan lunglai. Begitu memasuki ruang kelas, tiba-tiba aku mendapat sarnbutan yang tak kusangka. "Hai, kenapa - kaml! terlihat Iernas? Pagi-pagi rnestinya kan cerita, dong'" ucap Riyanti yang membuatku langsung terkejut. "Riyanti, ini kamu kan? Ya Tuhan, kamu bak­ bail< saja, kan? Kamu pindah rurnah, ya? Mengapa tidak rnemberi tahuku sebelumnya?" tanyaku penuh rasa lega. "Maaf, ya. Aku sengaja ingin rnembuat kamu terkejut Karnu ini memang suka mengheboh-hebohkan segala sesuatu, ya, kan?" ucapnya lantas tertawa. "Karnu jahat banget! Oh iya, aku berencana akan ngelanjutil1 kuliah di Australia, lho! Kemarin aku tanya sarna pamanku yang tinggal di sana seputar beasiswa dan 56
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
64
pymupdf
Antologi Cerpen universitasnya, gimana? Kamu tertarik? Kalau urusan uang kamu kan selalu siap," ucapku pada Riyanti. "Ngawur, oh, boleh juga, nanti aku pikir-pikir dulu, ya l Tapi aku punya rencana kuliah di universitas di ibu kota. Sepertinya, aku bakalan lebih condong ke sana! Akan tetapi, kalau kamu nanti kuliah di sana, jangan lupa sarna aku, ya! Ucapnya sambil tersenyum lebar. Kami berbincang-bincang riang amat lama. Semua hal yang telah terjadi sebelumnya seolah lenyap begitu saja dari benakku. Namun, satu hal yang membingungkannku adalah wajah Riyanti yang tidak seperti biasanya. Entah layu, entah kurang segar, entah lesu, aku tak bisa menemukannya. Meskipun ia menyambutku dengan cerita seperti biasanya, ada satu hal yang tak bisa kutemukan kali 1m . " Kriiing ...'" bunyi bel yang memekakkan telinga itu seketika menghentakkan jantungku. Aku yang tengah asyik .dengan santapan kecilku seketika lekas-lekas membuang bungkus santapanku itu ke tempat sampah. Tanpa ba, bi, bu, aku lekas mengeluarkan buku pelajaran bahasa Iinggris yang sejak tadi bengong dalam tasku. Kutata rapi meja di hadapanku yang tadi penuh dengan bolpoin, pensil, karet penghapus, berikut penggaris yang tadi sibuk kugunakan saat menghitung belasan rumus turunan Pythagoras. Seisi kelas terdiam saat Pak Oktav memasuki ruangan kelas. Guru yang terkenal dengan sifathumoris tapi tegas itu kadang kala dapat berubah menjadi Megalodon 3 pembunuh, terutama jika ada siswa yang tak mengerjakan tugas pemberiannya. 57
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
65
pymupdf
Topeng Nengsih "Good afternoon, students! Kelihatarmya kali ini kalian tidak lengkap!" ucap pria berpostur tubuh tinggi itu sambil melihat bangku kosong tempat Riyanti duduk. "Bagaimana miss? Apa Anda tahu di mana gerangan penghuni bangku kosong itu? Tanya Pak Oktav pada Rita yang langsung membuat beberapa orang siswa tertawa. "Tadi penghuni bangku kosong ini memberi tahu saya kalau dia izin pulang untuk mengambil buku pelajaran bahasa Inggrisnya yang tertinggal," jawab Rita. "Lagi? Padahal baru hari ini dia sekolah. Masa langsung izin? Pikirku. Tak beberapa lama berselang, Riyanti menampakkan batang hidungnya tepat di pintu masuk kelas. Tapi, satu hal yang tak kumengerti adalah butiran-butiran air mata yang mengalir deras di wajahnya, terutama pipinya. "Per... perrnisi...per...rnisi, Pak! Ucapnya terisak­ isak dan langsung menuju bangku tempat duduknya. Riyanti langsung menutup wajahnya dengan lengan kiri dan lengan kanannya yang ia rapatkan di atas meja. Celagat Riyanti membuat Pak Oktav bertanya, "What happened to you, miss? Are you all-right?" Namun, Riyanti tetap menangis terisak-terisak dan tak menjawabnya. Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku bergegas hendak menghampiri Riyanti, tapi ia sudah pulang sepersekian detik setelah bel berbunyi. Segera kukirim SMS padanya untuk mengetahui alamat rumah barunya. Namun, tetap tak ada balasan. Keesokan paginya, Riyanti kembali tidak masuk sekolah. Kekhawatiranku kembali muncul melalui setiap 58
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
66
pymupdf
Antologi Cerpen celah kulitku. Namun, aku kembali mencoba untuk menepis semua itu, mengingat apa yang terjadi kemarin pagi. Bel istirahat kembali berbunyi, Bu Ratmi memanggilku untuk berbicara empat mata di ruang guru. "Maaf mengganggu kamu yang hendak makan, tapi ada yang mau ibu bicarakan tentang Riyanti, ternan akrabrnu itu," ucapnya padaku. Aku beranjak dari tempat dudukku dan langsung menuju ke ruang guru. Di meja Bu Ratmi, kami kembali rnelanjutkan pembicaraan. "Ada apa dengannya, Bu?/I tanyaku khawatir. Sambi] menghela nafas panjang, Bu Ratmi kembali berbicara, "Maaf Yani, ibu rasa kamu belum mengenal Riyanti 100 persen. Dia sengaja merninta ibu rnenyampaikan ini padamu dan tolong katakan pada teman-ternan sekelasmu bahwa Riyanti pindah sekolah karena ayahnya pindah tugas./I "Pindah sekolah? Pindah tugas? Kenapa Riyanti tidak memberi tahu saya? /lucapku penuh penasaran bercampur terkejut. "rtu bukan kenyataan yang ingin ibu sampaikan padamu r Yang harus kamu ketahui adalah... ibu harap, sebagai ternan terbaik dalam hidupmu, kamu sudah siap mendengar semua ini" tambah Bu Ratmi. "Langsung saja, Bu! Sebenarnya ada apa dengan Riyanti?" sahutku tidak sabaran. "Riyanti bukannya pindah sekolah dan ayalmya tidak pindah tugas, tetapi Riyanti berhenti sekolah dan pulang ke kampung halaman ayahnya di desa, di luar pulau," jawabnya. 59
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
67
pymupdf
Topeng Nengsih "Kenapa, Bu? Tanyaku menanggapi perkataan Bu Rahni. "Kau tahu, sembilan bulan lagi Riyanti akan melepas masa mudanya!" jawabnya. Betapa terkejutnya aku, jantungku terasa terbelah dua disayat-sayat pedang serta ditikam tombak. Aku tak dapat menahannya lagi, butiran air kini menguap lewat indera penglihatanku walau sedikit. "lbu tahu bagaimana perasaanmu..." ueap Bu Ratmi yang langsung menghapus butiran air yang jatuh ke pipiku. Australia yang kering dan panas menyapaku. Sudah tujuh bulan aku pindah kemari. Sejak semua itu berlalu. Sejak aku mengerti makna kata-kata ibuku yang dulu kerap membuatku bingung tak mengerti. Dari jendela bis kota ini, kulihat jalan-jalan di Brisbane yang dihiasi bangunan bergaya Eropa. Butiran­ butiran pasir-pasir Viktoria kerap kali membuat dadaku sesak. Butiran pasir yang terbang terbawa angin itu memenuhi dadaku dengan kenangan yang ingin kubuang jauh-jauh. Saat ini, aku tengah mengikuh jejak pamanku. Entah ini merupakan karma pamanku yang ia copy dan tanam seeara diam-diam kepadaku, atau memang bagian dari karmaku. Aku tak pernah bisa melupakan semua itu, saat arh kata-kata ibuku itu ternyata diperlihatkan oleh Riyanh, ternan akrabku sejak keeil. Tidak pernah bisa kuhilangkan rasa sakit ini, rasa kehilangan ini, dan rasa kesepian ini. Sebagai anak tunggal, aku tak pernah bisa menemukan seorang teman yang mengerh diriku, selain Riyanh. 60
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
68
pymupdf
Antologi Cerpen Apakah semua ini merupakan pengorbanan yang harus kulakukan untuk bisa mendapatkan kesempatan yang kuinginkan? Kenapa harus Riyanti? Kenapa harus Riyanti, teman yang mengajarkan segalanya padaku tentang hal-hal seusiaku7 Kenapa hams dia? Ternyata benar apa kata ibuku, "Kalau kamu benar-benar ingin jalan bintang-bintang itu menerangi hidupmu, kamu hams mengorbankan hal lain, meski kamu menganggapnya amat penting!" Mungkin, kalau tahu akan begini, aku lebih memilih Riyanti daripada semua ini. Riyanti, yang telah kuanggap saudara kandung yang tak pernah ibu berikan padaku. Andai aku bisa memutar waktu yang terus berjalan ini, ingin segera kuputar kembalii saat-saat aku dan Riyanti masih gadis-gadis keci!. Ketika hanya kami berdua dengan kenangan di taman bunga yang indah, tanpa rasa pedih, sakit, dan sendu. Andai aku bisa mempertanyakan semua ini, ingin kukirim semua perasaan ini pada penggerak semua kisah manusia. Ka1au aku bisa, ingin kubun uh semua emosi yang bergejo1ak dalam diriku ini, walau aku harus menjadi seperti robot yang hanya bisa berja1an lurus satu arah sesuai program yang telah terpasang sejak mereka diciptakan. Kenapa Riyanti menyimpan semua rahasia itu dariku? Ternyata mirnpi telah menunjukkan segalanya padaku. Riyanti kini telah kehilangan sepasang sayapnya. Menurut kabar yang kudengar, karena kesulitan ekonomi, Riyanti rela menjual sayapnya kepada para iblis itu, iblis kejam yang kerap kali memsak sayap perempuan bening macam Riyanti. Setelah sepasang sayap Riyanti tanggal seutuhnya, iblis itu pun 1enyap ke dalam surga, menyamar 61
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
69
pymupdf
Topeng Nengsih sebagai bidadari. Padahal, Riyanti selalu menunjukkan padaku bahwa ia tak pemah mengalami kesulitan ekonomi. Ia selalu bersikap seolah-olah ia lahir amat berkecukupan, bahkan lebih. Mengapa rnanusia gemar hidup dalam sebuah kepalsuan yang menyedihkan? Padahal, di balik semua itu tak ada sesuatu yang lebih berarti ataupun berharga. Kosong tanpa inti. Saatini, Riyanti telah menjadi seorang manusia biasa, tanpa sayap, namun berdua hati dengan benih, yang kelak akan tumbuh entah menjadi malaikat bersayap sepasang sepertinya, ataukah iblis seperti pencuri sayap ibunya. Hanya waktulah yang akan menjawabnya. Sementara itu, Riyanti yang kini hanya seorang manusia biasa, hanya bisa memandang dunia khahyangan yang penuh berisi malaikat dan dewa. Malaikat yang teIah berhasil memikat dewa penghuni khaltyangan sana dan turut pula menjadi penghuni khnhynngnn. Sambil menunggu muncuInya apartemen sederhana yang kutinggali di negara ini, tak terasa air dari mataku kembaIi berurai, waIau hanya satu-dua detik. "Are You all-right?" ucap pria buIe yang duduk di sebelahku. Aku hanya menjawab dengan senyuman, sambiI kuseka air mataku lekas-Iekas. 62
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
70
pymupdf
B RU GTU B£RNAMA PAN C AWAN ,. g. ~~.4~ "Pancawan, Pancawan...!" Sudah berhari-hari aku disibukkan dengan ulah konyol burung kesayanganku. Setiap pagi ia akan datang, mencariku di teras rumah. Ia akan naik ke bahu kananku dan bersungut-sungut meminta segenggam kecil jewawut kering ... makanan kesukaannya. Pancawan, itu namanya. Aku memungut nama itu dari cerita-cerita lama yang ditulis oleh ayahku. Ia menulis sebuah kisah tentang perjalanan Rama dan Sita di sebuah desa kecil bemama Pancawati. Ayahku berkata desa itu sangat indah, seindah surga dengan hamparan taman bunga seolah tak bertepi yang membuat Sita terlena. Entah mengapa, akhirnya nama itu kuangkat menjadi nama seekor burung dara hitam yang hba-tiba bersungut di depanku pada suatu senja. Padahal, nama itu sarna sekali tidak mewakili perawakannya yang hitam seperti arang dapur. Pancawan adalah seekor burung dara yang manja. Ia memiliki sepasang mata berkilat emas dengan bintik hitam di tengahnya. Bintik itu benar-benar hitam sehitam bulunya. Ayahku yang juga penggemar batu mulia selalu mengkhayal memiliki batu mata dara yang seperti mata pancawan. Singkatnya, mata itu sungguh indah. Di 63
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
71
pymupdf
Topeng Nengsih kepalanya menyembul jambul kecil seperti tanduk. Ia juga memiliki lingkaran bulu putih di lehernya, yang kurasa menandakan bahwa ia bukan burung sembarangan. Orang berkata, jika memiliki dara dengan bulu menyerupai kalung di lehernya, orang itu akan makmur. Pancawan tidak pernah bersuara. Ia seekor burung yang pendiam. Tampaknya, ia juga tidak punya kawanan seperti burung dara pada umurnnya yang selalu terbang dan hinggap berkelompok. Ia hanya terbang menyendiri melanglang buana tanpa tujuan ketika hari menjelang sore, Ialu kembali pulang ke pangkuanku ketika sore terbenam. Aku tidak tahu ke mana ia pergi selama itu. Yang jelas bagiku, ia pergi ke arah barat searah matahari berlalu. Suatu hari, Pancawan tidak pulang ke rumah. Sampai sesore itu ransurnnya masih tersisa banyak di tempat biasa aku menebarnya. Sungguh aneh. "Hari ini sungguh beruntung," tiba-tiba aku mendengar nada yang tidak selaras dengan alur pikiranku. Kata-kata itu datang dari ayah. "Kau tahu, Srinaya? Akhirnya batu permata dara ini menjadi rnilik ayah!". Permata kecil berwarna kuning dengan bintik hitam itu terpendar dari cincin yang dikenakan ayah. Mengingatkanku pada mata Pancawan. "Ayah dapat dari mana?" aku menginterogasi. Kecurigaanku timbul. "Seorang ternan ayah membelinya dari seseorang," papar ayah. "Katanya permata ini langka. Hanya ada sepasang. Kebetulan ayah mendapatkan salah satunya. Entah yang lain dibawa siapa, tapi seandainya dua-duanya ada di sini... " 64
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
72
pymupdf
Antoiogi Cerpen Aku tidak menjawab. Permata itu begitu mirip mata Pancawan, begitu mirip. Selamaberhari-hariakuterusmenunggu kedatangan Pancawan. Terhitung sudah lima hari berturut-turut ia tiJak memakan ransumnya. Setiap hari aku membersihkan ransum itu dan menggantinya dengan yang baru, namun selama itu, tidak ada tanda-tanda dari burung dara hitarn itu. Kecurigaanku makin kuat ketika mengingat perkataan ayah bahwa batu mata dara hanya ada sepasang. Jangan-jangan Pancawan... "Ah, tidak!" tukasku di sela renunganku. Pancawan itu burung dan mana mungkin mata bunmg sengaja dicongkel untuk hiasan cincin? Konyo!. Tepat di hari ketujuh, tiba-tiba saja pagi itu aku dikejutkan oleh teriakan adikku yang melengking tinggi. Aku lari ke halaman dan kulihat ia sedang mendekap seek~r merpati hitam legam yang terlihat tidak bertenaga. Aku mendekat untuk memperhatikannya dengan lebih seksama. Ada kalung buIu berwarna putih di lehemya. Tidak salah lagi! ltu Pancawan' "Kakak," panggil adikku. "Dia tidak punya mata!" Benar! Kedua mata Pancawan telah lenyap. Aku mendadak mual sekaIigus kasihan ketika menatap dua cekungan bekas mata di kepalanya. Siapa, siapa yang tega mencongkel mata Pancawan sehingga ia begitu menJerita 7 Aku merebut Pancawan malang dari tangan adikku. Dia protes berat karena ia yang menangkapnya (wajar 65
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
73
pymupdf
Topeng Nengsih saja mudah karena Pancawan tidak bisa melihat), namun aku tidak peduli. Aku masuk kamar ayah yang saat itu kebetulan kosong dan merogoh laci tempat di mana ayah menyimpan permata barunya. Kutemukan cincin permata dara itu tertutupi kotak kaca di dalam laci yang kuncinya kutemukan di bawah kasur. Cincin itu kugetok dengan palu yang kudapat dari gudang. Aku tidak peduli cincin itu dari emas, perak, atau seng. Yang terpenting adalah menyelamatkan mata sahabatku, Pancawan yang telah dicongkel seseorang! Sungguh kejam! Batu itu akhirnya terlepas dari cangkokan cincin aya h. Cincin itu hancur di lantai oleh hantaman paluku. Dengan penuh kehati-hatian, aku memasang batu mata dara yang berkilat-kilat itu ke cekungan yang ada di kepala Pancawan.... dan ketika batu itu menempati posisinya, tiba­ tiba batu itu bergerak-gerak. Ya, batu itu memang salah satu mata Pancawan yang dicabut paksa. Kini satu mata telah kembali ke sarangnya, tapi yang satu lagi aku tidak tahu di mana. Mata kiri Pancawan masih hilang. Segera setelah aku memasang mata kananya, Pancawan merniringkan kepalanya ke arahku. Matanya langsung menatapku dengan tanpa berkedip. Senyumku yang semula berbinar mendadak harus berubah kusam karena tanpa kusangka beberapa titik air mata keluar dari sela-sela kelopak mata Pancawan. Titik-titik air itu jatuh ke lantai dan betapa ajaibnya! Air mata itu berubah menjadi semburan api!! Aku berlari ke luar karena semburan api itu dengan sekejap malalap rumah. Adikku syok berat, demikian pula tetangga. Mereka dengan cepat datang membantu dengan membawa selang, ember, atau 66
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
74
pymupdf
Antologi Cerpen semacamnya untuk memadamkan api. Namun, Pancawan sudah terbang entah kemana. Aku tidak pernah bertemu dia lagi sampai kini aku tinggal di rumah sederhanaku yang baru dibangun di atas reruntuhan bangunan lama. Aku masih terus mencari-cari Pancawan. Aku ingin minta maaf padanya. Ayah sendiri telah menjadi bagian da ri orang-orang yang terlalu bernafsu untuk mendapatkan matanya dan sebagai gantinya, seluruh milik kami harus dijadikan bayaran. Aku khawatir Pancawan mati terbunuh dan dijadikan sup oleh orang-orang barbar. Ah, sungguh burung buta yang malang. Aku tidak tahu ke mana ia pergi, namun aku yakin pasti ke arah barat, ke arah barat. Ia mungkin rnasih mencari siapa gerangan yang menyimpan mata kirinya dan selama mata itu belum ditemukannya, dia tidak akan pernah beristirahat. Jika kalian menemukan seekor merpati hitam dengan mata kiri yang hilang, aku mohon dengan sangat jangan dijadikan sup. Biarkan dia mencari mata kirinya. Atau, jika di antara kalian ada yang menyimpan mata kiri Pancawan, aku mohon dengan sangat agar mengembalikan kepadanya karena kalau tidak, kalian akan bernasib sarna denganku. Tegal Sibang, tengah malam di bulan Juli 2008 67
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
75
pymupdf
Topeng Nengsih 68
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
76
pymupdf
NASl60REN6 ~ ~ R~ Sebagai seorang siswa, aku masih bisa menduduki bangku-bangku kosong yang penuh coretan. Ditambah sebuah kursi yang posisinya selalu goyang. Walaupun begitu, banyak anak-anak yang putus sekolah dan tidak dapat menikmati masa-masa SMA-nya brena biaya pendidikan sekarang mahal. Syukurlah, aku tidak bem asib seperti mereka. Aku masih punya ibu yang memberiku kasih sayang sekaligus pencari nafkah layaknya seorang ayah. Berjualan nasi goreng adalah sumber penghasilan kami. Ibu tiJak punya keahlian lain selain memasak nasi goreng. Akan tetapi, itu cukup untuk menghidupi karni berdua. Dulu sewaktu ayah masih hidup, kami hidup di lingkungan keluarga yang keras, selalu ada perselisihan dan rertengkaran. Karena perebutan warisan, ayah meninggal. Beliau meninggal karena ilmu hitam, itu menurutku. Akan tetapi, oleh karena fitnah, orang-orang meyakini bahwa ibukulah pembunuhnya. Kami terusir dari kampung dan mengungsi ke kota. Tidak ada pilman lain, malam itu juga warga kampung datang bergerombol, mengancam akan membakar rumah jika karni tidak angkat kaki dari kampung. Di kota, hidup karni sangat sederhana. Untungnya, 69
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
77
pymupdf
Topeng Nengsih nasi goreng kami bisa beradaptasi dengan warga sekitar. Bahkan, ada beberapa yang memesan nasi goreng untuk acara keluarga. Dalam segala kesulitan, hidup kami bisa berlangsung dan aku bisa sekolah. Hidup memang seperti jalan, kadang lurus dan kadang menikung. Aku tidak paham apa yang terjadi di luar sana sehingga para pedagang menaikkan harga semua barang. Ibu hampir putus as a, beras, ntinyak goreng, atau minyak tanah semua mahal. Harga per kilonya melambung tinggi hingga tak terjangkau oleh kami. Semakin hari semakin sedikit pelanggan yang datang berbelanja. Penghasilan kami berkurang setiap harinya. Sampai­ sampai ibu tidak sanggup membayar uang sekolahku lima bulan terakhir. Ibuku menerima surat untuk menemui kepala sekolah dengan maksud membahas masalah itu. Aku tahu, ibu tidak bisa berbuat apa-apa, pasrah. Sampai akhirnya ibu datang ke sekolahku. Mataku terus mengawasi ibu yang dihadapkan dengan kepala sekolah di ruangan pribadinya. Di antara deretan jendela, mataku mengintip. Kulihat Bapak Kepala Sekolah berbicara dengan tenang dan ibuku hanya mangut­ mangut. Ketika ibu ke luar dari ruangan, aku meraih tangan ibu. Ibu menatapku seolah-olah tidak akan terjadi apa-apa. "Pak Kepala Sekolah mengatakan apa kepada ibu? Apa aku akan di-skor atau aku akan dikeluarkan dari sekolah' Jawab Bu ...?" Aku bertanya dengan wajah gelisah dan mata berkaca-kaca, hanya untuk menantikan satu jawaban. 70
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
78
pymupdf
Antologi Cerpen fuu yang sedang menatapku tidak memberi jawaban atas pertanyaanku. Hanya gelengan kepala yang ia perlihatkan kepadaku. Tangan halus ibu yang masih kupegang kim memeluk tubuhku erat-erat. Hatiku hanyut oleh ketulusan cinta seorang ibu, sekan-akan aku tak ingin lepas dari dekapannya. Kehangatan itu sekejap terhenti ketika seseorang menyentuh bahu ibu rnemberi isyarat, apakah ibu masih ingat padanya. Itu Pak Rahdi, pemilik toko di dekat sekolahku. Sepertinya ibu masih ingat lelaki pemiIik toko itu. Ibu menepuk-nepuk bahu Pak Rahdi, tak menyangka akan berternu dengan ternan lama. fuu dan Pak Rahdi saling bertukar cerita hidup rna sing-rna sing. fuu bercerita semua yang menimpa kami akhir-akhir ini. Pak Rahdi paham apa yang dirasakan ibuku. Pak Rahdi sepertinya ingin membantu. Beliau menawarkan suatu pekerjaan, ibuku diikutkan dalam usahanya di toko. Setiap harinya ibu harus rnengantarkan nasi goreng ke tokonya. Itu mungkin membantu kami lebih mudah berjualan karena satu-satunya toko di daerah itu hanya toko Pak Rahdi dan strategis dengan sekolah. Banyak siswa yang suka berbelanja ke sana. Sudah tiga bulan ibu bekerja sarna dengan Pak Rahdi. Sepertinya, penghasilan kami mulai stabil. Aku pun tak pernah dipanggil karena masalah uang pembayaran sekolah. Jika ada waktu luang, aku sering menghantarkan nasi goreng ke toko Pak Rahdi. Maksudku, ingin bantu­ bantu ibu tanpa harus memnggalkan waktu belajar. "Menyelam sambi! minum air" pepatah ini yang sering menyertaiku tiap harinya. 71
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
79
pymupdf
Topeog Neogsih Memang benar kata orang. Hidup ini penuh dengan kejutan. Kemarin hidup kami masih tenang-tenang saja, tetapi hari ini gelombang telah menghantamnya dan kami hampir tergoyahkan. Kepercayaan yang telah diberikan oleh Pak Rahdi, warga-warga, dan semua pelanggan kami dihapus oleh satu masalah. Masalah itu muncul ketika seorang siswi keracunan setelah mengkonsumsi nasi goreng di toko Pak Rahdi. Dengan segera siswi itu dilarikan ke rumah sakit. Sisa nasi goreng dan muntahannya masih diperiksa di laboratorium rumah sakit. Dua hari pemeriksaan terbukti bahwa nasi goreng kami mengandung racun. Dengan beberapa tuduhan dan bukti-bukti yang ada, hari itu juga polisi datang ke rumah kami. Sebagai tanda penangkapan, polisi memperlihatkan selembar kertas kepada ibu. fuu yang merasa tak bersalah, hanya merespon dengan setitik air mata. Akan tapi, aku yang tidak dapat menerima semua itu. "Ibu... Ibu... Bu ... kita tidak bersalahkan? Pak polisi tolong lepaskan Ibu saya...!" dalam kepanikan aku terus mengucapkan kata-kata itu sambil menarik-narik tangan ibu dari jangkauan para polisi. Sampai akhirnya ibu masuk ke dalam sebuah mobil dan menjauh dari sudut pandanganku. "Ibu...!!" itu jeritan terakhirku setelah terengah­ engah mengejar mobil yang membawa Ibuku. Aku tidak bisa menolong ibu. Berontakanku tak berarti bagi beberapa orang polisi itu. Berita siswi keracunan itu dengan cepat kHat menggelegarkesegala arah dan terdengarolehtelinga semua orang. Seribu mata tertuju padaku dan siap memperolok 72
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
80
pymupdf
Antologi Cerpen serta mempermalukan diriku. Ketika istirahat di kantin, teman-teman menutup matanya dan menoleh kepadaku. Seolah-olah aku penyebar virus berbahaya. Oi rumah pun begitu. Thu-ibu yang sedang bersantai ria yang memadati gang sambi] menyuapi anaknya langsung memondong anaknya masuk, ketika aku melintas di depanya. "Tidak ada yang mau menerima aku. Cobaan apa lagi ini Tuhan.... ? Kenapa aku harus menanggungnya seorang ~iiri? Terlalu banyak cobaan yang engkau berikan. Tabahkanlah hatiku," kata-kata itu sering orang lontarkan jika tak tahan dengan cobaan dan sekarang aku menirukanya. Oua jamberlaludaridetakanjamdingding. Bayangan itu serasa melekat erat di ujung pelupuk mataku. Kesedihan masih mewarnai ruang hatiku. Aku tidak percaya, siswi itu keracunan oleh nasi goreng kami. Namun, aku tak tahu harus berbuat apa untuk mengungkap kebenaran yang aku yakini. Oalam kegelisahan, hatiku terketuk oleh sesuatu. Tersentuh melakukan sesuatu. Bisikan itu membuatku berhasrat untuk memohon kepada Tuhan. Aku mengadu semuanya kepada Tuhan. Setelah itu, pikiranku terasa lebih ringan dari sebelumnya. Tuk... htk. .. tuk, aku mendengar seseorang sedang mengetuk. Namun, bukan hatiku yang terkehtk melainkan pintu rumahku. Cepat-cepat kubuka pinht rumah dan kudapati Pak Rahdi berdiri menungguku dengan membawa kantung putih berisikan makanan unhtk orang sa kit, sekilas aku sudah tahu maksudnya. Aku menyetujui ajakan Pak Rahdi menjenguk siswi yang keracunan itu. 73
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
81
pymupdf
Topeng Nengsih Sesampainya di suatu ruangan serba putih beraromakan alkohol segar, kulihat dia terbaring dengan kondisinya mulai membaik. Ketika aku menatap matanya dengan penuh kesedihan, dia menyalurkan ke arah mamanya dengan tatapan yang sama. Seakan-akan dia berbuat suatu kesalahan dan ingin dimaafkan. Perlahan tapi pasti, siswi itu bercerita suatu hal yang terjadi. Di hadapanku, Pak Rahdi, keluarganya, dan dua orang polisi yang kebetulan menjenguknya, dia mengatakan bahwa dia ingin bunuh diri karena tak sanggup ditinggal pergi oleh kekasihnya yang memilih gadis lain. Waktu itu, dia pergi ke toko Pak Rahdi hendak membeli nasi goreng dan berbarengan dengan itu dia campurkan racun tikus kedalam nasi. Namun, baru setengah dari racun itu tertuang karena ada orang lain yang berbelanja. Mungkin karena itu, dia masih dapat ditolong dan hidup sampai sekarang. Kesaksian dari gadis itu membuat ibuku terbebas dari hukumanya. "Maaf, Ibu Mirah. Anda sekarang dibebaskan karena terbukti tidak bersalah," Ibu yang tadinya hanya termanggu seakan tersentak oleh ucapan polisi itu. Ibu dengan spontan mengucapkan terima kasih dan tidak tanggung-tanggung mencium tangannya. Sinar senyum ibu tak bisa dikalahkan sinar bulan purnama pada malam itu. Di bawahbayang-bayang sinar bulan,ibu memangku tubuhku. Rasanya, masa-masa indah sewaktu aku berumur lima tahun terulang kembali. Namun, waktu itu ada ayah di sampingku. Sementara itu, sekarang aku hanya bisa melihat ayah di atas sana. Jauh. Tak bisa kuraih lagi. 74
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
82
pymupdf
Antologi Cerpen "Apakah kamu bahagia?" tanya ibu. "Tentu saja. Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar lagi se lain bersama Ibu..." "Apakah kamu lapar? Mau nasi goreng buatan Ibu?" "Mau... mau... sangat mau," jawabku sambil mengganggukkan kepala, memperjelas kerinduanku kepada nasi goreng buatan ibu. Yang pasti rasanya... ~Vlluuueenak. Nyus ... muantap. Enak tenan. Pokoknya, top bangets ... !!! 75
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
83
pymupdf
Topeng Nengsih 76
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
84
pymupdf
T£RlMA KASIH AYAH r~~~ Entah kenapa hubunganku dengan ayah tidak seperti hubungan ayah dengan anaknya. Kalau biasanya si anak biasa bercanda tawa dengan ayahnya, tapi aku jarang sekali melakukan hal itu. Mungkin lebih tepatnya lagi, aku tidak akrab dengan ayahku. Sebenarnya, aku sendiri kurang begitu mengerti tenta~g hal ini. Mungkin, karena sifatku yang pemalu atau mungkin aku takut pada ayahku. Sejak kecil aku sering dimarahi oleh ayah. Sedikit kesalahan yang aku lakukan bisa membangunkan emosinya. Bahkan, tidak jarang ia melampiaskan emosinya lewat tangan. lbu yang kasihan pada diriku selalu berusaha untuk menenangkan ayah. Akan tetapi, malah dia yang menjadi bidikan amarahnya. Luka-Iuka itu kurasa telah membekas yang mengeringkan air keceriaan pada diriku. "Greng... greng," suara itu tak asing lagi kudengar. "Bunyi motor ayah," pikirku dalam hati. Ternyata memang benar ayah dan ibu datang. Mereka datang untuk menjengukku. Di lubuk hati yang terdalam, sebenamya aku bahagia bisa bertemu dengan mereka. Maklum, sejak kecil aku sudah jauh dari orang tua. Aku tinggal dengan nenekku di desa, sedangkan kedua orang tuaku mencari nafkah di kota. 77
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
85
pymupdf
Topeng Nengsih "Bu... Bu... mana oleh-olehnya?" aku bergegas menghampiri ibu yang membawa tentengan plastik di tangan kanannya. "Nih Ibu bawakan jajan kesukaarunu, ayo tebak?" "Onde-onde ya bu? Horeeee...I" tanpa basa-basi aku segera menyantapnya. "Emm... enakkkk. Besok, besok bawakan lagi ya BU.I" "Enakmu. Kapan-kapan gantian dong ngasi oleh­ olehnya," celetuk ibuku. "Ya deh nanti aku yang traktir, tapi ..." "Tapi apa?" Tiba-tiba suasana menjadi sepi. "Tapi bohong," jawabku sin~kat. "Ha.ha.ha.hi.hi.hi.hi" kami semua terbahak-bahak. Termasuk nenekku yang ada di sana juga ikut tertawa. Giginya yang ompong ikut menghiasi tawanya. Suasana malam itu terasa begitu hangat. Meskipun di s.atu sisi, ada hawa dingin melintas di hatiku. Seperti biasa, ayah masih menunjukkan sikap dinginnya padaku. Sebaris kalimat pun tidak keluar dari mulutnya. Ia langsung menuju kamar. Beberapa saat kemudian suara ngorok sudah berkumandang dari dalam kamar. "Cilll17n17 kabar di sekolah nak?" tanya ibuku sembari mengunyah onde-onde. "Biasa saja Bu, tidak ada yang istimewa. Oh, ya, aku ditunjuk oleh sekolah untuk mewakili lomba membuat puisi, tapi sampai sekarang puisinya belum jadi. Belum ada ide. Kira-kira ibu bisa bantu aku tidak buat puisi?" "Jangan ng177Pur kamu. Mau bikin ibu stres ya? Tamat SO saja ibu adak. Kalau ada lomba membuat sayur piecing 78
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
86
pymupdf
Antologi Cerpen ibu jagonya," jawab ibuku dengan nada bangga. "Ya, tapi dengan catatan dewan jurinya aku sendiri." " Ha ... ha... ha... haa," lantunan canda tawa kembali menghangatkan suasana. Tanpa terasa langit semakin gelap. Sang bulan yang tampak lelah bersinar di malam itu, kini telah ditemani bintang-bintang yang menjaga setiap insan dalam tidurnvCl. Malam begitu cepat berlalu. Sang fajar hari telah menyapa. Saatnya aktivitas dimulai oleh setiap orang. Begitu pula aku harus segera pergi ke sekolah. "Bu aku parnit dulu ya," sapaku saat hendak pergi ke sekolah. Eitttt, entl7r dulu Nak, kok seni sekali bajumu, ada motif posisinya lagi? "Ibu ngeledek nih ceritanya. Baju ini kan sudah tiga tahun. Jadi, maklumlah begini keadaannya." "Kenapa tidak bilang sama ayah saja? Ayahmu kan tukang jahit hebat," kata ibuku sembari menunjuk ayah y<1 I1(; SctCll itu seLiClng mengclap motornya yang sudah berumur itu. "Mana mungkin ayah mau Bu. Kayak tidak tahu ayah saja ibu ini." "Kalau tidak dicoba, bagaimana bisa tahu," bujuk ibuku. "Ah ..ngeri Bu. Agus berangkat dulu ya l Nanti aku terlambat lagi." "Ya, hati-hati di jalan Nak!" "Ayah, aku parnit duJu, ya?" 79
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
87
pymupdf
Topeng Nengsih "Ya," sahut ayahku masih dengan sikap dinginnya. Oari dulu ayah selalu bersikap dingin padaku. Sikap dinginnya itu adalah makanan sehari-hari untukku dan tidak pernah aku memikirkannya. Akan tetapi, minggu-minggu ini pikiranku terusik oleh sikap dingin itu. Pikiranku berontak untuk mencari jawabannya. "Apa aku ini anak yang tidak dikehendaki oleh ayah sehingga ayah tidak sayang padaku?" pikirku dalam hati. 1ni pula yang menyebabkan sampai sekarang aku belum bisa melahirkan sebait puisi pun. Padahal, lomba puisi sudah semakin dekat. Suatu saat aku berjalan di sebuah ladang yang sangat gersang. Matahari seakan berada beberapa meter di atas kepalaku. Tubuhku bermandikan keringat dan cacing­ cacing dalam perutku terus berunjuk rasa. Oi sana aku melihat ayahku sedang menggali lubang. "Sedang apa Ayah di sini?" tanyaku keheranan. Namun, ayahku tidak menjawab. Oia terus saja menggali lubang. "Yah..., Yah ... , Yah," aku menggoyang-goyangkan badannya. Tiba-tiba ayah mendorongku hingga aku jatuh tengkurap. Saat aku membalikkan badan, ayahku sudah menghilang. "Ayahhh...'" aku menjerit. Tiba-tiba saja aku berada di atas tempat tidur. Bajuku basah oleh keringat. Napasku terengah-engah.Ternyata aku sedang bermirnpi. Kemudian aku beranjak dari tempat tidur hendak mengambil air. "Pyanggg...," gelas yang aku pegang terjatuh. Pecahannya berserakan kemana-mana. 80
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
88
pymupdf
Antologi Cerpen "Sebenarnya, apa yang terjadi?" pikirku dalam hati. Perasaanku menjadi tidak enak sejak itu. Sepertinya, aku merasakan firasat buruk. Namun, mudah-mudahan ini hanya perasaanku saja. Beberapa hari telah berlalu. Sebait puisi pun belum juga tercipta. Perasaan tidak enak semakin menghantuiku. Di sekolah aku tidak bisa fokus mengikuti pelajaran. Materi yang disampaikan lalu-lalang saja di telingaku. "Teng... teng... teng!" bel sekolah berdendang, tanda pelajaran sudah usai. Para siswa bersiap-siap untuk pulang. Langit tampak mendung di siang itu. Aku mempercepat langkah menuju rumah supaya tidak kehujanan. Betapa kagetnya aku saat memasuki halaman rumah. Orang-orang berpakaian serba hitam memenuhi setiap sudut rumah. Dalam benakku muncul seribu satu tanda tanya. Apa yang terjadi? "Gus... Gus... Gus!" teriak seorang wanita yang tak asing lagi di mataku sambil berlari ke arahku. Ternyata, wanita itu adalah ibu. Dengan erat ibu merneluk tubuhku. " Nak, ayahmu sudah pergi untuk selamanya." Samar, suara itu terdengar karena diiringi isak tangis. "Ibu bohong!" teriaku histeris. "Tenangkan hatimu nak!" "Ayahhh...," aku berlari ke dalam rumah. Sesuatu tertutup kain putih terlentang di hadapanku. Pelan aku membukanya. " Ayah... ," aku memeluknya. Tetap saja ayah menunjukan sikap dinginya. Aku tidak pernah 81
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
89
pymupdf
rop~ng N~ngsih mempedulikan sikap dinginya, tapi kali ini sikap dinginya membuat air mataku mengalir. Ayah telah pergi ke tempat yang jauh dan tak akan pernah kembali lagi. Seminggu setelah ayahku pergi ke tempat yang jauh, suasana duka masih menyelimuti hatiku. Menurut kabar yang aku dengar, temyata ayahku mengidap penyakit kanker darah. Akan tetapi, tak seorang pun yang tahu termasuk ibuku. Kami mengetahuinya dari dokter sesaat sebelum ayahku meninggal di rumah sakit. Temyata, selama ini dia menahan penyakitnya seorang diri. "Lagi ntzkirin ayah, ya, nak?" sapa ibuku di suatu malam ketika aku duduk sendiri di serambi rumah. "Ya, Bu. Aku tak menyangka secepat ini akan berpisah dengan ayah. Padahal, aku lebih ingin merasakan kasih sayang seorang ayah. Hal itu jarang aku rasakan. Selama ini, hubunganku dengan ayah terasa jauh. Aku hanya ingin bisa bercanda tawa dan akrab dengan ayah. Hanya itu saja Bu." "Ibu mengerti perasaanmu, Nak. Namun, apa boleh buat, semua ini sudah mejadi kehendak Yang Maha Kuasa. Kamu harus merelakan kepergian ayahmu," sahut ibuku samhil mengusap-ngusap dahiku. "Tapi malam ini, kamu akan merasakan kasih sayang seorang ayah," kata ibuku memulai lagi pembicaraannya setelah beberapa menit terdiam. "Maksud Ibu?" sahutku tidak mengerti. Ibu lalu mengambil sesuatu yang terbungkus rapi dengan kertas koran. Perla han dibukanya bungkus itu. "Ini kan?" sahutku dengan nada agak terputus­ putus. Satu stel seragam, seragam sekolah baru mengunci 82
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
90
pymupdf
Antologi Cerpen pandanganku. Memang, sejak lama aku mendambakan seragam sekolah yang baru. Akan tetapi, aku enggan meminta karena tahu keadaan ekonomi keluarga kami. "Seragam ini untuk siapa, Bu?" tanyaku keheranan. "Ya untuk kamu, masak untuk ibu?" jawab ibuku dengan sedikit senyum di bibirnya. "Di mana ibu membelinya?" tanyaku sembari mengambilnya dari tangan ibu. "Ini dari ayahmu, Nak. Sejak pulang dari menjengukmu itu, hap malam ayah meluangkan waktunya untuk membuat seragam ini. Awalnya, ibu juga tidak mengira ayahmu membuat seragam untuk kamu. Namun, ayahmu pernah mengatakan pada ibu bahwa seragam ini akan diberikan minggu depan, tepat di hari ulang tahunmu. Hampir hap malam ayahmu sering membicarakan dirimu, Nak. ia ingin kelak kamu menjadi orang yang berguna. Sebenamya, diam-diam ayah begitu memperhatikanmu." "Tapi, selama ini ayah selalu bersikap dingin kepadaku, Bu?" tanyaku dengan penuh keingintahuan. "Mungkin, ayahmu tahu hidupnya hdak akan lama lagi dan ia melakukan ini semua agar kamu hdak terlalu sedih saat ditinggalnya." "Tapi, bagaimana mungin aku tidak sedih Bu, aku kan anaknya!" sahutku dengan nada agak tinggi. Kini, air mataku tak terbendung lagi dan mengalir dengan deras. Tetes derni tetes terjatuh ke lantai. Tiap percikannya tersirat rindu yang sangat mendalam. Aku beranjak dan masuk ke dalam kamar. Sehelai kertas dan sebuah pena kuambil. Tanganku mulai menarikan pena di atas kertas. 83
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
91
pymupdf
Topeng Nengsih Dingin yang dulu Kini hangat kurasakan Meski pagi sudah pulang Dan petang sudah datang Tak boleh kusesali Besok akan datang lagi Pagi yang lebih cerah Bersama Kita akan menyambutnya "TERIMA KASIH AYAH" Puisi yang tak kunjung tercipta kim lahir dengan mudah lewat sentuhan jiwa. Sehelai kertas itu aku lipat sedemikian rupa hingga menjadi pesawatmainan. Lewatjendela kamar aku menerbangkanya, berharap angin akan membawanya dan menyampaikan pesan itu untuk ayahku yang jauh di sana. 84
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
92
pymupdf
Aku sering berpikir bahwa mestinya ibu tidak usah membenciku. Akan lebih baik sekiranya jika ia mencintaiku. Seperti ibu lain yang mencintai buah hatinya yang lahir dari rahim mereka. Namun, ia berbeda. Ia malah membenciku. Perseteruanku dengan ibu telah kumulai, bahkan ketika usiaku baru empat bulan dalam kandungannya. Tentu kalian bertanya-tanya, sebab pada waktu itu aku, bahkan belum memiliki tangan untuk melawan. Aku hanya segumpal daging yang tak bernyawa. Aku begitu karena aku tak mau kembali pada-Nya tanpa melihat apa itu dunia dan bagaimana aku harus menjalani yang namanya hidup. Persoalan yang akan kuhadapi kelak, tidak aku pikirkan. Seperti hari ini, ibu menghendaki supaya aku jangan pernah nongol sarna sekali dari rahimnya. Ia menyorongkan segala macam obat-obatan ke dalam perutnya untuk mengodnm kepalaku, melubangi paru-paruku, melemahkan Jantungku, dan meracuni pertumbuhanku di dalam rahimnya. "Tolong aku, Ibu, kasihani aku. Aku anakmu!" jerit hatiku. "Pantaskah aku panggil dia Ibu?" secerah cahaya membuatku bergeming. 85
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
93
pymupdf
Topeng Nengsih Benar kata cahaya itu. Mana ada seorang ibu yang menegak berliter-liter cairan hijau dan asam dari pedagang jamu asongan di pinggir jalan hanya demi meluruhkan janin yang tidak diinginkanya? Ke mana pria bejat yang menidurinya hingga membuatku ada? Cadis belia itu menjerit. Setetes darah muncul melewati sela-sela kaki putihnya. Ia pembawa aib keluarga. Rasanya, itu alasan yang tidak mengharapkanku ada. Aku berdoa agar aku selamat dari kematian tanpa kelahiran. Agaknya, Tuhan mengerti mauku. Seorang tua yang kupikir adalah calon nenekku menemukan gadis itu. Terkagetlah ia mendapati putrinya berlumuran darah. Tak lama, saudaranya datang dan membawanya ke rumah sakit yang jauh beberapa blok dari "rumahku". Mobil hitam berplat merah yang membawaku dan calon keluargaku, berhenti di dekat ruang tunggu rumah sakit. Catat, calon keluarga, jika aku lahir dan tidak dibuang ke tong sampah di TPA daerah ini, seperti yang kulihat di acara kriminal yang sering mereka tonton. Aku takut mereka dapat ilham dari situ. "Harusnya kau jangan bertindak bodoh seperti itu! Sudah memalukan nama keluarga, kau ingin mati bunuh diri pula? Mau masuk koran dan menyebarkan aib kami lebih dalam lagi?" calon nenekku berbicara pada calon ibuku setelah ia siuman. "Tidak!" ia menggeleng lemah. "Aku ingin membunuhnya bukan membunuh diriku. Aku malah tidak mau melahirkan aib ini. Ibu pikir aku mampu menahan orok ini di dalam perutku? Berhenti sekolah, dijauhi ternan dan lelaki yang aku cintai," lanju tnya 86
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
94
pymupdf
Antologi Cerpen sambil menahan sa kit. "Cinta, cinta! Bodoh kau, bukan begini caranya!" Kalimat terakhir ihl tidak kumengerti. Namun, aku benar-benar bersyukur sebab aku selamat. Tak peduli apa yang mereka bicarakan selanjutnya. Yang aku butuhkan hanya tidur bukan mendengar omongan mereka yang jauh dari penting. Hari-hari di dalam perut gadis itu berlangsung aman tanpa gangguan setelah insiden menyakitkan itu. Kini aku genap berusia lima bulan dalam rahimnya. Hidup dalam caci-makinya. Padahal, siapa yang mengurungku di sini? Dirimu dan pria yang katanya menyayangimu sampai maut menjemput bukan? Maki saja dia. Tiba-tiba pinhl kamar terbuka. Seorang wanita paruh baya yang berpakaian merah dan menor mendekati "kam.i" . "Berapa bulan?" katanya. "Lima bulan," jawab nenekku. "Berbaringlah Nak, agar aku bisa segera menyelesai­ kan hlgasku". Calon ibuku menuruti kata-kata wanita itu. Sedikit ter-lihat takut. Aku pun ikut takut. Firasat buruk menghantuiku. Apalagi saat cahaya memperingatkanku. Wanita yang kuketahui bernama Nyonya Frida mengambil sebuah botol minyak. Membukanya dan mulai mengoleskan rninyak ihl perlahan ke perut ibuku. Ada huruf cinta pada label botol. Aku tidak mengerti artinya. Yang kutahu hanya aku harus menjerit berbarengan dengan ibu. 87
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
95
pymupdf
Topeng Nengsih " AAAaaaaaaaaaaaargh... "Sakiiiiiiiiiiiiiiit. .. " aku menimpali jeritan gadis itu. "Hey, hentikan. Aku belum waktunya lahir ke dunia!" pikirku lagi. Dan cahaya penjagaku berseru, "Kuat Nak, kau pasti mampu. Kau tak akan dilahirkan, tapi akan digugurkan. Diaborsi". " Aborsi? Apalagi ini. Aku mau dibunuh lagi?" Cahaya mengangguk. Aku melawan. Wanita menor itu mengurut. Ibu menjerit. Calon ibuku terus menjerit memekakkan telinga siapa saja yang mendengar. Peluhnya bercucuran dan rasa perih serta sakit membuat ia menautkan kedua alisnya. Cahaya terus memudarkan cahaya demi menolongku. "Sudah, cukup, hentikan! Aku sudah tak sanggup!" seru ibuku kemudian. Betapa lega aku kemudian. Kurasa naluri keibuan mulai muncul menggelitik hatinya. SetE:lah ia berseru, wanita yang ternyata dukun aborsi itu menghentikan urutannya. "Sedikit lagi, Nak," kata wanita dukun itu. II Aku tahu, tapi yang sedikit ini bisa membunuhku. Thu, kumohon, aku tidak ingin mati bersama bayi sialan ini." "Kau macam-macam saja. Apa kau yakin?" nenekku bertanya. "Daripada aku mati!" Hari itulah saat terakhir aku mendapat perlakuan kejam. Heran, kalau tak mau aku lahir, kenapa kau tidur dengannya. Apa ini salahku? Cercaku dalam makian tertahan ketika aku mulai pulih dari derita menyakitkan. 88
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
96
pymupdf
Antologi Cerpen Kuharap ini terakhir dan berhasil membuatku menjebol pertahanan kandungan sehingga aku melihat apa yang selama ini ingin kulihat. Dunia dan wajah wanita yang mengandungku. Dua bulan. Hari ini aku merasakan keanehan. Bukan dalam diriku, tapi dalam diri cahaya. 1a mengeluarkan sinar. Makin lama makin redup. Makin terlihat malas. "Hey, ada apa dengan sinarmu?" "Kau sudah harus pergi, Nak". "Apa?" "Ya, kau akan segera lahir ke dunia. Jangan lupa terus berjuang, bagaimana pun keadaanmu saat lahir kelak. Percayalah, aku tetap di sampingmu". II Aku tidak mengerti. Namun, jika kau benar­ benar pergi, aku tentu sangat terluka dan kesepian. Bagaimanapun, aku ingin berterima kasih kepadamu dan Tuhanku ." Cahaya mengangguk.Cahaya memudar, tenggelam, dan akhirnya menghilang. Saat itu aku merasa melesak. Darah mengguyur kepalaku yang belum berambut. Di selangkangan ibu, aku melihat dua wanita berseragam putih. Tersenyum, namun mengemyitkan dahi. Ya, aku lahir ke dunia' "Kasihan anak ini, tanpa kaki sebelah. Lihat kepalanya agak besar. Oh, tangannya tak seimbang!/I Se1epas ucapan wanita berparas lembut yang kupastikan adalah dokter itu, aku pun mengerti. Aku cacat. Jadi, ini maksudnya aku harus percaya diri? Ah, sudahlah, cukup aku lahir saja aku sudah bahagia bukan kepalang 89
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
97
pymupdf
Topeng Nengsih rasanya. Ibuku diusiI dari rumah setelah aku lahir. la makin membenciku karenanya. "Sudah tanpa ayah. Cacat pula! Benar-benar memuakkan bayi ini." ltulah kata terakhiI yang aku dengar dari sesosok nenek yang kupikir akan menyayangiku. Ibu pergi dengan tangisan dan kemarahan serta kebencian. Masih untung ia tidak membuangku. Aku dirawat tanpa kasih sayang. Siapa bilang ibu tiri selalu kejam? Ibu kandung yang melahirkan anak yang tak diinginkan baru dinamakan kejam. la selalu rnemasakkan makanan untukku. Namun, tidak peduli aku mau makan atau tidak. Bersih atau kotor badanku. Sakit atau sehat? la tak peduli. la selalu pulang malam dalam keadaan mulut bau alkohol. Banyak yang bilang ia berkubang di lahan prostitusi. Entah apa itu, kosakataku tidak sampai ke situ. Apa kau disekolahkan? Sudahlah, jangan ditanya, kau pasti tahu bahwa aku mirip gelandangan. Namun, aku punya hobibaru.Aku senangberkhayaldanmernbayangkan ayahku. Aku menggarnbar ular dimana-mana. Oi kamar, kubenturkan pandanganku pada langit­ langit ruang sambi! terus berharap bahwa cahaya akan meluncur dari cerobong asap layaknya sinterklas natal dan menemuiku. Akan tetapi, biasanya di langit-langit karnar aku hanya bisa menemui kecoak. Kau tahu, mahkluk ini tidak pernah menjadi teman bagi manusia karena tidak ada manusia yang sudi berteman dengan kecoak. Ibu juga tidak suka dengan kecoak. la selalu rnencopot sandalnya jika ia melihat seekor kecoak melintas dan memukul-mukulkan 90
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
98
pymupdf
Antologi Cerpen sandalnya sampai binatang itu pecah tertampar sandal. "Kenapa kau tidak melakukan protes?" tanyaku padanya suatu hari. " Apa yang bisa diprotesl " La balik bertanya dengan nada sengit. "Kalian selalu dibunuh tanpa salah." "Karena kami kecoa." "Begitukah?" "Kau juga kecoa" " Aku manusia." "Bagi ibumu kau adalah kecoa." "Kau menghinaku. Kau hanyalah kecoa. Aku ingin membunuhmu karena kau menghinaku. Aku benar-benar ingin membunuhmu. Sebab kecoa tidak boleh menghina manusia." Aku melesat memburu kecoak itu. Aku melompat­ lompat dari tempat tidur ke meja. Kecoak dan aku saling berkejaran sehingga menimbulkan suara berdebam-debam. Ibumendobrakdaunpintukekamarkudanmenghantamkan caci maki ke telingaku. Mulutnya menyemburkan badai dan bau alkohol. Sebetulnya, aku ingin bilang padanya. "Kenapa ibu selalu datang membawa badai kepadaku? Namun, badai tidak pernah bisa disela oleh pertanyaan apa pun. Ditamparnya aku dengan sandal hingga terpelanting. Kecoak yang kuburu terbang ke luar kamar. Ibu tidak pernah tahu bahwa aku selalu rindu kepadanya. Aku orang yang rindu. Rindu kepada apa saja. Kepada bintang-bintang, kepada kecoak di langit kamar, kepada cahaya, cahaya yang telah menyelamatkanku, dan kepada tangan ibu. 91
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
99
pymupdf
Topeng Nengsih Aku rindu tangan ibu di atas dahiku dan kemudian tangan ibu mengel us kepalaku sampai aku tidur. Tidak pernah ia melakukan itu. Rasa rindu menjadi racun menyumbat jalan darahku. Aku rindu pada ular yang kugambar. Aku ingin menyapanya! Selarnat pagi ayah, ini aku anakmu. Kulihat rambutmu telah banyak beruban. Aku ingin menyabut ubanmu agar kau kelihatan lebih muda. Atau kau ingin kubuatkan minuman?" Ibu tidak pernah mengenalkan benda yang bisa dipanggil ayah kepadaku. Aku ingin seorang ayah, tapi, aih, aku tak ingin pria botak itu mengaku jadi ayahku. Apa lagi pria gendut bergelambir yang bau itu. Aku harap ia tampan. Agaknya, ibu tak pernah berpikir untuk memberiku seorang ayah. Maka, seperti yang telah kuceritakan tadi, aku membikin sendiri ayahku. Gambar itu kemudian berubah menjadi apa saja. 1a tidak hanya menjadi ayahku, tetapi dapat pula menjadi guruku. Aku belajar tentang apa saja dari dia. Belajar bagaimana menyalurkan kehendak dan memberontak. "Kau harus selalu di sampingku, Ayah," kataku. "Kau harus mengawasi aku. Banyak anak-anak yang kehilangan jalan karena ditinggal ayahnya. Aku tidak mau menjadi anak yang kehilangan jalan." Kadang-kadang kupasang dasi pada lehernya. 1a tampak seperti orang kantoran. Kadang-kadang kupasang kumis di atas mulutnya. Ia tampak berwibawa dan mirip seorang kepala negara. Anak-anak lain senang melihat aku menggambar ayah di mana-mana. Aku terus berjalan menyusuri tembok-tembok kota. Anak-anak yang 92
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
100
pymupdf
Antoiogi Cerpen menguntitku makin banyak. Kukenalkan mereka pada ayahku. Mereka tertawa. Namun, tidak tiap orang suka melihat anak-anak tertawa. Suatu hari, seseorang marah padaku karena aku dianggap mengotori temboknya. Disemburnya aku dengan macam-macam hujatan. Aku diam saja. "Anak gila, di mana otakmu l" hardiknya. Aku benci sekali kepadanya. Kupikir dialah yang gila, aku menggambar ayahku, kenapa dia marah? "Kamu boleh juga menggambar ayahmu sendiri. Jangan marah-marah kepadaku./I Aku membalas hardikan­ nya. Ketika ia menghapus gambar yang kubuat, aku tidak bisa mendiamkannya. 1a ingin memisahkanku dari ayahku. Maka kutampar mukanya. Aku senang sekali bahwa rupanya ia kapok berurusan denganmu. Terhadap orang yang tidak mau memahami orang lain, kita kadang-kadang memang harus berlaku keras. ltulah yang aku ajarkan kepadanya. Namun, orang itu rupanya cukup licik. 1a laporkan pada ibuku. " Anak gila, di mana otakmu?/I 1a menirukan orang yang baru aku tampar. " Aku menggambar ayahku. Kenapa kau memukul­ k U.7" 1a menatapku seperti milihat onggokan sampah di dekat perumahan. Aku mengobarkan kilatan petir lewat tatapan tajamku. 1a menatapku terbelalak. 1a mendorong tubuhku. Aku terus menatapnya. 1a terus mendorongku. Tanpa rasa takut aku mundur agar dorongannya tak 93
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
101
pymupdf
Topeng Nengsih menjatuhkanku. Aku sudah lemah, apa lagi berkaki palsu sebelah. Tak mungkin aku menang melawan ibuku. Lagipula ayah tidak akan mengizinkanku. Kuat-kuat ditariknya aku ke pintu. "Hei anak sial, sejak awal, aku sudah tak menginginkanmu. Kau lahir ternyatamemangmenyusahkan ibu. Sudah pincang, nakal pula." "Kau menganggapku anakmu? Ibu? Kau hanya wanita penghibur yang berdandan klasik demi menjerat pria tua. Oi mana wajah ibu?" "Kau melawanku?" Hardiknya. " Pergi kau. Aku tidak butuh orang yang tak tahu balas budi sepertimu!!!" Ibu menyeretku ke tengah jalan. Melemparku seperti menggelindingkan bola. "Buang dirimu di jalan bersama ular yang kau gambar dan jangan kembali!" Aku menatap ibu untuk terakhir kali. Tanpa kata aku pun berlari. Aku tahu, ia tidak akan peduli padaku. Aku tahu aku pun tak boleh mengharapnya lagi. Jadi, kujejakkan langkahku di jalan setapak juga tanpa menoleh. Aku akan mencari ayah yang kugambar. Oi mana? Oi tengah hutan? Mungkin... 94
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
102
pymupdf
TOPEN6 N£N6SIH ~R~P~ Kontan aku terbangun, bibirku kering dan beberapa bulir keringat dingin mulai mengalir di wajahku yang pias. Jam weker kecil dan bundar yang kubeli murah di sebuah toko serba ada berdering nyaring di sebelah bantalku. Buru-buru kutekan tombol di atasnya dan benda berisik itu lekas diam dan membisu. Kuseka perlahan keringat yang masih menempel di keningku dan kelebatan bayang-bayang mengerikan masih terlintas di benakku, sebuah tragedi yang kian rutin menyamar dalam mimpi. Gambaran sebuah jalan yang meremang..., langit yang semerah darah..., dan sebuah bunyi debam di kejauhan yang menggetarkan, disusul jeritan panjang yang mengerikan, sebuah roda sepeda yang jerujinya sudah berkarat menggelinding menjauh seolah menjauhi waktu yang semu. Terdengar langkah-langkah bergegas, sebatang pohon tua telah tumbang di ujung jalan, dikabarkan menelan korban... Adikku yang baru berusia lima tahun menaQgis. Ibuku merintih seraya mengurut dada, kemudian merosot pingsan saat beberapa orang mengangkut tandu yang ditutupi daun pisang memasuki halaman rumah kami. Saat itu aku hanya terpaku, dengan bibir melekuk bisu. 95
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
103
pymupdf
Topeng Nengsih Mataku nanar menatap setiap gulir merah yang menetes di ujung tandu, mengeluarkan bau anyir yang mengalahkan aroma debu terkepul di antara langkah-langkah tetangga yang berdatangan. "Tabahlah, N ak. 1ni semuas u dah menjadi kehendak­ Nya. Relakan kepergian bapakrnu dengan ikhlas...," bisik Ketua Erte, Pak Pandet, sambil menepuk bahuku dengan hrih. Aku jatuh berlutut dan menangis sejadi-jadinya. Kutatap bekas alur roda sepeda yang rnasih rnembekas di halaman tandus. Tadi pagi ayah berangkat sambi! menuntun sepeda tuanya dengan wajah ceria. Berharap ramalan di koran bahwa hari ini adalah hari keberuntungannya merupakan sebuah kebenaran. Ayah selalu berkata bahwa nasib baik pasti akan datang bagi siapa saja yang tulus dan mau bekerja keras. Adikku rnelambai pada ayahku dari jendela, yakin sepenuhnya bahwa hari ini adalah nasib baiknya sebab ayah telah berjanji akan rnernbelikannya gula-gula kapas sepulang bekerja nanti. Aku sendiri tak sabar menanti kepulangan ayah sebab selepas senja nanti karni akan bercengkrarna bersama di teras dan ayah akan rnendongeng lagi seperti biasa. Hari ini ia berjanji akan rnenceritakan dongeng seorang tua yang sangat bijaksana dan mencintai pepohonan dan karena budi baiknya pada sesama makhluk hidup, orang tua itu akhirnya terlepas dari penderitaan di dunia dan bisa rnencapai sorga. Hanya ibuku yang sepanjang pagi itu resah karena seekor cecak tenggelam dalarn secangkir kopi pahit yang tidak habis diminum ayah. <)6
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
104
pymupdf
Antologi Cerpen Sore itu adalah mirnpi buruk yang akan terus menghantui hidupku. Dan pagi ini, tepat setahun setelah hari kematian ayah, mimpi buruk itu kembali mengusik tidurku, seperti nyamuk-nyamuk di kamarku yang menyusupi celah selimutku untuk berpesta dikakiku semalam suntuk. Sepanjang pagi itu aku tak bisa berkonsentrasi pada pelajaran di sekolah. Guru matematikaku menjelaskan angka-angka hambar di papan tulis dengan suara seperti mesin penyedot debu tua yang menyedihkan. Aku merasa begitu gamang dan bimbang karena mimpi buruk itu masih saja terbayang-bayang. Ketika aku terkenang jenazah ayah dengan wajah yang lebur dan berdarah­ darah, aku sepontan berteriak sehingga seisi kelas terkejut dan menoleh memandangku. "Maaf... Pak, saya merasa agak tak enak badan...," gumamku linglung. "Boleh say a pergi ke UKS? Saya merasa pusing" lanjutku. Guru tua itu memandangku sejenak dan barangkali mengira wajahku yang pucat benar-benar disebabkan oleh sakit kepala, akhirnya rnernpersilakanku untuk keluar kelas. Aku keluar kelas dengan linglung tetapi aku tidak bergegas ke UKS. Aku tidak merasa pusing atau demam. Dan aku yakin UKS tak menyediakan obat-obatan untuk seseorang yang tercekam rasa hampa atau terkenang akan kondisi ayahnya yang tewas secara mengenaskan. Kuputuskan untuk duduk di bawah rindang pohon ketapang di halarnan samping sekolah yang betul-betul sunyi. Aku memejamkan mata, membiarkan warna gelap 97
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
105
pymupdf
Topeng Nengsih menyejukkan kedua bola mataku. Kubiarkan seragamku yang kusut dirayapi semut dan wangi pilu yang terbawa udara menyusup masuk paru-paruku. Tiba-tiba aku merasa mencium kembali aroma kretek murah yang biasa disulut ayahku di waktu senggang dan asapnya yang menyesakkan membuatku terbatuk. Sebenarnya, siapakah yang sedang merokok. Aku mebuka mata dan merasa diriku menjadi semakin gila. Pikiranku semakin oleng saja setiap mengenang mimpi buruk itu. Lagipula, mengapa semua ini harus dikenangkan? Aku tahu, ada sesuatu yang selalu mengganjal sejak kematian ayah. Ada sesuatu yang sebenarnya mernicu kegalauanku sendiri sehingga aku tak bisa menghentikan kenangan buruk yang melintas. Oi rumah, aku gemar menata belasan foto ayah dalam bingkai yang kuderetkan di atas meja belajarku atau kugantung di dinding kamar yang kusam. Aku selalu berlama-Iama menatap figur ayahku dalam cetakan-cetakan hitam putih dan kemudian aku akan menyadari betapa tampan dan gagahnya sosok ayahku itu. Seraut wajah penuh kerut, mata yang setenang kolam hitam dengan pengetahuan dan kecerdasan berenang-renang di dalamnya, serta selekuk bibir yang sudut-sudutnya dihitamkan nikotin akibat kebiasaan merokok yang dilakoninya sejenak remaja. Ayahku berwajah sederhana, namun bersih dengan hidung yang cukup lurus dan bagus. Banyak yang mengisahkan ayahku aJalah idola semasa mudanya. Belum lagi dulunya ia sempat mengikuti grup teater keliling yang mengadakan pementasan kecil dari satu kampung ke kampung lainnya. 98
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
106
pymupdf
Antologi Cerpen Ayahku banyak digandrungi karena ketampanannya dan kepandaiannya berakting. Walau sudah semakin tua, aku bisa melihat sisa-sisa kejayaan masa muda itu ketika ia membacakan dongeng untukku. Ayahku begitu hebat menirukan sesosok raja buta yang serakah, pangeran yang merindukan kekasihnya, bajak laut yang pengecuC atau penyihir yang kesepian dan takut oleh maut. Ia seorang narator, sutradara, sekaligus aktor yang piawai sehingga setiap kisah dongengnya selalu mengasyikkan dan imajinasinya selalu ramai oleh pertunjukan-pertunjukan fantastis. Ayahku memang cuma seorang tukang sapu di sebuah rumah sakit kecil. Pendidikannya yang hanya sampai sekolah menengah pertama membuatnya tak punya banyak pilihan dalam mencari pekerjaan. Namun, ayah seorang yang ulet dan penyabar. Sikapnya yang teguh Jan bersahaja membuatnya sangat dicintai istri dan anak­ anaknya. Meski kami hidup serba terbatas, ayah selalu bertekad untuk menyekolahkan kedua putranya hingga minimal tamat sekolah menengah atas. Aku kembali termangu saat mengenang tawa terakhir ayah dan lambaiannya dari balik pagar ketika hendak bekerja, dua belas jam sebelum kematiannya, persis setahun lalu. Seekor kupu-kupu kemuning dengan beberapa bintik merah melintas dan menari-nari di antara dedaunan ketapang yang jatuh tertiup angin. Rerumputan meliuk murung, sementara seekor semut madu bersusah payah merambati duri-duri mawar, dan debu-debu halus berlari mengitari pangkal batangnya. Mawar-mawar itu 99
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
107
pymupdf
Topeng Nengsih mengingatkanku pada kisah seorang pangeran tampan yang Jikutuk menjadi buruk rupa dan ia sehari-hari hanya mengurusi kebun mawar di istana terpencilnya hingga seorang gadis cantik datang membebaskannya dari segala kesedihan. Aku tersentak. Kisah itu kini agaknya mirip dengan garis hidup ayah. Tidakkah ayah dulu begitu tampan dan sewaktu muda ia pasblah segagah pangeran yang bermahkota. Lantas ketika musibah itu terjadi, dahan­ dahan kasar dan tajam itu tidak hanya merenggut nyawa ayah, tetapi juga menghancurkan jasadnya sedemikian rupa sehingga aku nyaris tak lagi mengenali wajahnya. Ayahku serupa pangeran tampan yang dikutuk menjadi buruk saat maut menjelang. Mungkin inilah penyebab munculnya mimpi-mimpi buruk itu, mengapa ayah harus meninggal dengan cara demikian? Dan mengapa pula ia harus meninggal dengan ketampanan dan tubuh yang tersisa-sisa? Siapa yang sebenarnya menyebabkan kutukan ini7 Ayahku bukan penyamun yang dibenci dan begitu tertangkap akan langsung dihajar atau dibakar hidup-hidup. Ayahku orang baik, lantas mengapa nasib tak baik berpijak padanya. Bel istirahat berdentang tiga kali dan murid-murid di kelas memekik kegirangan lantas bergegas meninggalkan buku-buku relajaran. Aku tetap duduk di bawah pohon ketapang, jemariku meremas daun kering dan rumputan. Siang ini aku tak segera pulang. Guru matematika tua yang menyebalkan itu memergokiku duduk-duduk di bawah pohon saat pelajaran berlangsung, bukannya ke UKS seperti yang ia kira pada mulanya. Guru itu akhirnya 100
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
108
pymupdf
Antologi Cerpen tahu, aku tidak betul-betul sakit sehingga ia menghukurnku unruk mengerjakan soal-soal tanbahan di laboratorium kirnia dan aku tak diizinkan pulang sebelum soal-soal itu selesai kukerjakan. Aku mengetuk-ngetuk ujung pensilku dengan ogah-ogahan. Soal-soal ini begitu rumit dan aku tak akan sanggup mengerjakannya dengan kondisi tertekan begini. Saat kulayangkan mataku melalui pinru yang terbuka lebar, aku bisa melihat seorang siswi sedang asyik mengerjakan sesuatu di kelas kosong yang terletak persis di seberang laboratorium kimia. Siswi itu tampak sedang memahat sesuatu di atas meja sambil bersenandung keci!. Aku jadi ingin tahu apa yang sedang dilakukannya. Mungkinkah ia sedang dihukum, sarna sepertiku? Siswi iru mendongak dan ia melihat diriku yang sedang menatapnya. Buru-buru aku menyibukkan diri kembali dengan soal-soal rumit itu, meski kepalaku kini berul-betul pening melihat angka-angka yang berderet dan tak sanggup kupahami. Tak dinyana, siswi iru beranjak keluar kelas dan menghampiriku sambiI tersenyum. "SoaI-soai itu sulit banget, yat' Aku mendongak dan memandangnya dengan heran. "Aku bisa membantumu kalau kamu mau. Aku paling ahli mengerjakan soal-soal model begini." "Bukannya kamu sedang dihukum juga?" "Dihukumt' Siswi itu memandangku bingung. "Kalau kamu tidak sedang dihukum, Iantas mengapa kamu berada di dalam kelas kosong itu sendirian, 101
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
109
pymupdf
Topeng Nengsih padaha1 jam seko1ah sudah berakhir? Ku1ihat kamu sedang mengerjakan sesuatu tadi". "Oh, itu... ," sis wi itu agak malu-malu. "Aku cuma sedang menyelesaikan topeng buatanku." "Oh... untuk tugas kesenian, ya?" "Bukan," kata siswi itu menggeleng. "Aku memang suka membuat topeng. ltu salah satu hobiku. Hasilnya memang tak begitu bagus, sih, tapi... ehm, kamu bo1eh melihatnya kalau mau..." Siswi itu membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah topeng kayu tip is yang telah dipahat sedernikian rupa. Topeng itu meniru wajah seorang wajah laki-laki yang penuh kerut dengan mata hitam bulat dan hidung 1urus, serta sebuah senyum penuh wibawa. Aku merasa tak aSing saat menyentuh setiap guratannya. "Topeng ini mirip wajah ayahku," batinku terperangah. "Girmma menurutrnu?" tanya siswi itu memancing. ''In.i...bagus sekali," kataku tercekat. "Mirip dengan wajah manusia sungguhan. Aku suka." "Wah, terima kasih," siswi itu tampak berbinar. "Baru kali ini ada orang yang memuji karyaku." Aku menyentuh topeng itu dengan lembut dan tiba-tiba aku merasa seperti sedang memandang ayah yang sedang tersenyum. Hatiku dipenuhi rasa haru. Bagaimana mungkin topeng ini bisa rnirip ayah? Bentuk hidungnya sangat bagus dan setiap guratannya rnirip kerut di wajah ayah yang masih bisa kuingat. Ah, aku seperti menemukan kembali wajah ayahku yang dulu, seolah pangeran yang 102
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
110
pymupdf
Antologi Cerpen dikutuk telah menjelma tampan kembali. Siswi itu mengulurkan tangannya dan mengambil topeng itu dengan wajah riang. Aku merasa agak kecewa ketika topeng itu direnggut lepas dariku. "Eh... namamu siapa? Murid kelas mana?" tanyaku ingin tahu. "Namaku Nengsih. Aku murid kelas VIII D," jawabnya sumringah. "Siapa namamu?" "Dandi, kelas VIII A," sahutku. "Oh ya, penawaranku tadi masih berlaku Iho. Mau kubantu mengerjakan soa1-soa1 itu?" "Wah, b01eh, kebetulan soa1 ini sulit sekali. Tapi ka1au ketahuan..." "Udrz/1, nggak apa-apa. Guru itu tak akan datang ke sini dan tak akan tahu. Percayalah padaku." Aku tertawa. Sementara Nengsih mu1ai menulis rumus jawabannya, aku terus melirik topeng yang tergeletak di samping tangannya. Ada segelintir hasrat untuk memiliki topeng yang mirip dengan wajah ayah itu dan kubayangkan akan sangat menyenangkan bila topeng itu kupajang di kamar, di antara foto-foto ayah yang lain. Wajah ayah yang tersenyumakan benar-benarhadir kembali dalam kamarku, seperti dahu1u. Namun, bagaimana caranya untuk mendapatkannya? Tentu Nengsih tak akan memberikan karya kebanggaannya begitu saja. *** Keesokannya, saat istirahat sekolah aku tak sengaja menemukan Nengsih di kelasnya seperti tengah asyik memperhcllus pahatan pada topengnya yang mirip wajah ayah itu. Aku mengamatinya dari kejauhan dan beberapa 103
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
111
pymupdf
Topeng Nengsih saat kemudian tiba-tiba ia keluar kelas meninggalkan pekerjaannya begitu saja di atas meja. Perla han, aku mengendap masuk ke kelas dan mengambil topeng itu. Aku terpana. Topeng itu terlihat lebih halus dan senyurrmya seperti hidup. Aku membalas senyuman itu dengan bibir agak bergetar. " Ayah" "Kau menyukainya, ya7" Aku tersentak dan menoleh. Jantungku melorot cepat ketika kulihat Nengsih sedang bersandar di pintu. Tanganku seketika membeku dan aku tak mampu bergerak bahkan hanya sekedar untuk berkedip saja. Kali ini aku benar-benar pencuri yang tertangkap basah dan dalam kepanikan, kata-kata seperti 'maaf' dan 'tak bermaksud' mulai berputar liar dalam tenggorokanku yang bergetar. Nengsih menghela napas panjang. Wajahnya menunduk dan kulihat alisnya saling bertaut saat ia menghampiriku dengan ketukan sepatu yang berirama. Aku rnerasa tegang tak karuan dan dengan gugup aku mencoba menggerakkan bibirku. "Sudahlah, aku tahu kamu sangat menyukai topeng itu. Dan kamu juga sangat menginginkannya, bukan?" Aku tak sanggup bicara. Tiba-tiba Nengsih tersenyum. Matanya melembut dan dengan tawa renyah ia berkata, "Kalau kau memang menyukainya, tidak apa-apa. Topeng itu boleh buatmu. Aku senang kalau karyaku bisa berharga bagi orang lain." Aku merasa darah kembali mengaliri wajahku. Aku menunduk dan mendekap topeng itu erat-erat dengan jariku yang menghangat lantas dengan bisikan lemah aku 104
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
112
pymupdf
Antologi Cerpen berkata, "terima kasih". *** Topeng buatan Nengsih kini terpajang rapi di sepetak LiinLiing kamarku yang selalu membisu. Aku selalu tersenyum memandangi rupa topeng kayu itu dan aku merasa mimpi buruk atas kenangan pahit itu tak lagi mengganggu diriku. Aku merasa sangat bahagia seperti seorang bocah yang terbangun di tengah cahaya dan warna yang meniru rona pelangi di angkasa raya. Meski begitu, masih ada sesuatu yang mengganjal dan mengusik pikiranku. Mengapa Nengsih bisa membuat topeng yang begitu mirip dengan wajah ayahku? Mungkinkah ini cuma kebetulan belaka? Dan pada suatu hari ketika aku datang ke kelasnya sambil membawa sepotong cokelat untuk kubagi bersama, ia tak ada di sana. Ketika kutanyakan pada Andrea, ketua kelas VIII D, ia memandangku dengan tatapan aneh dan berkata, "Tidak ada murid yang bernama Nengsih di kelas ini." 105
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
113
pymupdf
Topeng Nengsih 106
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
114
pymupdf
A PAK£T L£N6 KAP p~p~~ Aku menginginkannya. Badannya tegap dengan kulit agak kecokelatan, usianya sepuluh tahun di atasku. Dewasa, matang, mapan, dan belum punya pacar. Paket sempurna yang dikenalkan Kak Pram padaku. Mereka masih terlibat obrolan semasa kuliah saat . aku permisi meminjam kamar kecil. Leluasa aku menelusup dalam kamar kostnya yang cukup luas. Bersih dan wangi, nilai tambah lagi untuk makin menyukainya. Beberapa hari setelah malam itu, seperti rencana Kak Pram, aku dan dia makin akrab. Rentang usia kami teriampaui, dia memenuhi semua harapanku tentang hubungan yang serius. Pada awalnya, hubungan kami saling mendukung. Kerap kali dia menernani dan menunggui saat aku harus cunp-cunp sebagai Me atau memberikan pertimbangan saat aku membuat artike1 untuk majalah mingguan, tempatku bekerja sebagai kontribu tor. Pun denganku, seringkali kusambangi kantornya demi menemaninya makansiangatau membanhmya berm~gosiasi dengan calon pembeli di showroom miliknya. Aku terbiasa dengan sikapnya yang over posesif. J Padanya aku mesti mengubah kebiasaan ceplas-ceplrJsku. Tidak ada celetukan asal juga berbicara denV'aD nada J tinggi. 107
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
115
pymupdf
Topeng Nengsih "Bli gus ingin kamu jadi perempuan Bali yang sanrun dan lembut, itu kodrat perempuan," belanya jika aku mulai protes dengan aturan-aturan yang untuk remaja seusiaku terasa berlebihan. Aku menginginkarmya, tapisulitsekalimeyakinkan. Aku juga mencintainya. Namun, aku mencintai kebebasan dan kemerdekaan melakukan apa saja jika itu positif, bersamanya aku tidak bisa mendapatkan itu. Aku seolah menjadi pribadi yang lain, asing. "Ya, Kak Pram juga merasakan kamu agak berbeda sebulan terakhir ini," kata Kak Pram saat aku curhat di kantornya suatu siang. Aku memberi tatapan memelas, yang aku butuhkan bukan cuma pembenaran, tapi apa · yang harus kulakukan dengan hubungan ini. "Tapi Dini harus realistis, kalau kamu pacaran dan jadi kawin sarna dia, kamu aman lahir batin. Dengan pekerjaarmya yang mapan, kalau nanti kamu mau jadi ibu rumah tangga total pun tidak ada masalah. Kamu bisa tetap hidup senang tapi keluargamu nggak kesulitan keuangan. Masa depan yang sempurna kan? Kak Pram memilihkan dia, karena nggak mau hidupmu kesusahan," Kak Pram membetulkan posisi duduknya, masih tanpa mengalihkan pandangan padaku. "Tapi aku tidak pernah bercita-cita menikah muda, tidak sekarang. Umurku 20 tahun, Kak. Aku mau mengejar semua mimpi-mimpiku, rnelakukan hal-hal yang nanti setelah menikah tidak akan bisa aku lakukan lagi. Aku tidak pernah berpikir menikah dengan dia, belum saat ini," tegasku emosional. "Perempuan kodratnya menikah, dik. Aku dan 108
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
116
pymupdf
Antologi Cerpen istriku kawin saat kami sarna-sarna masih kuliah. Waktu itu umur kami masih 21 tahun ..." "Tapi gara-gara hamil. .. " potongku sengit. Dan aku berlalu cepat meninggalkan kantor Kak Pram. Aku harus bicara pada Bli Gus, tentang ketidaknyamanan ini. Kami kan sekarang pacaran, jadi mestinya harus saling membuat nyaman. Toh, Bli Gus kerap memintaku terbuka, jika ada yang tidak sesuai dengan pikiranku. Malam itu di kostnya, "Bli Gus tidak pernah berusaha mengubah Dini, Bli Gus suka kamu yang seperti ini kok, hanya Bli Gus ingin kamu lebih dewasa jadi saat nanti mengenalkan kamu pada ternan-ternan dan keluarga besar, mereka nggak punya alasan untuk menjatuhkan kamu. Bli Gus serius sarna kamu, urnur Bli Gus sudah 30 tahun, bukan waktunya main-main lagi," jelasnya sembari sesekali membelai rambutku. "BIz Gus, maaf. Saya belum memikirkan hubungan yang seserius itu, apalagi bertemu dengan keluarga besar Bli Gus . Say a belum siap, tidak secepat ini," aku menunduk dalam-dalam agar bisa beralih dari pandangan matanya. "Kita bicarakan masalah ini lain waktu, Bli Gus mandi dulu. Mau ikut?" ajaknya nakaI, sambil mengerling genit. Aku lempar handuk padanya. Dia memelukku dari belakang. Tercium aroma parfum laki-laki yang dia beIi bersamaku minggu lalu. 8adannya masih tanpa baju, hanya berbalut handuk yang tadi kulempar padanya. Aku merasa hangat. Kehangatan yang selalu aku cari tiap kaIi pacaran. Seperti ini, dengarmya, membuatku merasa lengkap. Aku tidak butuh apa-apa lagi, 109
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
117
pymupdf
Topeng Nengsih hanya dia. Ketika aku sadar, kami sudah berada di atas tempat tidur. Tanpa sehelai baju, aku dan dia telanjang. Batinku tak ingin melanjutkan, mengingatkan komitmenku untuk tetap menjaga kesucian sampai menikah nanti. Aku mau tetap perawan dan melakukan hubungan intim hanya dengan suamiku kelak. Tiba-tiba dia menarik bedcover, menutupkan padaku. "Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat. Lain kali, Dini harus berani menolak kalau Dini tidak setuju pada apa yang dilakukan orang padamu. Diam dalam pikiran sendiri, tidak akan bisa menjagamu," dia mengecup pelan keningku. Memelukku sesaat. Lalu beranjak pergi. Aku dan Bli Gus ... Kami terpaut usia 10 tahun. Dia berkasta tertinggi di Bali, sedangkan aku perempuan Bali biasa. Aku besar dalam lingkungan Bali modern, aku tidak pernah paham cara berbahasa Bali yang benar, hanya pandai mejejaitan berkat ajaran Odah. Sehari-hari aku dan orang tuaku, juga keluarga besarku, kami menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Bukan tidak menghargai budaya, hanya bagi kami, kecintaan pada le1uhur bisa diwujudkan dengan banyak cara. Sementara Bli Gus, besar di bawah lingkungan kasta yang sarat dengan feodalisme dan cenderung konservatll. Ajiknya wafat ketika dia SMP. Dia anak tertua, dengan tiga adik. Adik terkecilnya, berusia tiga tahun di atasku. Dia pernahceri ta, jika nantimenikah, dia sepenuhnya akan menetap di kampung. Sesekali di Denpasar hanya untuk mengawasi usaha-usahanya. 110
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
118
pymupdf
Antoiogi Cerpen Aku tidak yakin bisa berdampingan dengan harapannya. Aku takut membayangkan hidup jauh dari pusat keramaian Denpasar, bahkan aku sempat berniat hijrah menuju Yogyakarta atau Jakarta. Melanjutkan kuliah, bekerja dan mungkin menetap di sana. Aku bukan ingin jadi perempuan hedonisme atau gila-gilaan mengejar karier. Aku juga belum sempat berimajinasi tentang kehidupan jauh dari segala akses, hanya total mengerjakan urusan rumah tangga. Ruangku hanya kamar tidur, dapur, kamar mandi, dansekolah anak­ anakku. Tiap saat tertekan dikurung tradisi. II Bli gus pernah memikirkan itu, sarna persis dengan ketakutan kamu. Bli Gus juga tidak yakin apakah masih bisa menemukan perempuan yang rela mengorbankan kenyamanan demi membangun kehidupan baru yang jauh dari apa yang dijalaninya. Tapi please, kita coba jalani dulu. Bli Gus merasa lengkap dengan kamu, kita banyak berbeda. Namun, spiritmu membuat Bli Gus optimis menjalani hidup." Akan tetapi, itu percakapan terakhir kami. Dia menghilang tanpa didahului perpisahan. Teleponku tak dijawabnya, SMS yang kukirim pun tak dibalasnya. Dia seolah hujan, datang lalu reda dan menghilang entah kapan kembali. Aku kelelahan mencarinya. Sekretarisnya tidak bosan bertanya keberadaan bosnya, serupa denganku, di merengut kebingungan menangani urusan kantor. Aku putus asa. Sampai siang itu, pada sebuah rumah sakit. Aku keluar dari poliklinik THT, sehabis memeriksa suaraku III
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
119
pymupdf
Topeng Nengsih yang hilang beberapa hari belakangan gara-gara jadwal I1gemslku yang hampir hap hari. Aku nyaris melupakan "Ienyapnya" Bli Gus, mencoba pasrah saja. Namun, mataku menangkap sosok yang kukenal, berjalan berlawan denganku, keluar dari poliklinik kandungan. Bli Gus denganseorangperempuan paruh baya. Bli Gus berhasil menemukanku yang berusaha sembunyi di antara kerumunan. Oia bisu, melewahku tanpa sedikit pun menoleh atau menyapa, seolah tidak pernah saling mengenal. Padahal, dia masih pacarku. Berhadapan dengan situasi itu, aku rnasih bisa berjalan tenang. Masuk ke poliklinik kandungan, mencari seorang dokter yang kukenal. "Mereka konsultasi genetik, mereka berencana menikah. Perempuannya juga konsultasi kesuburan karena usianya yang sudah tigapuluh tahun. Kamu kenaI mereka?" tanya dokter tampan yang kerap jadi narasumberku selama In!. . "Laki-Iakinya pacar saya, Ook" Tanpa memper­ silakan dokter itu bertanya lebih jauh, aku pennisi pulang. Dan aku tetap berjalan tenang, melewati koridor dan aroma rumah sakit. Aku tidak suka aroma ini. Da aku semakin bend rumah sakit kini. Tapi yang kupikirkan kini bagaimana mengembalikan suaraku dan menyelesaikan kontTak kerja ngemcku dengan sebaik-baiknya. Bli Gus sudah terlalu lama pergi kalau dia masih mau kembali biar dia yang mencariku. Malamnya yang kunantikan datang. Lelaki yang kurindukan "pulang", tapi raut gelisah sarat di wajahnya. Berkali-kali dia mengubah posisi duduknya. j 12
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
120
pymupdf
Antologi Cerpen /lKapan Bli Gus kawin? Ada sisa undangan buat saya?" Wajahnya menegang, menangis. Entahlah, tapi aku bergeming mendapati panorama itu. Hampa saja kurasakan. "Dia masih saudara Bli Gus, kami sarna-sarna dijodohkan. Maaf./I Pembelaan yang tepat, dengankambing hitam keluarganya, Bli Gus membuatku malas berdebat. "Apa nggak bisa Bli Gus bicara sejak awal sarna saya, kenapa saya harus tahu dengan cara semacam tempo hari. BI/ Gus bisa bayangkan nggnk, bagaimana campur aduknya perasaan saya? Akhirnya bisa lihat Bli Gus Iagi, tapi ada perempuan lain, dan dia calon istrimu, padahal Bli Gus masih pacarku. Bli Gus pengecut!" jeritku tertahan, aku muak sekaligus putus asa. Kami sarna-sarna menangis, tapi sedikit pun tak ada ibaku padanya. Aku marah. Cinta BII Gus benar-benar paket Iengkap. Sayang, .cinta, dan marah menjadi satu paket. Aku ingin merebutnya kembali, bagaimanapun aku berhak, dia pacarku. Pertengahan bulan Juni, hujan. Pekerjaanku selesai dengan sempurna. Tamu-tamu undangan kubiarkan menahan napas menanti kejutan bagian demi bagian acara yang aku susun. Celotehanku pun berjalan riang di atas panggung. Meskipun malam itu, aku sebagai pembawa acara dan sekaligus pembuat konsep resepsi pernikahan mantan pacarku. Aku tidak berminat mencari tahu, alasan Bli Gus memilihku. Entah, dia ingin memamerkan kebahagiaannya atau ingin membuatku semakin benci, sekaligus terluka. 113
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
121
pymupdf
Topeng Nengsih "Jangan nangis, Dik. Kamu yang menolak menikah dengan dia, harusnya kamu siap dengan apa yang terjadi hari ini. Dia tidak mungkin menunggu sampai kamu siap, usia kita terus bertambah." Kak Pram yang kurninta menemani malam itu hanya pasrah melihatku sesegukkan di mobil sepanjang perjalanan pulang. Entahlah, seberapa sakit kehilangan ini, apakah lebih sakit atau sarna sakitnya dengan luka-luka akibatcinta yang pernah aku alarni sebelumnya. Aku berharap Bli Gus menunggu sampai aku siap, tapi sekarang kesempurnaan masa depan yang pernah aku impikan beralih pada perempuan lain. Sesak rasanya mengingat, aku pemah tanpa sehelai benang pun di hadapannya. Nyaris kehilangan keutuhan keperempuanan yang mati-matian aku jaga dan kini laki­ Iaki itu tidak akan pernah jadi suarniku. Sepanjang pe~alanan pulang aku tak bisa menahan tangis, tumpah semua yang kutahan. Apa masih ada cinta paket Iengkap setelah ini? 114
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
122
pymupdf
lAKAKAKKU ~E.P~H"'~ Teeettt-teeeeettt-teeeeetttt!!!! ! "Waktu sudah habis! Letakkan pulpen kalian, kumpulkan tesnya sekarangjuga!!" kata Bu Rika tajam. Dia guru yang paling ditakuti murid satu sekolah, merangkap dengan pelajarannya yang bernama II Matematika" . Bu Rika, sekilas lalu, tampak sangat cantik, anggun, dan lembut. Sebelum tahu kalau dia mengajarkan pelajaran "maut", banyak murid cowok yang terkagum-kagum pada guru yang satu ini. Namun, ternyata, oh, ternyata, semuanya langsung berbalik seratus delapan puluh derajat tatkala mereka sudah di dalam satu ruangan dan membahas sesuatu yang, katanya sendiri, agung dalam ilmu pengetahuan, yaitu matematika, sekali lagi, matematika. Kriet. .. , salah seorang murid berdiri dari bangkunya persis setelah perintah dari Bu Rika. Seorang cewek. Dia berjalan dengan sangat mantap menuju meja guru, lalu mt'nyerahkan kertasnya paJa Bu Rika yang tersenyum. II Bagus. Kamu boleh pulang," kata Bu Rika, jelas kagum pada cewek ini. Si cewek hanya tersenyum keci!, kembali ke tempat duduknya seraya membereskan barang-barang di atas mejanya dan menunggu teman-temannya, satu persatu, 115
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
123
pymupdf
Topeng Nengsih mengumpulkan tes mereka dengan wajah tidak rela dan kesal. "Ya ampun, bel, tadi itu soal-soalnya susah amat ya.?" "Yah ... gitu deh," jawab Bella, gadis yang tadi paling pertama mengumpulkan tes, mengiyakan saja keluhan temannya, Anita. "Ah, bohong, kamu kan pintar" sanggah Anita. "Kamu kan memang pintar brmget matematika, nggak heran deh, kalau ntarnilaimu seratus, tems Bu Rika makin sayang dengan kamu." "Lho, kan tadi aku euma nyautin omonganrnu," ueapan Bella di putus oleh omelan panjang Anita. "Halah, aku tahu kok kamu enmng pintar. Sudah pintar, eantik, tinggi lagi, nggak kayak aku, eebol. Keluargamu kaya lagi. Papamu dokter, mamarnu dosen yang super jenius, kakakmu juga jenius, ketua OSIS pula, dan well." Anita kelabakan karena dia ngomong sendiri, bam sadar kalau Bella sudah berjalan jauh di depannya, bahkan hampir meneapai motornya. "Wei, Bel, tungguin aku dong!" "Sari, An, aku pulang duluan," kata Bella, rnelajukan motornya meninggalkan Anita yang bengong bego. Rasain, pikir Bella jengkel. Tiap hari bisanya ngeluh melulu, kirnil1 aku senang dipuji-puji begitu. 5emua selalu melihat keluarga Bella sebagai keluarga yang sempurna. Ayahnya, seorang dokter yang terkenal, ibunya dasen matematika di universitas negeri, kakaknya eakep, jenius, dan ketua OSIS di sekalahnya. Sarna dengan dirinya, yang disebut-sebut sebagai eewek Iuar bias a, rnemiliki 11 6
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
124
pymupdf
Antologi Cerpen setiap unsur 3B, kombinasi maut yang mampu membuat cowok mana pun terpana sekaligus rendah diri. Belum lagi karena kekayaan keluarganya dan lain sebagainya, sebagainya, sebagainya, bahkan kadang-kadang dilebih­ lebihkan orang. Padahal, keluarganya tidaklah sesempurna yang dibayangkan. Bella juga tidak suka karena kadang­ kadang beberapa anak bigos sekolah selalu menyebarkan gosip bahwa nilai-nilai matematika dan pelajaran lainnya selalu bagus karena ibunya punya koneksi dengan kepala sekolah. Enak saja, semua itu usahanya agar dia diakui. Dia tidak mau dibanding-bandingkan dengan kakaknya, Renaldo, yang selalu dipuji-puji siapa pun. Dulu, dia selalu dikenal orang karena dia adik Renaldo, tapi dia sudah tidak mau lagi dikenal karena dia hanyalah adik. Dia harus dikenal karena dirinya sendiri, usahanya sendiri. Satu hal lagi yang membuatnya merasa keluarganya tidak sempurna adalah... "Hei, Bel, udall pulang ya?" kakaknya menyapa begitu dia masuk ke dalam rumah. Naldo sedang duduk di sofa ruang keluarga bersama seseorang. "Haaao..." Bella menatap rniris gadis yang duduk di samping Naldo. Dia sangat cantik. Bahkan melebihi Bella. Pacar Naldokah? Bukan. Cadis itu bernama Natalia. Dia menderita autisme sejak kecil yang membuatnya mengalarni perkembangan yang lambat dan merniliki kelainan. Dia baru kelas 5 SD walaupun usianya sarna dengan Bella. Pasien ayahnyakah? Bukan. 117
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
125
pymupdf
Topeng Nengsih Gadis itu kakak kembamya. "Hai," kata Bella tak acuh, bergegas rnelepaskan sepatunya,ingin cepat-cepatmasuk kamar. Naldo menghela napas, sudah biasa melihat pemandangan ini. Dia tahu Bella tidak akan mempedulikan Natalia dan seperti bias a, tidak akan mau menemani Natalia berlatih berbicara. "Bella!" panggil Naldo sebelum adik bungsunya kabur ke kamamya atau mungkin sesungguhnya lari dan tidak ingin mengakui kenyataan di depan matanya. "Bella, tunggu!" Adiknya berhenti, menoleh dengan sangat enggan. "Apar' "Eeehhaaa... " Natalia berteriak ganjil dengan mata begitu sedih menatap adiknya. "Eeha...hhhemenginn aaku nghaattiiaan nngoo­ mong" "Baglls," Naldo mengelliS kepala Natalia dengan sayang. "Ucaparunu rnakin bisa dirnengerti, Nat! Kamu pintar!" Bella, anehnya, menatap dengan tatapan penuh iri begitu melihat Naldo mengelus kepala Natalia. Kemudian, dengan senyllm mengejek dia berkata, "Apanya yang pintar! Kak, jangan bercanda deh l Omongan nggak jelas begitu dibilang pintar! Burung beD aja masih lebih pintar ngomong daripada dia!" Seketika wajah Natalia berubah murung. Meskipun mentalnya agak terbelakang, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya yang walaupun agak lambat, dia bisa mengerti dan membedakan perlakuan yang diberikan orang padanya. 118
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
126
pymupdf
Antologi Cerpen "Bella, sudah berapa kali sill kakak bilang sarna kamu)" tegur Naldo tegas. "Oia ini kakak kembarmu! 5audaramu l Mestinya kamu yang lebih ngerti dia daripada kakak, kalian kan anak kembar! Mestinya kamu bantuin dia, ngasih dia support, kenapa sih kamu tega ngomong begitu? Emangnya dia pemah salah sarna kamu?" Naldo tidak sampai membentak meskipun sesungguhnya dia sudahkehilangan kesabaran menghadapi sikap egois Bella. "Ya, dia salah besar," jawab Bella tenang, matanya berkaca-kaca. "Salahnya terlalu besar." Ketiganya rnembisu. Saling pandang. Merurnbulkan kesunyian yang pahit, menyebar perlahan dan pasti. Lalu, tanpa berkata-kata lagi, Bella pergl merunggalkan Naldo dan Natalia. Menangis. Sejak kecil Bella merasa orang tua dan kakaknya tidak pernah begitu memperhatikannya. BetuI, mereka hidup ddlam satu keluarga. Betul, mereka hidup serumah. BetuI, segal a keperluannya terpenuhi. Namun, dia kekurangan perhatian dan kasih sayang. Segalanya mereka curahkan untuk Natalia. Waktu, uang, pengobatan, perhatian, dan kasih sayang. Bella tahu itu untuk kepentingan Natalia, untuk kebaikannya agar kakaknya itu mampu melanjutkan hidup. Akan tetapi, Bella kesal akan sikap orang tuanya yang tak pernah mau mengakui bahwa mereka rnemiliki seorang putri lagi selain dirinya. Sedari kecil Bella selalu diajarkan agar tidak mengatakan bahwa dia memiliki kakak yang cacat. 119
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
127
pymupdf
Topeng Nengsih Bella iri sekaligus kesal pada orang tua dan kakaknya. Di satu sisi dia senang melihat Natalia dikasihi, di sisi lain, dia kesal melihat sikap orang tuanya yang terlalu gengsi. Namun, dia juga kesal karena Natalia merebut semua perhatian orang tua dan Naldo darinya. Apa pun yang Bella lakukan, prestasi segemilang apa pun yang diraihnya, hanya berarti secuil di mata orang tuanya. Keluarga sempurnakah mereka? "Apa-apaan sih inniiiii?" tangan Bella sampai gemetar saking jengkelnya gara-gara membaca memo yang ditinggalkan orang tuanya dan Naldo. Pulang dari les malam, dia dikejutkan oleh memo imut yang terpampang di depan kulkas. lsi memonya adalah dia harus menjaga rumah dari malam ini sampai besok, hanya berdua bersama Natalia.Je las-jelas ini bencana buat Bella .1m berarti d ia harus menjaga Natalia semalaman. Uugghh, baru dibayangkan saja sudah bikin pusing! "Mereka emang tega ninggalin aku sendiri! Enak-enakkan kondangan sampai nginep segala di Ubud. Sementara aku di sim, nelangsa! Aarrggghhhhh! Natalia memandangnya bingung dari sofa ruang keluarga. Dia duduk di situ, tempat favoritnya di rumah, seraya menonton kartun di televisi. "Hadda happa, Ehha?" tanyanya pelan-pelan, mengernyit dalam ketika berusaha mengucapkan kata-kata barusan. Bella tidak mengacuhkannya, dengan cuek berjalan melewatinya, agak terburu-buru pergi ke kamarnya. Seusai ganti baju, dia kembali ke bawah untuk makan malam. Dia melihat Natalia sedang tertawa-tawa senang karena kartun yang ditontonnya. Tawanya begitu polos seperti anak kecil [20
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
128
pymupdf
Antologi Cerpen yang tak bersalah, yang hanya tahu senang dan duka. Tapi begitu melihat Bella turun, Natalia manghentikan tawanya lalu berjalan dengan susah payah mendatanginya. "Kkkhita mmakkarm yyuuk." Sekejap, ingin rasanya Bella mengangguk menjawab pertanyaan kakaknya seraya merangkulnya, namun semua keinginarmya itu lenyap ketika Bella teringat lagi dengan orang tuanya dan Naldo. Dia merebut segalanya darimu. Bella pun tidak menyahuti ajakan Natalia, berjalan [urus ke meja makan, membiarkan Natalia bengong sendirian. Hubungan persaudaraan itu terlihat kaku. Natalia mengekori Bella ke meja makan. Duduk berhadapan tanpa berbicara apa-apa. Suasana meja makan begitu dingin, senyap bagai kuburan. Bella ingin sekali berbicara tapi dia gengsi. Natalia juga ingin berbincang dengan adiknya tapi .takut. Alhasil, sampai selesai mencuci piring pun, mereka masih diam. "Masih nonton gak?" tanya Bella datar. "Nggaakk," geleng Natalia agak ketakutan. "Ya udah," Bella menyambar remot yang tergeletak di atas sofa, memindahkan saluran TV ke acara favoritnya. Bella duduk di ujung sofa, sementara Natalia duduk di ujung lain. Sama-sama diam. Konsentrasi Bella tercurah ke TV di hadaparmya, tidak mempedulikan Natalia sama sekali. Byiet. Sedang seru-serunya menonton, listrik tiba­ tiba paJam. Bella yang memiliki kejadian traumatis akan kegelapan, langsung mengejang begitu sekelilingnya 121
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
129
pymupdf
Topeng Nengsih mendadak gelap. Keringat dingin langsung mengucur melalui pelipisnya. Bella gemetar. Dia teringat lagi sewaktu dia terjebak di gudang gelap semalaman. Byiet. Listrik menyala kembali. Namun, itu tidak bisa memulihkan sIwek Bella dengan cepat. Jantungnya masih berdegup kencang dan keringat dinginnya belum juga berhenti mengalir. Ada tisu yang membersihkan keringatnya. Bella menoleh ke samping dan melihat Natalia. Mata cokeIatnya bersinar begitu tulus mengamati Bella yang pucat pasi. Pelan-pelan dan hati-hati, Natalia menarik Bella dalam pelukannya. "Hangarum thaakhhuut. .. " ujarnya menenang-kan, "Hamu ghaak sendirian." Tak disangkanya, Bella membalas pelukannya seraya menangis keras-keras. Segala beban dan kepenatan ia tumpahkan. Segala rasa benci dan iri hati musnah. Bella merasa betul-betul tolol. Dia selalu membenci keluarga dan kakaknya dan menganggap Natalialah penyebab ketidaksempurnaan keluarganya. Justru, dialah yang sebenarnya menjadi penyebab ketidaksempurnaan itu. Segaia keegoisannya telah menutup matanya dari kenyataan. Dia tidak mau mengakui kalau saja Renaldo tidak memberi saran pada orang tuanya, orang tuanya mulai membuka diri. Mereka tidak lagi menyembunyikan Natalia. Dirinya saja yang kelewat egois. "Maafkan aku, Kak" bisiknya menyesal. "Maafkan aku," 122
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
130
pymupdf
Antologi Cerpen Sejak peristiwa itu, sikap Bella pada Natalia berubah total. Dialah kini yang paling semangat membantu Natalia belajar bicara, Dia selalu siap menemani Natalia ke mana pun, Dia tidak pernah merasa malu lagi akan cacat yang diderita kakaknya. Bella kini sadar, kakaknya tidak pernah merebut miliknya. Natalialah yang menyempumakan keluarganya. Sungguh bersyukur Bella bisa memiliki kakak seperti Natalia. Saat ini dan seterusnya, Bella mau mengundang teman-temannya bermain ke rumahnya. Dulu dia tak pernah mau, malu kalau teman-temannya bertanya siapa gadis cacat yang dilatih berbicara oleh Naldo. Namlill sekarang, jika salah seorang temannya bertanya, siapakah gadis yang memiliki kesulitan untuk berbicara dan dilatih oleh Naldo dengan kesabaran dan pengertian yang begitu tinggi, dengan bangga Bella menjawab, "Dia kakakku." 123
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
131
pymupdf
Topeng Nengsih 124
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
132
pymupdf
PULANG r ~ ~ Menulis di daun ketapang, ia merasa menemukan cara untuk berbicara atau setidaknya mengungkapkan perasaan terdalamnya. 1a selalu menuliskan kerinduannya di sana, seolah sudah pasti bahwa kakeknya akan membaca semua surat yang ia buat itu. Daun-daun itu ia simpan dalam kotak kecil mainan mungilnya dan duduk di atas batu, tempat ia biasa rnenahan rasa gundah murungnya. Apabila kotak yang kini berlubang di segala sisinya itu telah terisi penuh dengan daun ketapang, tanpa keraguan ia akan melemparkan isinya ke riak air. Lalu dalam angan ·dan inginnya, ia seakan menyaksikan tangan-tangan menggapai menjulur meraih dedaunan itu. Padasaatitulahiaselalumerasaharusmemperhatikan tangan-tangan lemah yang mengambil surat ketapang itu, mencoba menerka yang manakah tangan si kakek. Ada tangan yang keriput, hanya tu1ang yang berba1ut kulit seperti tangan kakek yang renta ketika mengambilkannya sepiring nasi jika ia pu1ang bertandang. Ada juga tangan kekar persis seperti bekas tangan si kakek pada alat bajak dan kampak yang melapuk di batas kenangan masa kecilnya. Dan se1alu di ujung angan-angannya itu, begitu nyata mencekam matanya, bayangan tangan kakeknya yang menggapai-gapai, sebelum akhirnya 1unglai dan 125
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
133
pymupdf
Topeng Nengsih lenyap dalam pusaran arus yang berputar menderas itu. 1a selalu terbayang kejadian memilukan itu. Senja yang gamang, dengan bayangan batang ilalang yang ditelanjangi oleh cahaya matahari yang memerah. Ya, ia tak dapat berbuat apa pun ketika si kakek yang tua dengan memakai kain serba putih perlahan menyongsong arus seotah tengah menyambut kelahirannya kembali. 1a hanya memandang dari kejauhan, dari tepi sungai, ketika sedikit demi sedikit kain putih si kakek lenyap dan menyatu dalam riak gelombang, meninggalkan guguran daun ketapang di atas tanah yang basah oleh air mata cucunya. Ada yang aneh dengan daun itu, setiap kakek bergoyang karena gelombang, sehelai daun melenggang jatuh. Baru saat semua tubuh si kakek tenggelam, ia berbisik lirih 11 aku ingin bicara denganmu, kakek." Sehelai daun ketapang jatuh menyempurnakan tetes tangisnya. Sejak kakek tenggelam di sungai, ia merasa kota kecil itu penuh kain hitam, melilit gedung dan pohon­ pohon, muram persis seperti kisah-kisah yang ditulisnya di helai daun ketapangnya. Semula ia mencoba merapikan perasaannya, berulang mencoba membagikan rasa pilunya pada sahabat-sahabat, keluarga bahkan pada kekasihnya. Sarna seperti orang kebanyakan, ia pun ingin menemukan reaIitas kehidupannya kembali tapi apa mau dikata, tak ada seorang pun yang kuasa menghiburnya. Hingga suatu hari, akhimya ia memutuskan untuk bungkam, membisu, dan dengan itu, pikirnya, mungkin ia akan menemukan ketentraman. Baginya kebisuan ini sudah sangat sempurna, dunia sudah terlalu letih dan tua dipenuhi kata-kata pemanis yang sia-sia. Tak ada alasan lagi untuk bicara. Di 126
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
134
pymupdf
Antologi Cerpen tulisnya di daun ketapang, bahwa setetes kata lagi pastillah akan tak tertahankan oleh dunia yang renta ini. Ya, setetes lagi pastillah tak tertahankan. Kalau ibu dan kakak-kakaknya bertanya, kenapa ia membisu. la akan menulis jawabannya di atas kertas dan selalu dengan kalimat yang hampir sarna, "selain keheningan, aku tak ingin apa pun." Oengan cara seperti itu, ia merasa teIah menghukum dunia yang telah merenggut kakeknya secara tiba-tiba itu. Pemah ia menulis, ia ingin membuat gerimis jadi tangis, tapi cuma daIam pikirannya dan tak mau itu sampai terbawa keluar serta diketahui semua orang. Biarlahsemuanya ia simpansendiri.Termasuk tentang rahasia daun-daun daIam kotak kecilnya. Oi Iuar kebiasaannya, suatu petang bergerimis, ia kern bali ke rumah. Ibu dan kakaknya, tentu saja heran. Memang, selama ini ia seIaIu pulang tengah malam bahkan tak jarang dini hari. Tidak seperti biasanya pula, tiba­ tiba saja ia berkata, "Ibu, aku ingin minum teh hijau itu." Tentu saja suaranya membuat keluarganya takjub, bahkan cangkir di tangan ibunya nyaris jatuh. Sudah terbiasa dengan kebisuan selama iru, mereka kini sarna sekali tidak siap dengan kenyataan lain yang mengejutkan itu. Kakak perempuannya tercekat dan IaIu bertanya, "ada apa?" Tokoh kita terlihat seakan heran, pertanyaan itu seperti mengusiknya dan seakan ditujukan pada orang asing. Padahal, ia yakin sudah menghuni rumah ini sejak lahir. Tatap matanya yang senyap, sekiIas tersinggung, tapi kemudian muram kembaIi. Rupanya kakak dan ibunya menangkap bahwa adiknya kini telah berubah, bahwa adiknya kembali hangat seperti dulu. Memang, 127
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
135
pymupdf
Topeng Nengsih sejak petang itu, sepatah dua patah kata, ia mulai meneoba berkomunikasi dengan kakak dan ibunya. Akan tetapi, tak ada yang memperhatikan bahwa matanya yang senyap itu, kini justru semakin muram, serupa danau yang kelam. Bibir bersuara tapi dunia dalam dirinya malahan kian tak terduga bisunya. Suatu hari, ketika satu keluarga itu sedang menikmati makan malam bersama, ibu dan kakaknya begitu menikmati sup masing-masing. tokoh kita euma memandangi satu persatu orang di sana. Semuanya menunduk. Menghabiskan sup sendiri-sendiri. Tokoh kita tidak melahap habis makanannya seperti yang dilakukan . oleh yang lain. Ia seakan telah kenyang oleh kebosanan dan kebisuan selama ini. Sesekali kakak dan ibunya meneuri pandang padanya dan sesekali tertangkap olelmya. Jelas mereka ingin sekali membunuh kesunyian ini. Namun sama sekali tidak ada yang memulai bieara. "Kenapa kalian, apa kalian kehilangan lidah? Begini cara kalian menyikapi aku?" Tokoh kita muak dengan kebisuan di ruangan itu. Ia memandang tajam pada salah satu anggota keluarganya. "Bahkan menjawab pertanyaanku pun kalian tak maul" la membanting mangkuknya. Seisinya tumpah ke atas meja dan mengagetkan ibu dan kakaknya. "Jangan kira aku Selama ini bisu! Tapi karena kalianlah aku tak bisa bicara. "Ia bangkit dengan mengaeungkan tangannya ke arah kakaknya dan mundur perlahan menuju pintu keluar," Dan, jika kalian ingin kebisuan ini," la menarik napas dan membuka pintu, "Aku akan buat kalian tak bisa bicara selama hidup kalian!" Ia keluar meninggalkan ibu 128
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
136
pymupdf
Antologi Cerpen dan kakaknya yang tertegun, seakan tak percaya akan ada banyak kata yang keluar dari mulutnya. Maka ia kembali memilih untuk bisu. Kakak dan ibunya telah berulang membujuknya untuk bicara. Membawa dokter untuk memeriksanya serta setengah memaksanya untuk meminum aneka obat yang dianjurkan. Berbagai orang pintar dan dukun pun dihadirkan, namun tak seucap pun kata keluar dari mu1utnya. Mungkin, dalam benaknya, ada banyak hal yang lebih penting selain bicara. Ka1aupun ia membuka mu1utnya, yang keluar ada1ah desis ataupun guram-guram tak jelas. Begitu1ah, ia kini datang dan pergi sesukanya. Bahkan berhari-hari tak puIang kerumah. Awa1nya, ibu dan kakaknya cemas. Namun be1akangan, mungkin karena jemu atau juga pasrah, mereka seo1ah tak 1agi memperdu1ikan kehadiranya. Maka, ketika ia pu1ang, tak pernah sekalipun ia berkata-kata. Ia me1epas lelalmya, menatap mata ibu atau .kakaknya. Marah atau mengucapkan terima kasih hanya 1ewat senyap matanya. Apabila sudah waktunya untuk makan atau pun tidur, ia hanya mengirim isyarat dengan menepuk pundak dan atau mengerdip mata sesekali. Sudah lima paket surat yang penuh terisi he1aian daun yang ia kirimkan. Semuanya menyiratkan kerinduan juga penyesa1an. Dan kesemuanya itu be1um dibalas. Tel yel kin suatu hari akan ada balasan dari seberang yang mengatakan kaIau kakeknya baik-baik dan tak kurang satu pun. Ia menungu tiap sore, mencari botoI ataupun plastik yang di da1amnya terisi surat balasan. Namun, jalan sungai itu tetap sepi. Harapan untuk menemukan kabar semuanya berakhir seperti percikan air yang segera hi1ang ke da1am 129
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
137
pymupdf
Topeng Nengsih celah kering tanah. Keinginannya segera menguap. Dan jika malam sudah melangkah ia kembali ke gubuk tua peninggalan si kakek, lalu isaknya akan terdegar samar. Suatu malam, ia terbangun lalu seperti biasa, di atas batu kecil tepi sungai, ia menulis di daun ketapang. Lama merenung, tak ada satu kata pun di goresannya. la tengadah ke angkasa, ia merasa bintang paling terang tiba-tiba menghilang dari pandangnya. Lalu berkelebat kalimat, "Kek, sungai ini berakhir di langit ya?" Wajahnya tiba-tiba cerah, matanya tiba-tiba terang seakan penuh kilau kunang-kunang. Daun ketapang itu pun dengan hening di lepasnya, arus sungai yang tenang perlahan membimbingnya menjauh. Tiba-tiba saja ia merasa ingin pulang. 130
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
138
pymupdf
IBUKU BIBIKU rfV.UR~~ Malam ini ibu menangis lagi. Walaupun beliau mencoba menyembunyikan deritanya padaku, namun kesan pilu isak tangisnya itu sudah mampu membuat gadis tolol seperti aku mengerh. Mengerh akan beban batin yang beliau pikul saat bapakku pergi dan tak kunjung pulang hingga sepekan. Aku pun mengerh beban ekonorni yang tak kalah memeras otak dan tubuh kurus ibuku hingga tak jarang membuatnya jatuh sakit. "Tapi di mana bapak?" tanyaku pelan, entah siapa yang aku tanyai. "Apakah beliau benar-benar sudah tidak peduli lagi pada karni?" ucapku penuh kecewa. Bahkan adikku, Seto tak hentinya menanyakan sosok beliau yang sudah seminggu lebih tak muncul di pandangannya. Sungguh ma1ang ia, be1um genap 8 tahun usianya, ia sudah harus hidup dalam tanya akan keberadaan bapaknya selama ini. Kini aku hanya bisa mencoba untuk berpikir positif tentang figur bapakku itu. "Bapakku seorang kepala desa dengan segudang pekerjaan. Jadi, ia pasti sibuk," hiburku dalam hati. Tapi 131
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
139
pymupdf
Topeng Nengsih aku tersentak kaget oleh pikiranku sendiri. Aku mulai sadari bahwa bapakku bukanlah pemulung, beliau juga tak pernah menjadi kuli pasar. "Namun mengapa hidup keluargaku masih saja begitu miskin7" celotehku kesal. Fajar menyingsing, matahari pun terbit dengan sempurna dan tampak awan putih bergumpal menghiasi lagit yang membiru, bagai lukisan surga yang tak terni1ai harganya. Aku lekas bersiap mendandani tubuhku yang sedang bersemangat untuk kemba1i ke SMP-ku tercinta karena sudah hampir sebulan aku libur. "lbu, aku berangkat," teriakku girang sambil menggandeng tas 1usuhku dan bergegas meninggalkan rumah. Tak aku sadari 1angkah bersemangatku membawa aku tiba di seko1ah lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Aku dapati sahabatku, lsma berjalan pelan. Melangkah lemas, cuek tak menyapaku. "Hai, Isma," sapaku ramah sambi! tersenyum lebar padanya. NamW1, ia hanya terdiam kaku. "Kenapa?" tanyaku lemas. lsma hanya bisa memalingkan wajahnya dan rnembuang pandangan semunya itu hanya agar tak tampak wajah meme1asku olehnya. Namun, tak aku sangka, tanpa sungkan lsma tuturkan semua kebusukkan bapakku yang ia dengar dari cerita orang-orang. Ternyata mereka rnembenci bapakku yang seorang koruptor. "Bapakku koruptor?" ujarku sungguh tak percaya. 132
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
140
pymupdf
Anto!ogi Cerpen Dalam benakku, sudah mulai aku mengerti semua keadaan ini. Pantas seisi desa membenci tawaku dan tak scgan tersenyum dalam langkah berat keluargaku. Bahkansemuaorang tahu kemana perginya bapakku selama ini. Bapakku yang hobinya menjelajahi kafe-kafe mahal dan mulai lupa daratan hingga menelantarkan anak istrinya yang lemah terlirih perih dalam menghadapi setiap cobaan hidup yang semakin lama semakin berat saja. Aku termenung tak berdaya menolak segala kenyataan terperih ini. Begitu malunya aku, hingga tak sanggup aku perlihatkan wajah tak berdosaku pada mereka. Aku hanya bisa terduduk rapidiatas bangkuku yang rapuh, menunggu sampai dentangan bel memulangkan diriku yang sudah tak bersemangat ini. "Teng, teng, teng ... " Sungguh lega perasaanku mendengar bel tanda .pulang sekolah berdentang kencang. Segera saja aku berlari segesit mungkin meninggalkan teman-temanku yang ketika itu masih sibuk mengobrol. Aku harap kali ini mereka bisa mencari topik lain yang lebih menarik daripada sekadar menggosipkan keluargaku. Aku percepat langkah lunglaiku agar aku lekas tiba di rumah. Setibanya di rumah, segera aku buka pintu dengan sedikit membantingnya menabrak dinding. Tapi untuk yang kesekian kalinya aku dengar ibu menangis lagi. Tak sanggup aku menambah pilu tangisnya dengan menanyakan perihal kegundahan hatiku akan bapakku yang seorang koruptor itu. 133
Topeng%20Nengsih%20%282008%29
141
pymupdf